Minggu, 28 November 2010

INDONESIAKU: HILANGNYA RASA TANGGUNGJAWAB


Drijakara SJ (13 Juni 1913-11 Februari 1967), seorang imam Serikat Jesus, dalam buku “Percikan Filsafat” merumuskan tanggungjawab adalah kewajiban yang menanggung bahwa perbuatan yang dilakukan oleh seseorang adalah sesuai dengan tututan kodrat manusia. Orang yang bertanggungjawab berarti dia berani menentukan apa yang akan dikerjakan. Untuk menentukan apa yang diperbuatnya maka dia harus orang menjadi orang merdeka, sebab bila tidak merdeka maka dia tidak dapat menentukan apa yang harus dikerjakannya. Orang diperkosa adalah orang yang tidak merdeka maka dia tidak dapat diminta untuk bertanggungjawab bila akhirnya dia hamil akibat perkosaan itu. Untuk bertanggungjawab juga orang harus mempunyai akal budi yang cukup. Orang gila tidak dapat dituntut untuk bertanggungjawab bila dia membakar rumah, sebab dia tahu bila api dapat membakar rumah.

Tanggungjawab terkait dengan kemerdekaan dan pilihan bebas. Orang dapat memilih untuk minum arak atau tidak. Bila dia memilih minum arak lalu mabuk dan pada saat mabuk dia merusak rumah, maka dia harus bertanggungjawab, sebab pada awal dia sudah tahu bahwa minum arak dapat membuatnya mabuk. Dia juga tahu bahwa bila mabuk dia dapat melakukan hal-hal yang diluar kontrol akal budi. Maka tindakan perusakan rumah akibat mabuk sebetulnya sudah dapat diketahui sejak awal. Maka sejauh orang itu bebas dan dapat menggunakan akal budinya maka dia harus dapat dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatannya.

Memang ada perbuatan yang dilakukan karena kewajiban. Menurut Drijakara kewajiban adalah kebaikan yang dengan keharusan dibebankan kepada kita yang merdeka untuk dilaksanakan. Misalnya kewajiban menjalankan aturan agama. Dalam hal ini kita bukan menjadi orang tertindas, sebab kewajiban itu baik untuk perkembangan iman kita. Demikian pula kewajiban belajar dan sebagainya. Kebaikan ini merupakan tuntutan agar kita menjadi manusia yang lebih baik. Kewajiban juga membuat kita menghargai manusia lain, misalnya kewajiban antri. Ini bukan penindasan tapi kita menghargai sesama sebagai manusia yang juga mempunyai kepentingan yang sama dengan kita.

Apakah penguasa kita adalah orang yang bertanggungjawab? Para anggota dewan adalah orang yang dengan sadar dan bebas mencalonkan diri menjadi anggota dewan. Dia tahu bahwa tugas anggota dewan perwakilan rakyat adalah mewakili rakyat yang memilihnya, membuat tata aturan agar masyarakat dapat hidup bersama lebih baik, menjadi kepanjangan lidah rakyat yang diwakilinya dan masih banyak lagi. Apakah para anggota dewan itu sudah melakukan kewajibannya sebagai anggota dewan? Sering kali hal yang diributkan hanya soal hak bukan kewajibannya. Hak untuk mendapatkan ruang kerja yang megah. Mobil dinas yang baru. Jaminan hidup yang lebih baik dan lain sebagainya. Akibat terlalu memikirkan hak apa yang akan diperolehnya maka dia mengabaikan kewajibannya dan tidak mampu mempertanggungjawabkan kepercayaan yang sudah didapatnya dari rakyat yang memilihnya.

Hal semacam ini tidak saja terjadi pada anggota dewan perwakilan rakyat. Banyak penguasa yang bertindak sama. Mereka sangat sulit bila dimintai pertanggungjawaban atas jabatan dan tugas yang disandangnya. Kasus Sumiati yang disiksa majikannya di Madinah menjadi kasus yang dilemparkan kian kemari tapi tidak ada satu pun orang yang berani mengatakan “Saya bertanggungjawab atas kasus ini.” Dalam diskusi kasus ini orang cenderung saling melemparkan tanggungjawab pada pihak lain. Demikian pula dalam kasus kecelakaan kereta api yang menelan banyak kurban, lumpur Lapindo dan masih banyak lagi dimana tidak ada satu pun orang yang berani mengatakan bahwa dialah yang bertanggungjawab. Kalau toh ada orang yang dinyatakan sebagai pihak yang bertanggungjawab biasanya adalah orang kecil dengan jabatan rendah. Padahal orang berjabatan rendah biasanya orang tidak bebas, sebab dia tidak mampu melawan apa kata atasan. Maka negeri ini akan terus kacau sejauh tanggungjawab masih menjadi sesuatu yang dihindari oleh orang yang seharusnya bertanggungjawab.

INDONESIAKU: HILANGNYA BUDAYA MALU


Dalam budaya Jepang pada jaman dulu ada budaya harakiri atau yang lebih formal disebut seppuku yaitu menyobek perut dengan samurai pendek. Harakiri adalah suatu tindakan bunuh diri disebabkan merasa malu atau menanggung aib akibat gagal menjalankan tugas yang dipercayakan padanya. Harakiri biasanya dilakukan oleh para pemimpin atau jendral perang yang kalah dalam menjalankan peperangan. Atau ada pula orang yang gagal menjalankan tugas penting yang diembannya. Kekalahan dan kegagalan ini dianggap sebagai aib maka mereka melakukan bunuh diri. Tapi sekarang budaya itu sudah jarang terdengar lagi di Jepang.

Indonesia memang tidak mempunyai budaya harakiri tapi sebagai bangsa Timur, kita punya budaya malu yang sangat kuat. Sejak kecil kita sudah diajari untuk merasa malu bila melakukan kesalahan atau gagal dalam suatu tugas atau pekerjaan. Bahkan ajaran malu ini sering begitu kuat dan berlebihan sehingga membuat orang merasa malu bila ingin melakukan sesuatu atau menunjukkan siapa dirinya. Rasa malu itu akan semakin kuat bila kesalahan disebabkan melanggar aturan moral atau susila. Pada jaman dulu satu keluarga akan sangat malu bila salah satu anggota keluarganya hamil di luar nikah. Bahkan tidak jarang anak yang hamil ini disingkirkan jauh dari rumah.

Rasa malu terkait dengan martabat seseorang. Bila melakukan kesalahan maka orang merasa martabat atau harga dirinya akan jatuh. Orang sangat menjunjung harga dirinya sehingga apa saja yang dapat merusak martabatnya sebagai manusia akan disingkiri atau disembunyikan. Seorang peneliti Portugis mengatakan bahwa orang Jawa yang saat itu banyak ditemui dan dianggap mewakili wajah Indonesia sebagai bangsa yang mempunyai harga diri tinggi, sehingga tampak angkuh. Mereka tidak mudah meminta maaf dan sangat menjunjung martabatnya sehingga berusaha menutup kesalahannya agar terhindar dari rasa malu. Mereka lebih baik mati daripada menanggung malu.

Saat ini budaya malu sudah mengalami krisis. Orang seolah tidak merasa malu meski melakukan kesalahan besar dan deketahui secara publik. Orang tidak malu meski dia menipu sesamanya untuk memperkaya diri. Orang tidak malu meski semua orang tahu bahwa dia telah menindas sesamanya. Freidrich Nietzsche (15 Oktober 1844-25 Agustus 1900) berpendapat bahwa rasa bersalah secara moral dan dosa adalah perasaan anak kecil dan budak. Rasa bersalah ini adalah sebuah kebohongan, penyakit yang harus diberantas. Bagi Nietzsche orang tidak perlu merasa melanggar moral dan malu. Bila orang menindas, memeras, bahkan membinasakan sesamanya hal itu memang harus terjadi atau sudah sewajarnya dalam dunia ini. Maka bila melakukan hal itu kita tidak perlu merasa menyesal atau merasa malu.

Pendapat Nietzsche pasti akan ditolak oleh bangsa kita, sebab ini berlawanan dengan nilai-nilai yang dijunjung misalnya harmoni, kasih sayang dan malu. Tapi kenyataannya apa yang dikatakan Nietzsche diikuti oleh banyak orang. Seorang tokoh meski dikecam sebab mengabaikan kurban yang disebabkan oleh kesalahanan perusahaannya tetap mempertahankan diri menjadi ketua partai politik. Seorang yang sudah terbukti korupsi tapi tetap berkuasa dan tampil dalam berbagai acara. Menteri yang dianggap gagal menjalankan tugasnya dan dituntut mundur oleh masyarakat ternyata tidak bergeming. Seorang menteri yang melanggar omongannya sendiri sehingga dikecam ramai-ramai ternyata tetap mempertahankan kedudukannya dengan membuat aneka alasan yang konyol. Masih banyak lagi yang dapat diceritakan bahwa kita sudah kehilangan rasa malu dan sesungguhnya kita mengikuti ajaran Nietzsche.

Jepang mampu membangun negaranya menjadi negara yang sangat maju setelah PD II disebabkan mereka mempunyai budaya malu. Para pejabat negara menjunjung budaya malu. Sedangkan kita mengalami krisis budaya malu. Hal ini membuat orang dapat berbuat sesuka hatinya tanpa beban bahwa dia sudah melanggar hukum. Dia tetap dapat tersenyum di depan kamera meski aibnya diketahui secara umum.

Jumat, 26 November 2010

INDONESIAKU: IRONI HUKUM


Sebuah stasiun TV swasta dalam berita siang menayangkan seorang pencuri jemuran yang tertangkap warga sebuah kampung. Pencuri itu seorang lelaki kurus yang usianya mungkin sudah hampir 50 tahun bila melihat raut wajahnya dan rambutnya yang penuh uban. Dia tampak tidak berdaya ketika beberapa orang muda yang bertubuh segar melayangkan pukulan ke wajah dan tubuhnya. Tampak darah mengalir di wajahnya. Meski sudah diamankan oleh pihak polisi tapi warga tampaknya masih menyimpan marah sehingga satu dua orang tetap memukulinya. Aku yakin bila jemuran yang dicuri itu dijual mungkin hanya dapat beberapa ribu saja. Mungkin tidak cukup untuk makan dua hari. Dapat dipastikan bahwa orang tua itu mencuri sebab tidak punya uang untuk makan. Seandainya dia mempunyai beberapa ribu saja pasti tidak mau mengambil resiko mencuri milik warga yang bila tertangkap pasti akan babak belur.

Pencuri itu dibawa ke kantor polisi dan akan masuk ke sel tahanan. Dia mengalami dua kali hukuman. Pertama siksaan dari warga masyarakat lalu masuk penjara. Inilah ironi hukum di negara kita. Pencuri kecil biasanya nasibnya jauh lebih buruk daripada pencuri besar. Gayus yang korupsi 100 milyard lebih dapat bebas berkeliaran bahkan sampai rekreasi ke Bali untuk menonton pertandingan tenis. Oleh karena hukuman bagi para koruptor itu sangat ringan maka banyak sekali koruptor di negara kita ini. Menurut laporan ICW yang dirilis 4 Agustus 2010 kasus korupsi periode 2009-2010 meningkat tajam. Presiden SBY yang sering mengkampanyekan berantas korupsi ternyata pada periode kedua pemerintahannya kasus korupsi meningkat 50% dengan kerugian negara mencapai 2,102 trilyun. Suatu jumlah yang sangat besar dan tak terbayangkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia.

Begitu ringannya hukuman bagi para koruptor maka setelah menjalani masa hukuman yang sering mendapat keringanan dia tetap kaya raya. Memang selama tahun 2009 pihak kepolisian dapat menyelamatkan uang negara sebanyak 426,3 milyard meski yang disetorkan ke negara baru 191,7 milyard sehingga masih ada sekitar 234,6 milyard yang belum berhasil diselamatkan. Sedangkan KPK menyelamatkan 4,4 trilyun. Membaca data jumlah uang yang dapat diselamatkan oleh aparat negara membuat banyak orang hanya mampu mengelus dada dan menarik nafas panjang. Entah berapa trilyun yang dapat diserahkan pada negara kembali untuk periode tahun 2010. Ide yang menarik muncul dari ketua MA bahwa sebaiknya para koruptor itu dimiskinkan. Semua harta bendanya dirampas dan uang di bank dijadikan milik negara. Jika demikian mungkin para koruptor akan menjadi jera.

Aku membayangkan lebih enak menjadi koruptor sebab hanya menerima satu hukuman yaitu penjara. Dia tidak pernah menerima hukuman dari masyarakat secara langsung seperti maling jemuran. Padahal koruptor besar biasanya bukan orang miskin. Dia mencuri bukan terpaksa tapi menjadi sebuah pilihannya secara bebas. Gayus gajinya sudah 12 juta per bulan. Usianya masih muda. Bila dia hidup dari gajinya saja sudah cukup baginya. Tapi dia memilih korupsi milyardan rupiah. Sebaliknya pencuri jemuran dia terpaksa mencuri sebab dia tidak mempunyai uang sama sekali untuk menyambung hidupnya. Jemuran yang dicuri pun tidak akan cukup untuk makan dua hari. Tapi dia mengalami penyiksaan dan hukuman di penjara. Inilah ironi hukum di Indonesia.

Negara kita menyatakan sebagai negara hukum. Ada banyak hukum dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Tapi kejahatan terus terjadi seolah tidak ada hukum. Mungkin di negara kita ini hukumnya adalah tanpa hukum seperti yang dikatakan oleh penyelenggara pertandingan dalam film “Blood Sport” bahwa “the rule is no rule”. Siapa yang kuat bisa menguasai, membeli dan mengatur hukum. Bila melihat lambang hukum adalah seorang perempuan membawa timbangan dan pedang dengan mata tertutup bila di negara kita matanya terbuka, sehingga dapat melihat berapa jumlah uang yang berada dalam timbangan itu. Aku bayangkan seandainya para koruptor itu diadili seperti maling jemuran mungkin negara ini akan bebas dari korupsi.

INDONESIAKU: PETANI DIKALAHKAN


Beberapa waktu lalu aku bertemu dengan seorang petani di sebuah desa di pesisir pulau Jawa. Dia mengeluh akan cuaca yang tidak bersahabat pada tahun ini, sehingga mengakibatkan gagal panen. Memang tahun ini dapat dikatakan tidak ada musim kemarau. Hujan turun sepanjang tahun. Petani yang terbiasa menanam tembakau pada musim kemarau sekitar bulan Juni akhirnya gagal panen tembakau, sebab tembakau bila terkena air hujan akan rusak. Dia mau menanam padi tapi air hujan tidak cukup banyak untuk pengairan, sebab sawahnya masih menggunakan sistem tadah hujan. Dia mengandaikan bila pengairan sawahnya berjalan baik maka dia dapat menanam padi tanpa peduli apakah hujan akan turun sepanjang tahun atau tidak.


Petani itu mengeluh mengapa pemerintah kebupaten lebih mementingkan membangun stadion sepak bola daripada membangun dan memperbaiki pengairan untuk sawah, padahal di kabupaten ini masih banyak petani yang hidupnya bergantung pada sawah tadah hujan. Menurut dia anggaran untuk memperbaiki stadion membutuhkan dana 8 milyard. Seandainya dana itu untuk membuat saluran irigasi tentu jauh lebih berguna bagi banyak orang. Bila petani sudah dapat hidup makmur maka dia akan menonton sepak bola dengan membeli karcis. Kalau sekarang mereka tidak dapat menonton pertandingan sepak bola sebab tidak punya uang untuk membeli tiket masuk. Kalau toh anak mereka ingin menonton maka akan menggunakan segala cara untuk dapat masuk stadion. Beberapa hari lalu pun terjadi kerusuhan suporter sepak bola melawan polisi sebab mereka tidak punya uang untuk menonton pertandingan. Akibatnya mereka merusak mobil polisi dan melempari polisi dengan batu.

Menurut Gus Ipul, wakil gubernur Jawa Timur, beberapa kabupaten menganggarkan 15 milyard pada tahun 2009 untuk klub sepak bola kabupaten. Padahal sudah ada surat Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Juga Surat Mendagri Nomor 903/187/SJ tentang larangan penggunaan dana APBD untuk klub sepak bola. (Tempo Interaktif 21 November 2010). Memang kita harus memajukan olah raga. Sepak bola adalah olah raga paling banyak peminatnya di Indonesia meski kesebelasan Indonesia masih belum mampu berprestasi dibandingkan negara Asia tenggara lainnya. Tapi harusnya ada skala prioritas mana yang lebih penting antara pendanaan sebuah klub dan pembangun stadion daripada perbaikan saluran irigasi untuk petani yang dapat meningkatkan kehidupan petani.

Negara Indonesia adalah negara pertanian tapi sayangnya pertanian kurang mendapat prioritas utama oleh pemerintah. Saluran irigasi banyak yang sudah harus diperbaiki dan dibuatkan baru. Harga pupuk sering kali sangat mahal sehingga ongkos produksi lebih tinggi dibandingkan hasil produksi. Kehidupan petani yang berat membuat banyak kaum muda lebih memilih menjadi buruh atau pekerja informal di kota besar daripada menjadi petani. Apalagi status petani dianggap sebagai status yang rendah. Ketika kaum muda meninggalkan desa maka yang tersisa di desa adalah kaum tua dan kaum muda yang terpaksa hidup di desa, sehingga tidak mampu mengelola tanah dengan maksimal untuk menghasilkan panen yang lebih baik. Sangat ironis ketika Indonesia yang membanggakan diri sebagai negara agraris harus import beras dari Vietnam. Bagaimana mungkin Vietnam yang sampai tahun 1972 masih tercabik-cabik perang suadara yang sangat mengerikan kini dapat ekspor beras ke Indonesia.

Nasib petani memang masih buruk. Padahal bila petani dapat hidup makmur maka dapat menarik semua sektor usaha untuk bisa berkembang. Penghasilan petani didapat dari bumi yang tidak membutuhkan modal awal seperti pabrik. Dia hanya membutuhkan modal kerja dan produksi. Hal ini berbeda dengan pabrik yang membutuhkan modal awal. Bila petani makmur maka dia dapat membeli barang yang dihasilkan pabrik atau menonton sepak bola. Tapi sayang petani yang bisa membuat negara ini makmur telah ditinggalkan, sehingga petani tetap miskin dan Indonesia juga tetap miskin.

Kamis, 25 November 2010

INDONESIAKU: MELUPAKAN SEJARAH

Suatu malam aku bersama anak-anak SMU dan mahasiswa makan mie di seberang kantor gubernur. Sambil duduk di rerumputan aku bertanya pada mereka apakah mereka mengenal patung setinggi dua meteran yang berdiri tegak di dekat situ. Sebagian dari mereka tahu bahwa itu patung gubernur Suryo, sebab nama itu sesuai dengan nama jalan yang membentang di hadapan kami. Tapi ketika kutanya siapakah gubernur Suryo itu? Tak satu anakpun yang dapat menerangkan dengan tepat. Mereka menjawab dengan asal-asalan saja. Padahal gubernur Suryo adalah gubernur Jawa Timur yang pertama setelah kemerdekaan dan dialah salah satu tokoh dalam pertempuran 10 November sehingga Surabaya dikenal sebagai kota Pahlawan.

Banyak anak muda tidak menyukai pelajaran sejarah. Bahkan ada pandangan bahwa pelajaran sejarah adalah pelajaran kelas dua sedang pelajaran kelas utama adalah matematika, fisika, kimia dan biologi. Ketika di SMA pun aku merasa bangga bahwa aku masuk di IPA sebab IPS dianggap tempat anak kurang pandai. Akibat terlalu bangga pada ilmu pasti maka ilmu sosial seperti sejarah, budaya atau sastra dan sebagainya seolah disepelekan. Maka tidak heran bila banyak kaum muda yang tidak mengenal sejarah bangsanya. Jangankan sejarah kerajaan Singosari, Mataram dan lain sebagainya sedangkan Budi Utomo saja mereka tidak tahu. Padahal dengan belajar sejarah kita dapat mengetahui perjalanan bangsa ini dan dapat menjadi bangga akan bangsa ini sebab memahami kebesaran para leluhur bangsa ini.

Maraknya budaya asing dan tokoh asing yang dibawa oleh media informasi seperti TV dan internet semakin menjauhkan anak muda pada sejarah bangsanya. Anak muda jauh lebih mengenal Rambo daripada Syahrir atau Airlangga. Anak lebik suka baca komik dari Jepang daripada membaca tentang dongen yang ada di tanah air. Orang lebih bangga mempelajari sejarah bangsa dan negara asing yang jauh daripada belajar sejarah bangsanya sendiri, sehingga beberapa kaum muda dengan sangat semangat berbicara soal sejarah bangsa Palestina tapi tidak tahu kerajaan Bone. Melupakan sejarah bagaikan pohon yang kehilangan akarnya. Aku bukan manusia yang tiba-tiba muncul pada saat ini, tapi aku saat ini adalah hasil proses dari sejarah leluhurku selama ribuan tahun. Aku disini bukan hanya fisik tapi pandangan tentang hidup, budaya dan sebagainya yang sangat mempengaruhi segala sikap dan peri lakuku saat ini.

Dengan mengenal sejarah maka kita mengenal asal usul terbentuknya bangsa dan mengetahui jatuh bangunnya bangsa ini. Mengetahui bagaimana para tokoh dulu berjuang untuk membangun sebuah negara dan merebut serta mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraihnya. Belajar sejarah berarti belajar asal usul diri sendiri. Presiden Soekarno mengingatkan agar kita jangan melupakan sejarah atau jas merah. Dari sejarah itu kita bisa merefleksi dan belajar semangat para tokoh dan keteladanan yang dia lakukan. Misalnya keteladanan gubernur Suryo yang meninggalkan Surabaya paling akhir pada saat Surabaya digempur bala tentara Inggris. Dia ingin semua warga selamat terlebih dahulu baru dia menyelamatkan diri. Ini adalah keteladanan tanggung jawab yang besar terhadap rakyatnya. Pangeran Kornel dari Sumedang yang marah karena banyak rakyatnya mati dalam kerja paksa membangun jalan raya pos, maka ketika bertemu dengan Deandles dia bersalaman menggunakan tangan kiri sedang tangan kanan memegang keris yang terselip di pinggangnya.

Bagaimana dengan pemimpin kita saat ini? Banyaknya pemimpin yang korupsi, waktu rapat tidur, membagi jabatan dengan keluarga dan sebagainya membuat kita bertanya apakah mereka tidak pernah belajar dari para pendahulunya bagaimana memimpin rakyat? Seorang teman menyatakan malu mengaku sebagai orang Indonesia, sebab Indonesia dikenal sebagai negara paling korup, rawan kekerasan, dan sebagainya. Jika mereka belajar sejarah dan para tokohnya mungkin mereka akan malu dan rela berjuang membela rakyat. Mereka tidak mengulang kesalahan yang terjadi pada masa lalu dan tahu bagaimana seharusnya memimpin bangsa ini.

Selasa, 23 November 2010

INDONESIAKU: KRISIS NASIONALISME


Saat ini banyak orang membicarakan kasus Sumiati seorang perempuan berumur 23 tahun asal Dompu Nusa Tenggara Barat yang disiksa majikannya seorang warga Madinah, Arab Saudi. Penyiksaan itu begitu mengerikan dan sangat tidak pantas dilakukan oleh orang bermatabat bahkan lebih mengerikan dibandingkan dengan siksaan tawanan perang Irak di penjara Abu Ghraib yang sangat terkenal dan menjadi bahan kecaman banyak penduduk dunia. Ketua fraksi PKB Marwan Ja’afar menulis dalam pesan singkatnya, “aksi penyiksaan yang dilakukan majikan Sumiati adalah cermin perilaku jahiliyah warga Arab Saudi. Bahkan kaum kafir Quraish tidak pernah bertindak sekeji yang dilakukan terhadap Sumiati.” (Republika 17/11).

Sumiati bukanlah kasus pertama dan yang dibuka dalam forum publik. Ada banyak penyiksaan TKI di negara Kuwait, Arab, Malaysia dan negara lainnya yang sangat mengerikan. Kasus Siti Hajar di Malaysia yang wajahnya sampai rusak akibat siksaan, Siti Nur Janah yang disiksa dan digunduli di Arab, Ici binti Asmar yang disiksa di Suriah dan masih banyak lagi para TKW yang disiksa sehingga mengalami cacat fisik yang permanen. Belum lagi yang dihukum mati misalnya Yanti yang dihukum pancung di Arab pada 12 Januari 2008 dengan tuduhan membunuh atau para TKW yang hamil akibat diperkosa oleh majikan bahkan anak majikannya. Semua itu menggambarkan betapa kelam nasib TKI di negara asing.

Bila ada kasus semua lalu berbicara dan seolah akan menyelesaikan. Tapi kasus terus terjadi. Hal ini mungkin pemerintah tidak mengambil tindakan tegas terhadap negara yang bertanggungjawab. Dalam kasus Sumiati ini ada usulan untuk menarik duta besar Indonesia di Arab sebagai bentuk protes. Ada pula yang mengusulkan membawa pada mahkamah hukum internasional. Tapi rakyat masih harus menunggu apakah semua itu akan terwujud atau hanya sebuah letupan emosional sesaat saja. Dalam diskusi yang diadakan oleh sebuah stasiun TV swasta seorang tokoh dari PJTKI mengatakan bahwa kasus seperti yang dialami Sumiati hanya sebagian kecil saja dan jauh lebih banyak lagi orang yang dianggap berhasil memperbaiki ekonomi keluarganya. Hal ini menyiratkan bahwa kasus Sumiati adalah kasus kecil yang tidak perlu dipersoalkan. Toh pemerintah tidak mampu memberi lapangan pekerjaan dengan hasil yang cukup.

Aku melihat bahwa bangsa kita bermental inlander, sebuah mentalitas yang berhasil ditanamkan oleh bangsa Belanda ketika menjajah dulu. Mentalitas ini membuat kita tidak mempunyai kebanggaan diri. Kita minder bila berhadapan dengan bangsa lain. Tapi kita bisa bertindak keji terhadap bangsa sendiri. Ketika Malaysia mengumumkan beberapa budaya asli Indonesia sebagai budaya asli mereka, hal itu hanya ditanggapi dengan kemarahan di dalam negeri saja. Tidak ada usaha untuk memperjuangkan dalam tataran tingkat negara. Akibatnya Malaysia semakin arogan sehingga berani merebut pulau dan menahan petugas Indonesia yang berusaha menggagalkan pencurian ikan oleh pihak Malaysia di perairan Indonesia. Meski dihina seperti ini pemerintah tetap santun dan lemah lembut. Hal ini mungkin tidak akan terjadi pada jaman Soekarno yang mempunyai harga diri sehingga berani berhadapan dengan bangsa yang dianggap merendahkan martabat bangsa Indonesia.

Kasus Sumiati menunjukkan bahwa bangsa kita masih hidup dalam situasi dan kondisi yang memprihatinkan. Pemerintah gagal memberikan pendidikan kebangsaan, yang membuat kita bangga sebagai bangsa Indonesia. Kita adalah bangsa yang besar dari jumlah penduduk. Negara yang luas dan kaya. Tapi semua itu tidak ditanamkan sejak dini. Kita lebih bangga berbicara bahasa Inggris dari pada berbicara bahasa Indonesia. Nelson Mandela bangga memakai batik, tapi para pejabat kita lebih bangga memakai jas dan dasi atau pakaian dari budaya asing lainnya. Bangsa kita mengalami krisis kebangsaan yang menumbuhkan rasa bangga akan bangsa dan negara sehingga kita tetap menjadi bangsa terjajah yang dapat dihina oleh bangsa asing dengan sesuka hati. Kita mengalami krisis nasionalisme. Tidak bangga sebagai bangsa Indonesia.

Senin, 22 November 2010

INDONESIAKU: SIKAP "EMOH NEGARA"


Dalam buku karangan I Wibowo yang berjudul “Negara Centeng” dilukiskan tentang sikap “emoh negara” sebuah sikap masyarakat yang menentang negara atau tidak suka dengan segala sesuatu yang terkait dengan pemerintah. I Wibowo mencontohkan sikap ini dengan adanya perusakan fasilitas negara, maraknya tawuran, perlawanan terhadap aparat keamanan baik polisi maupun tentara, usaha untuk memisahkan diri dari negara kesatuan dan sebagainya. Sikap “emoh negara” disebabkan rakyat merasa ditindas dan bosan atau muak melihat para pejabat negara yang bertindak sewenang-wenang. DPR sebagai badan pembuat UU ternyata melanggar UU yang dibuatnya. Hakim dan jaksa yang harusnya menegakkan keadilan ternyata dapat dibeli sehingga dapat memutar balik hukum. Aparat kepolisian yang tugasnya menjaga ketentraman rakyat ternyata mudah disuap. Pejabat negara korupsi milyardan rupiah. TKI yang disiksa dinegara asing tidak ditanggapi serius. Masih banyak lagi sikap dan perilaku pejabat negara yang melukai hati rakyat sehingga muncul sikap “emoh negara”. Sikap “emoh negara” ini akan menjadi semakin kuat bila para pejabat tidak berusaha mengubah perilakunya.

Menunggu perubahan sikap pejabat negara menjadi seperti yang diharapkan rakyat banyak sama saja menunggu hujan di musim kemarau. Memang ada beberapa pejabat negara yang berusaha hidup jujur dan sungguh membaktikan dirinya bagi rakyat tapi dia seperti seorang nabi yang berteriak-teriak di padang gurun. Dia dianggap sebagai orang gila ditengah masyarakat yang menganggap dirinya waras bila melakukan kejahatan. Seorang teman yang menjadi pejabat dan berusaha terus konsisten dengan perjuangan rakyat yang dulu memilihnya akhirnya mengatakan menyerah. Dia masuk dalam sebuah sistem yang korup maka agar bertahan di posisinya dia pun akhirnya melakukan pengkhianatan hati nuraninya.

Negara kita menyatakan diri sebagai negara yang mendasarkan diri pada agama meski bukan negara teokrasi. Semua orang harus mempunyai agama dan mencantumkan dalam kartu indentitas dirinya. Tapi agama ternyata hanya sekedar ritus, gedung ibadah dan hari raya. Nilai-nilai ajaran agama hanya sekedar menjadi wacana yang diajarkan atau dikotbahkan dalam perayaan hari keagamaan sedangkan perwujudan dalam hidup sehari-hari masih terlalu jauh. Bila semua orang melakukan nilai-nilai ajaran agamanya maka pasti sikap “emoh negara” tidak akan pernah ada. Semua agama mengajarkan kejujuran, pembelaan kaum miskin, keadilan dan nilai bagus lainnya. Tapi semua nilai itu sulit dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Seorang yang ingin jujur dalam mengurus KTP ternyata dia harus menahan kejengkelan sebab urusan mudah menjadi berbelit-belit dan lama. Maka akhirnya dia memutuskan untuk membayar. Kejujuran yang ingin diwujudkan akhirnya terkalahkan oleh perilaku tidak jujur di sekitarnya.

Gus Dur pernah dalam sebuah kesempatan mengatakan bahwa bangsa kita memang bangsa yang percaya pada Allah tapi bukan bangsa beriman. Beriman berarti bila dia mampu mewujudkan kepercayaannya kepada Allah dalam sikap hidup dan perilaku sehari-hari. Maka bangsa ini perlu pertobatan. Bertobat bukan hanya sekedar menjalankan perintah agamanya tapi mengubah hati atau memurnikan hati sehingga suara hati nurani yang mengajarkan kebenaran dapat terdengar jelas dalam dirinya. Pertobatan berarti mengubah hidup seturut kehendak Allah, sehingga dapat memberi buah-buah pertobatan yang dapat dirasakan oleh orang lain.

Pertobatan membutuhkan pengorbanan diri. Menjunjung kejujuran atau kebenaran bukan suatu yang mudah ditengah para koruptor. Misalnya bila kena tilang maka tidak perlu membayar polisi di tepi jalan tapi berkurban untuk mengikuti sidang meski harus membuang waktu dan tenaga. Kita berani menyerukan dan berjuang mempertahankan keadilan bila ada keadilan yang ditindas dan sebagainya. Mungkin apa yang kita lakukan tidak akan mengubah para pejabat saat ini, tapi pertobatan itu menjadi benih yang akan berbuah dikemudian hari, sehingga sikap “emoh negara” tidak lagi dilakukan oleh anak-anak kita atau generasi mendatang.

Minggu, 21 November 2010

YESUS RAJA SEMESTA ALAM


Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam bacaan misa diambil dari peristiwa penyaliban. Suatu yang sangat kontras. Mengapa Yesus disebut sebagai raja? Padahal para prajurit mengolokNya sebagai raja “Juga prajurit-prajurit mengolok-olokkan Dia; mereka mengunjukkan anggur asam kepada-Nya dan berkata: "Jika Engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkanlah diri-Mu!” (Luk 23:36-37). Pilatus menempelkan tulisan INRI atau Iesus Nazarenus, Rex Iudaeorum atau dalam bahasa Yunani Iesous ho Nazoraios ho Basileus ton Ioudaion, di atas kayu salib tampaknya juga bukan sebagai pengakuannya kepada Yesus sebagai raja. Pengakuan yang tulus hanya datang dari seorang penjahat yang turut disalibkan. Apakah pengakuan penjahat itu menjadi dasar pilihan bacaan dalam misa? Bukankah lebih baik diambil dari Yohanes 6 dimana orang-orang ingin mengangkatNya menjadi raja setelah mereka melihat mujijat yang dilakukanNya?

Di salib Yesus kehilangan kuasaNya sama sekali. Dia yang mampu melakukan hal hebat ternyata disalib Dia jadi tidak berdaya padahal orang sangat mengharapkan Dia mampu melakukan sesuatu yang dapat menjadi bukti kemesiasanNya. Seandainya saat itu Dia mau turun dari salib atau melakukan hal hebat tentu Dia akan langsung diangkat sebagai Mesias yaitu raja yang mengembalikan kekuasaan Daud bapa leluhur mereka. Beberapa ahli tafsir berpendapat bahwa Yudas adalah salah satu dari orang Yahudi yang ingin memaksa Yesus untuk menunjukkan bahwa Dia adalah Mesias atau bukan. Bangsa Yahudi percaya bahwa mesias akan muncul pada saat Paskah Yahudi di Yerusalem. Maka kehadiran Yesus di Yerusalem disambut dengan gegap gempita oleh rakyat sebab dianggap sebagai awal dari penegasanNya sebagai mesias. Yudas ingin mempercepat hal itu dengan membenturkan Yesus dengan kekuasaan. Maka ketika Yesus diperlakukan dengan keji dan diam saja, Yudas menjadi kecewa dan merasa bersalah sehingga dia gantung diri. Tapi para prajurit dan banyak orang masih ingin membuktikan kemesiasan sampai Yesus disalibkan. Mereka sengaja mengolok agar Yesus membuktikan kemesiasanNya.

Hakekat ke-raja-an Yesus, bukan kerajaan dalam arti teritori, ternyata tampak dalam kelemahanNya. Bukan dari apa kata prajurit yang mengolok atau tulisan INRI. Di salib kekuasaan Yesus tidak habis. Dia masih mempunyai kuasa surgawi sehingga Dia mengatakan pada penjahat di sisinya, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” Ini bukan janji kosong tapi sabda yang penuh kuasa bahwa Yesus berhak menentukan orang untuk masuk surga atau tidak. Dia menunjukkan kekuasaanNya atas surga. Lalu bagaimana dengan kekuasaanNya di bumi? Apakah masih tampak kekuasaanNya pada saat Dia sampai pada titik terendah kelemahan manusiaNya. Sejak awal Yesus mengatakan bahwa kekuasaan yang dimilikiNya berbeda dengan kekuasaan raja duniawi. Raja duniawi berkuasa dengan tangan besi sedangkan Dia adalah raja yang lemah lembut.

Kekuasan di bumi yang dimiliki Yesus bukan untuk menguasai manusia seperti para penguasa duniawi. Kekuasaan Yesus adalah untuk menjadikan manusia kembali memiliki martabatnya yang rusak oleh dosa atau telah dirusak oleh sesamanya dengan berbagai cara pemiskinan. Kekuasaan Yesus adalah kekuasaan membebaskan bukan menindas. Penindasan yang paling mengerikan bagi manusia bukan dari luar dirinya tapi berasal dari dalam diri manusia yaitu dalam bentuk dosa yang mengeram dalam hati. Dosa menekan manusia sehingga membuat hidupnya menjadi tidak bahagia. Manusia dapat menekan rasa berdosa dalam hatinya yang paling dalam, tapi bayangan dosa itu akan terus menghantuinya dimana saja dan kapan saja. Hal ini membuatnya menderita. Penderitaan ini dapat diwujudkan dalam sikap hidup yang juga membuat orang lain menderita. Semakin orang menumpuk dosa, semakin mudah dia bersikap yang sangat meresahkan masyarakat. Maka bila ingin membangun masyarakat yang bahagia satu-satunya jalan adalah dengan pembebasan manusia dari dosa. Salib adalah kurban untuk membebaskan dosa manusia di dunia. Dengan demikian di salib Yesus memiliki kuasa surgawi dan duniawi. Dia memang raja semesta alam

Selasa, 16 November 2010

DAUD DAN BATSYEBA: CERMIN


Kematian Uria membuat Daud merasa aman, sehingga dia dapat mengambil Batsyeba sebagai istrinya tanpa ada orang yang mengusiknya lagi. Ternyata sekali lagi apa yang diperhitungkannya salah. Masih ada nabi Natan yang mengetahui semua masalah itu. Mungkin selama ini nabi Natan diam saja melihat segala tingkah polah Daud yang melanggar keadilan, sebab dia adalah raja. Tapi setelah kematian Uria maka nabi Natan tidak bisa tinggal diam. Dia menunjukkan dirinya sebagai nabi yaitu orang yang membawa suara Allah demi kebaikan manusia. Nabi Natan seorang yang cerdik. Dia tidak langsung menegur Daud sebab teguran dapat membuat Daud membangun benteng pertahanan diri dan mencari-cari pembelaan diri serta kambing hitam lagi.

Nabi Natan bercerita mengenai orang yang memiliki domba. Daud yang mempunyai latar belakang gembala sangat memahami perasaan yang tumbuh antara gembala dan domba peliharaannya. Maka mendengar cerita nabi Natan itu Daud langsung bereaksi dengan sangat keras. “Lalu Daud menjadi sangat marah karena orang itu dan ia berkata kepada Natan: "Demi TUHAN yang hidup: orang yang melakukan itu harus dihukum mati. Dan anak domba betina itu harus dibayar gantinya empat kali lipat, karena ia telah melakukan hal itu dan oleh karena ia tidak kenal belas kasihan." (2 Sam 12:5-6). Mendengar ini langsung nabi Natan menunjukkan bahwa orang yang dimaksud itu adalah dirinya sendiri. Dapat dibayangkan betapa terkejutnya Daud saat itu. Inilah kehebatan nabi Natan. Dia menghormati Daud sebagai raja dan tidak ingin membuka aibnya. Bila dia mengungkapkan dosa Daud di muka umum, maka akan timbul gejolak dalam kerajaan Israel. Maka dia bercerita yang menyentuh sisi hidup Daud sebagai gembala, sehingga Daud bereaksi dan memutuskan hukuman bagi dirinya sendiri.

Manusia berusaha menyimpan dosanya serapat mungkin dalam hatinya yang terdalam. Tapi bayangan dosa itu menghantuinya sehingga membuatnya gelisah, marah dan malu pada diri sendiri. Kemarahan akan kelemahan diri ini tampak dari reaksi yang cepat dan keras bila melihat orang lain melakukan dosa yang sama. Yesus tidak menyembunyikan dosa, sehingga Dia tidak bereaksi cepat dan keras terhadap para pendosa yang datang padaNya. Pengadilan yang mengerikan adalah pengadilan yang dilakukan kaum pendosa yang tidak mau mengakui dosanya. Mereka mengungkapkan kebencian pada diri kepada orang lain yang dianggap mengingatkan akan dosanya. Seorang teman yang suka mencuri dengan memanfaatkan jabatan dan status yang disandangnya menjadi orang yang kejam bila menghakimi pencuri yang tertangkap. Sebetulnya dia malu pada dirinya dan ingin mengadili dirinya sendiri.

Baru-baru ini banyak dibicarakan kasus salaman antara antara Tifatul Sembiring dengan Michelle Obama. Tifatul terkenal sebagai orang yang tidak mau bersalaman dengan perempuan yang bukan mukhrimnya. Ketika tertangkap kamera dia bersalaman dengan Michelle Obama maka beberapa orang mempertanyakan hal itu. Reaksi yang terjadi adalah Tifatul berusaha melakukan pembelaan diri dan mencari kambing hitam yang memperkeruh masalah, sebab yang dijadikan kambing hitam adalah seorang ibu negara adikuasa. Seandainya dia mau mengakui kesalahannya dan tidak mencari kambing hitam serta pembelaan diri maka masalah tidak akan melebar sampai dibahas oleh media asing. Maka pentingnya sikap berani untuk bertanggungjawab dan mengakui kelemahan diri dan tidak berusaha mencari kesalahan orang lain.

Orang yang mudah sekali menyalahkan orang lain adalah orang yang tidak berani bercermin. Dengan bercermin maka orang akan mampu melihat dirinya sendiri apa adanya. Hal ini pun tidak akan menyelesaikan masalah bila dia tidak mau menerima diri dan segala kelemahan yang ada pada dirinya. Banyak orang yang mudah menyalahkan sesama sebab dia ingin lari dari beban kelemahan yang ada pada dirinya. Dengan menunjukkan kesalahan orang lain dia berharap bahwa pandangan orang akan tertuju pada orang lain bukan pada dirinya. Daud setelah bercermin dia bertobat dan mengakui kesalahannya. Dia menyadari segala kesalahannya dan mohon ampun pada Allah.

DAUD DAN BATSYEBA: URIA POTRET ORANG DIKALAHKAN


Uria disebut orang Het yaitu suku bangsa keturunan Nuh. Nuh mempunyai 3 anak yaitu Sem, Ham dan Yafet. Ham mempunyai anak bernama Kush, Misraim, Put dan Kanaan dan Kanaanlah nenek moyang Uria, “Kanaan memperanakkan Sidon, anak sulungnya, dan Het, serta orang Yebusi, orang Amori dan orang Girgasi; orang Hewi, orang Arki, orang Sini, orang Arwadi, orang Semari dan orang Hamati; kemudian berseraklah kaum-kaum orang Kanaan itu.” (Kej 10:15-18). Sedang Daud adalah keturuan dari Sem yang juga menjadi moyang dari Abraham dan Yakub. Dengan demikian Uria dan Daud sebetulnya masih satu saudara dari keturunan Nuh.

Uria mungkin sudah mendengar rumor bahwa istrinya diambil Daud. Sebagai seorang raja pasti Daud tidak lepas dari perhatian banyak orang terutama para pegawai di istananya. Segala gerak geriknya akan menjadi bahan pembicaraan pegawainya yang berkembang menjadi gosip. Kehadiran Batsyeba ke istana atas panggilan Daud pasti diketahui oleh pegawai istana dan menjadi bahan gunjingan. Serapat-rapatnya sebuah aib ditutupi pasti lambat laun akan tercium oleh orang. Aib Daud dan Batsyeba sampai ke telinga Uria yang sedang bertempur bersama Yoab. Dapat dibayangkan betapa hancur hati Uria ketika mendengar bahwa istrinya diambil oleh Daud.

Nabi Natan memberikan perumpamaan perbedaan yang mencolok antara Daud dan Uria. "Ada dua orang dalam suatu kota: yang seorang kaya, yang lain miskin. Si kaya mempunyai sangat banyak kambing domba dan lembu sapi; si miskin tidak mempunyai apa-apa, selain dari seekor anak domba betina yang kecil, yang dibeli dan dipeliharanya. Anak domba itu menjadi besar padanya bersama-sama dengan anak-anaknya, makan dari suapnya dan minum dari pialanya dan tidur di pangkuannya, seperti seorang anak perempuan baginya.” (2 Sam 12:1-3). Bila melihat gambaran nabi Natan ini kemungkinan Batsyeba belum pernah disentuh oleh Uria. Dia dirawat sejak kecil dan suatu saat akan dijadikan istrinya. Tapi sebelum hal itu terjadi Batsyeba sudah disentuh oleh Daud hingga hamil. Tentu Uria sangat kecewa sekali. Dia pulang dengan harapan Daud akan menjelaskan duduk perkaranya dan meminta maaf padanya. Ternyata Daud hendak menjebaknya dan melepaskan tanggungjawab.

Hal yang sangat tragis Uria membawa surat kematiannya sendiri. Dia tentu paham bahwa Daud tidak berhasil menjebaknya. Maka dia disuruh segera kembali ke pertempuran dengan membawa surat kematian bagi dirinya. Apakah Uria tidak curiga dengan surat yang dibawanya? Ada kemungkinan dia sudah curiga bahwa surat itu pasti bukan hal yang menyenangkan bagi dirinya. Tapi dia setia membawanya dan menyerahkan kepada Yoab. Meski hatinya hancur Uria tetap menjalankan tugasnya sebagai prajurit. Dia berangkat ketika diutus untuk bertempur di pertempuran yang paling berat. Dia pasti kecewa ketika sedang bertempur tiba-tiba semua kawannya pergi meninggalkannya sehingga dia akhirnya mati ditangan musuh.

Uria adalah gambaran orang yang diperlakukan tidak adil tapi tidak berdaya untuk melawan ketidakadilan yang menimpanya. Ada jutaan orang yang terpaksa menjalani hidup dalam kepahitan akibat kesewenang-wenangan penguasa. Orang-orang di pedalaman yang tanah leluhurnya dirampas oleh penguasa yang telah memiliki ribuan hektar tanah dengan menggunakan hukum-hukum yang tidak dipahami oleh pemilik tanah itu. Dengan segala tipu daya dan trik-trik yang licik atau pembiusan. Bila mereka memiliki kesadaran dan berusaha mempertahankan atau merebut tanah mereka kembali maka akan datang pasukan bersenjata yang menumpas mereka dengan alasan yang dibuat-buat. Bahkan tidak jarang mereka dicap sebagai pemberontak dan diperlakukan secara tidak manusiawi. Beberapa orang kurban lumpur Lapindo menjadi gila sebab tanah milik mereka satu-satunya dirampas oleh orang yang berkuasa tanpa ganti rugi yang sesuai. Masih banyak lagi Uria-Uria jaman ini yaitu orang-orang yang dikalahkan dan tidak berdaya menghadapi kelicikan dan keserakahan penguasa. Mereka dikurbankan oleh penguasa demi keuntungan pribadi sang penguasa.

Senin, 15 November 2010

DAUD DAN BATSYEBA: JABATAN YANG MEMABUKKAN


Daud dapat dikatakan sebagai pribadi yang sempurna. Dia seorang yang diberkati Allah dan hidupnya dikuasai oleh Roh Allah. “Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud.” (1 Sam 16:13). Dia adalah raja besar di kerajaan Israel. Sejak muda dia sudah menjadi prajurit yang handal. Hanya dengan berbekal batu sungai dia dapat mengalahkan Goliat, pahlawan Filistin yang sangat ditakuti tentara Israel. Kemenangan demi kemenangan diraihnya ketika dia memimpin pasukannya bertempur melawan musuh-musuh Israel. Dia pun dikenal sebagai pemain musik yang handal sehingga banyak mazmur ditulis seolah tulisan Daud. Semua anugerah yang telah diberikan Allah padanya membuat Daud terlena. Dia menggunakan kekuasaannya untuk melakukan kejahatan.

Dengan kekuasaan yang dimilikinya Daud telah berlaku sewenang-wenang terhadap orang lain. Dia tahu bahwa Batsyeba adalah istri Uria, salah satu prajuritnya. Tapi dia tetap melakukan dorongan hatinya untuk memiliki Batsyeba. Setelah tahu bahwa Batsyeba hamil Daud tidak mau mengakui kesalahannya. Dia bahkan menghukum mati Uria yang sebetulnya orang yang dirugikan. Hal yang sangat mengerikan adalah Uria harus membawa surat kematiannya. Sebagai bawahan Uria tidak berdaya ketika tahu bahwa istrinya telah dirampas darinya dan dia harus membawa surat kematiannya sendiri. Daud lebih mementingkan menjaga nama baiknya yang dapat tercoreng oleh tindakannya sendiri, sehingga tega membunuh salah satu prajuritnya yang telah berjuang demi mempertahankan kerajaan yang dipimpinnya.

Kekuasaan dapat membuat seseorang lupa akan dirinya. Banyak penguasa-penguasa yang semula baik tapi setelah beberapa saat berkuasa dia mulai menunjukkan kesombongannya. Dia terlelap oleh kemewahan dan kenikmatan sebagai penguasa sehingga melakukan hal-hal yang berlawanan dari hakekat penguasa yaitu melindungi rakyatnya dan membuat rakyatnya hidup sejahtera. Salomo anak Daud dari Batsyeba dikenal sebagai orang yang paling bijak di seluruh dunia. “Dan Allah memberikan kepada Salomo hikmat dan pengertian yang amat besar, serta akal yang luas seperti dataran pasir di tepi laut, sehingga hikmat Salomo melebihi hikmat segala bani Timur dan melebihi segala hikmat orang Mesir.” (1 Raj 4:29-30). Tapi dia pun akhirnya jatuh dalam dosa pada masa tuanya.

Jean Vanier (10 September 1928) pendiri komunitas L’Arche yaitu komunitas orang-orang yang mengalami keterbelakangan mental menulis bahwa menjadi pemimpin bukan untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah yang terbaik, atau sangat populer. Pemimpin bukanlah untuk menjadi seorang superior atau sangat hebat. Pemimpin adalah orang yang mampu menumbuh kembangkan orang yang dipimpinnya dan memperteguhnya. Apa yang dikatakan Jean Vanier selaras dengan prinsip Ki Hadjar Dewantara (2 Mei 1889 – 26 April 1959) bahwa pemimpin itu “Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” artinya di depan memberi teladan, di tengah memberi semangat dan mendukung dari belakang. Pemimpin semacam ini tidak akan menggunakan kekuasaannya untuk berbuat sewenang-wenang.

Kita semua juga menjadi pemimpin entah dalam skala kecil di rumah sendiri atau dalam skala yang lebih luas di tengah masyarakat atau di tengah umat Gereja. Sering kali kita pun menemui pemimpin yang menggunakan kekuasaannya untuk berbuat sewenang-wenang. Membuat aturan sesuai yang diinginkan meski mengurbankan banyak pihak. Kita pun dapat mabuk kekuasaan sehingga melakukan tindakan-tindakan yang sangat merugikan orang lain. Menjadi sombong dan melihat kekuasaan sebagai sesuatu yang harus dipertahankan sehingga lupa bahwa kekuasaan adalah untuk melayani dan mengembangkan sesama. Allah memberi kekuasaan untuk mensejahterakan orang lain bukan untuk menyengsarakan. Maka Yesus mengingatkan bahwa pemimpin adalah hamba yang berusaha untuk membahagiakan orang yang dipimpinnya.

Minggu, 14 November 2010

DAUD DAN BATSYEBA: DOSA MULA-MULA KECIL DAN BIASA


Daud melihat Batsyeba mandi adalah sebuah dosa tapi masih merupakan dosa kecil, sebab hal itu dilakukan tanpa sengaja. Tapi dosa yang kecil ini tidak dihentikan. Daud lalu mulai mencari tahu siapa perempuan cantik yang dilihatnya. Setelah diberitahu bahwa itu adalah Batsyeba istri Uria salah satu perwiranya yang sedang berperang melawan Bani Anom, Daud tidak mau berhenti memupuk dosanya. Dia lalu memanggil Batsyeba ke istananya. Sebagai seorang rakyat apalagi istri seorang asing, sebab Uria orang Het. Orang Het adalah keturunan Kanaan anak dari Ham, anak dari Nuh. Ternyata Daud melakukan hal yang tidak pantas terhadap istri perwiranya sampai Batsyeba hamil. Kehamilan Batsyeba membuat Daud panik.

Seorang raja yang menghamili istri perwiranya tentu akan menjadi skandal besar. Batsyeba pun menuntut agar Daud bertanggungjawab terhadap perbuatannya. Untuk menutupi kebusukan dirinya Daud menggunakan akal licik. Dia memanggil Uria untuk kembali dari pertempuran. Lalu berusaha menyenangkan hati Uria dengan memberi hadiah-hadiah dan menyuruhnya pulang. Daud berharap bahwa kepulangan Uria dapat menutupi dosanya, sebab orang akan menduga bahwa kehamilan Batsyeba sebab Uria telah pulang dari peperangan. Tapi rencana Daud tidak berjalan dengan baik. Skandal yang telah dibuatnya tentu telah menjadi rumor dan sampai ke telinga Uria, tapi sebagai bawahan Uria tidak kuasa melawan Daud yang dianggap sebagai raja besar dan orang pilihan Allah. Bila dia melawan Daud maka dia akan melawan seluruh orang Israel, apalagi dia seorang asing.

Uria tidak mau pulang meski dibujuk oleh Daud agar pulang ke rumahnya. Uria tidak ingin dijadikan kurban untuk menutupi kesalahan Daud. Seharusnya Daud meminta maaf padanya tapi hal itu tidak dilakukan. Uria menolak perintah Daud untuk pulang ke rumahnya dengan memberi alasan yang tepat. “Tetapi Uria berkata kepada Daud: "Tabut serta orang Israel dan orang Yehuda diam dalam pondok, juga tuanku Yoab dan hamba-hamba tuanku sendiri berkemah di padang; masakan aku pulang ke rumahku untuk makan minum dan tidur dengan isteriku? Demi hidupmu dan demi nyawamu, aku takkan melakukan hal itu!" (2 Sam 11:11). Jawaban ini menunjukkan betapa besar rasa solidaritas Uria terhadap kawan-kawan seperjuangannya. Tapi jawaban itu juga dapat dilihat sebagai sindiran kepada Daud. Dimana dia seharusnya turut bertempur ternyata dia memilih menikmati diri bahkan melakukan hal yang tidak pantas.

Daud kecewa bahwa rencananya tidak berjalan baik. Maka dia mengutus Uria kembali sambil membawa surat kematiannya. Daud meminta Yoab agar menempatkan Uria di pertempuran yang paling hebat lalu meninggalkannya. Perintah itu dilaksanakan oleh Yoab dengan baik sehingga Uria mati. Kematian Uria menjadi alasan bagi Daud untuk mengambil Batsyeba sebagai istrinya. Pada jaman itu adalah sebuah kemuliaan bagi seorang prajurit bila dia tewas di pertempuran maka istrinya dijadikan istri rajanya. Ini penghargaan seorang raja terhadap prajuritnya yang dianggap sebagai pahlawan. Daud menggunakan kematian Uria untuk menunjukkan kebesaran hatinya dengan mengambil Batsyeba sebagai istri. Daud berusaha menampilkan diri sebagai pahlawan dari penderitaan sesama. Ini sebuah tindakan yang sangat jahat.

Apa yang dilakukan oleh Daud terus berlangsung sampai saat ini. Orang berbuat dosa dan tidak mau menghentikan dosanya tapi terus menutupinya dengan dosa lain yang lebih besar. Semua orang malu bila berbuat dosa, sebab dosa dapat merusak harga diri dan martabatnya maka dia berusaha mencari alasan untuk membenarkan tindakannya dan membuat pembelaan diri bahkan tidak jarang mencari kambing hitam. Hal ini sebetulnya akan semakin memperdalam dosa dan melukai semakin banyak orang. Oleh karena itu perlu kerendahan hati untuk mengakui dosa dan kelemahan yang telah dibuatnya, sehingga dosa dapat dihentikan. Kebesaran seseorang bukan karena dia tidak punya dosa melainkan dia berdosa dan berani bertobat untuk mempertanggung jawabkan dosanya. Pertobatan dapat menghentikan dosa yang lebih besar.

DAUD DAN BATSYEBA: LUPA DIRI


Dalam 2 Sam 11:1-27 dikisahkan tentang Daud dan Batsyeba. Daud sedang tidak berperang. Ketika bangun tidur pada sore hari dia berjalan-jalan di atas atap rumahnya. Dia melihat Batsyeba sedang mandi dan tertarik dengan kecantikan Batsyeba. Mungkin hal ini terjadi tanpa disengaja. Daud tidak merencanakan untuk melihat Batsyeba yang sedang mandi. Mungkin juga hal ini telah direncanakan, sebab harusnya dia berperang tapi dia tetap tinggal di istananya dan menyuruh Yoab untuk berperang melawan Bani Amon. “Pada pergantian tahun, pada waktu raja-raja biasanya maju berperang, maka Daud menyuruh Yoab maju beserta orang-orangnya dan seluruh orang Israel. Mereka memusnahkan bani Amon dan mengepung kota Raba, sedang Daud sendiri tinggal di Yerusalem.” (2 Sam 11:1).

Daud tampaknya sudah menikmati kemewahan dan kemapaman sebagai raja sehingga dia tidak maju berperang lagi meski biasanya pada saat itu raja-raja sedang berperang. Daud menikmati istirahat sore ketika pasukannya sedang berjuang melawan Bani Amon. Seorang pemimpin yang baik dia selalu terikat dengan rakyatnya. Daud bukan hanya raja tapi dia juga panglima perang, sebab dari muda dia sudah menjadi pemimpin pasukan. Kehadiran seorang raja sangat penting dalam sebuah pertempuran. Kehadiranya sangat menguatkan moral pasukan dalam berperang. Mereka akan lebih berani dan bersemangat sebab melihat rajanya ada di tengah mereka. Kemapaman tampaknya telah membuat Daud lupa akan tugasnya sebagai panglima perang.

Baru-baru ini berbagai media banyak mengungkapkan keprihatinnya atas sikap Irwan Prayitno, gubernur Sumatera Barat yang pergi ke Jerman pada saat Mentawai terkena tsunami. Memang sumber disana mengatakan bahwa kepergian gubernur untuk masa depan Sumatera Barat agar lebih maju dan berkembang. Niat itu sangat baik dan patut dipuji, sebab gubernur sangat memikirkan perkembangan daerah yang dipimpinnya. Tapi hal yang sangat memprihatinkan adalah dia pergi saat daerahnya terkena tsunami yang menelan ratusan korban meninggal, hilang dan terpaksa mengungsi. Seharusnya dia berada ditengah para korban untuk menguatkan mereka dan mengatur bagaimana agar mereka dapat terpenuhi kebutuhan pokoknya. Kalau toh dia menjadi pembicara maka semua pendengarnya pun akan sangat memaklumi ketidakhadirannya. Kalau toh pertemuan itu sangat penting, orang yang diajak bertemu pun akan memahami dan bersedia untuk membuat agenda ulang. Ketidakhadirannya pada saat daerahnya terkena tsunami menunjukkan bahwa dia seorang pemimpin yang tidak punya rasa empati pada rakyatnya meski dia berasal dari partai yang berbasis agama.

Kenyamanan dan kemapaman dapat mengubah seseorang. Orang yang semula berjuang demi sesamanya tapi setelah menikmati jabatan dan kenyamanan hidup dia melupakan teman-teman seperjuangan dan perjuangannya sendiri. Sikap ini dapat merasuk dalam diri setiap orang. Seorang bapa yang semula ketika usahanya masih kecil dan sederhana merupakan bapa yang baik bagi anak dan istrinya, tapi setelah usahanya berkembang pesat dia menjadi bapa yang dibenci oleh anak dan istrinya. Sikapnya berubah. Semula dia suka di tinggal di rumah bersama keluarga tapi kini dia lebih suka menghabiskan waktunya untuk mencari kesenangan di luar rumah. Lambat laun keluarganya mulai berantakan dan akhirnya semua bubar.

Harta, jabatan dan kesuksesan dapat membuat orang lupa diri sehingga meninggalkan keluarga, visi dan komitmen hidupnya. Yesus suatu kali akan diangkat menjadi raja tapi Dia segera meninggalkan orang-orang itu. Dia tahu bahwa harta, kesuksesan dan kekuasaan merupakan godaan besar yang dapat membuatNya meninggalkan tujuan hidupNya yaitu menyelamatkan manusia. Memang kita boleh dan sah saja untuk menikmati apa yang sudah kita peroleh tapi jangan sampai semua itu membuat kita melupakan tujuan hidup kita. Jangan sampai semua yang ada pada kita memisahkan kita dari orang yang telah turut membesarkan kita. Semua yang kita peroleh hendaknya menjadi dorongan untuk lebih maju lagi dan memperteguh komitmen serta visi hidup.

Sabtu, 13 November 2010

DAUD DAN BATSYEBA: PENGGEMBALA MENJADI RAJA


Dalam Kitab Suci, nama Daud sering muncul. Dalam Perjanjian Lama ditulis sebanyak 921 kali dan dalam Perjanjian Baru disebut 56 kali. Musa dalam Perjanjian Lama hanya 725 kali dan 86 kali dalam Perjanjian Baru. Dari seringnya nama ditulis dan tersebar dalam banyak kitab, maka menunjukkan bahwa Daud adalah orang penting di Israel. Dia seorang pemimpin besar Israel yang mampu memimpin bangsa Israel menjadi sebuah bangsa besar. Daud dipilih Allah melalui Samuel untuk menggantikan Saul yang dianggap sudah dikuasai oleh roh jahat “Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud. Lalu berangkatlah Samuel menuju Rama. Tetapi Roh TUHAN telah mundur dari pada Saul, dan sekarang ia diganggu oleh roh jahat yang dari pada TUHAN.” (1Sam 16:13-14).

Daud menjadi raja pada tahun 1000 SM sampai 970 SM. Karirnya dimulai dengan mengalahkan Goliat, pejuang Filistin yang tubuhnya sangat besar. Kemenangan ini membuatnya diperhatikan Saul. Dia pun bersahabat dengan Yonatan anak Saul. Sejak itu dia sering diutus oleh Saul untuk bertempur. Kemenangan demi kemenangan diraihnya sehingga dia pun diangkat menjadi pempimpin. Kemenangan Daud dalam berbagai peperangan membuatnya menjadi sangat terkenal dan dicintai rakyat. Banyak rakyat memuji-mujinya, sehingga membuat Saul menjadi iri hati. Beberapa kali dia ingin membunuh Daud tapi selalu gagal. Dia pun menyusun rencana licik untuk membunuh Daud. Saul mengijinkan Daud menikah dengan Milkha anak perempuannya dengan mas kawin 200 kulit khatan orang Filistin dengan harapan Daud akan dibunuh oleh orang Filistin. Tapi Daud mampu memenuhi mas kawin itu dan dia menikah dengan Milkha. Akhirnya Daud berhasil menjadi raja setelah Saul mati dalam peperangan.

Meski Daud adalah orang yang dikuasai oleh Roh Allah tapi dia juga adalah manusia yang tidak luput dari dosa. Dosa yang paling berat adalah perkawinannya dengan Batsyeba istri Uria. Akibat dosa ini maka dia dihukum Allah yang diwartakan oleh nabi Natan. “Dan Natan berkata kepada Daud: "TUHAN telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati. Walaupun demikian, karena engkau dengan perbuatan ini telah sangat menista TUHAN, pastilah anak yang lahir bagimu itu akan mati.” (2Sam 12:13-14). Daud menyesali dosanya dan dia mohon ampun pada Allah dengan melakukan puasa tapi hukuman Allah tidak berubah. Anak yang dikandung Batsyeba akhirnya meninggal dunia setelah mengalami sakit. Daud menjadi raja sekitar 30 tahun sampai meninggal pada masa tuanya. Dia digantikan oleh Salomo anaknya dari Batsyeba

Salomon dikenal sebagai raja yang bijaksana, tapi dia pun tidak luput dari dosa. “Bukankah Salomo, raja Israel, telah berbuat dosa karena hal semacam itu? Walaupun di antara begitu banyak bangsa tidak ada seorang raja seperti dia, yang dikasihi Allahnya dan diangkat oleh Allah itu menjadi raja seluruh Israel, namun dia pun terbawa ke dalam dosa oleh perempuan-perempuan asing itu.” (Neh 13:26). Setelah Salomo wafat kerajaan Israel pada tahun 931 SM terpecah menjadi dua. Kerajaan di utara disebut kerajaan Israel dengan ibu kota Samaria sedang yang diselatan disebut kerajaan Yehuda dengan ibu kota Yerusalem. Kerajaan Israel pada tahun 722 SM dikalahkan oleh Asyur dan semua penduduknya dibuang ke Asyur. Sedang kerajaan Yahuda pada tahun 586 dikalahkan kerajaan Babel dan penduduknya dibuang ke Babel. Hancurnya kerajaan Yehuda membuat bangsa Israel mengharap akan ada keturunan Daud yang akan memulihkan kejayaan kerajaan Israel.

Harapan bangkitnya kembali kerajaan Daud terus berkumandang dalam hati orang Israel. Ketika Yesus berkarya bangsa Israel berharap bahwa Dia lah mesias yang akan memulihkan kerajaan Israel. Maka beberapa kali orang memberiNya gelar Anak Daud, yaitu tokoh harapan Israel. Dengan demikian Daud adalah tokoh besar bangsa Israel dan terus hidup sebab dia masih dinantikan kedatangannya untuk mengembalikan kejayaan kerajaan Israel.

Jumat, 12 November 2010

YESUS, YOHANES DAN MURID PERTAMA: MARI LIHATLAH


Ketika dua murid Yohanes bertanya dimanakah Yesus tinggal, Dia tidak menjelaskan tempat dimana Dia tinggal tapi mengajak mereka. "Marilah dan kamu akan melihatnya." (Yoh 1:39). Jawaban ini menunjukkan bahwa Yesus ingin murid Yohanes mengalami hidup bersamaNya. Dengan tinggal bersama Dia maka mereka diharapkan dapat mengenalNya secara pribadi. Mereka diajak menyatu denganNya sehingga mereka dapat memahami sendiri arti Anak Domba Allah seperti yang dikatakan oleh gurunya. Pemahaman yang berasal dari pengalaman berbeda jauh dengan pemahaman yang berasal dari penjelasan seseorang atau teori-teori. Pemahaman dari pengalaman akan tertanam kuat dalam hati seseorang, sebab mereka melibatkan seluruh diri. Mereka berproses sampai akhirnya mampu menyimpulkan apa yang mereka alami.

Anthony de Mello dalam bukunya berjudul Burung Berkicau mengisahkan ada seorang petualang yang mendaki sebuah gunung tinggi. Disana dia menemukan danau yang sangat indah sekali. Lalu dia menceritakan pada penduduk kota. Kagum akan cerita itu maka penduduk kota membuat lukisan danau dan membuat rutenya. Mereka lalu memasang lukisan itu di rumahnya dan menceritakan keindahan danau itu kepada setiap orang. Seolah-olah dengan memasang gambar dan mampu menceritakan kembali betapa sulitnya jalan yang ditempuh untuk mencapai ke danau itu serta betapa mengagumkan keindahannya, maka mereka merasa sudah mengetahui tentang danau itu. Mereka puas dengan mendengar pengalaman orang tanpa berusaha mencari.

Kisah ini adalah gambaran tentang iman kita. Banyak dari kita mengenal Yesus dari pengajaran para katekis, biarawan, biarawati, guru-guru agama atau orang yang sudah berusaha mencari Allah. Mendengar cerita mereka dan mengaggumi apa yang mereka ceritakan membuat orang merasa sudah menemukan Allah bagi hidupnya. Kita memang dapat mendengarkan kisah atau sharing tentang pengetahuan akan Allah. Banyak buku yang membahas siapa Allah itu dan bagaimana cara menemukanNya. Tapi iman bukanlah pengetahuan. Iman adalah keputusan untuk menyerahkan seluruh hidup kepada Allah. Keputusan itu bersumber dari pengalaman yang didukung oleh kemampuan akal budi untuk semakin meneguhkan pilihan kita. Maka tidak cukup bila hanya pengetahuan. Kita perlu berproses untuk mencari siapa Allah bagi kita. Hal ini mengandaikan kita mau tinggal bersama Yesus sehingga mengenalNya.

Saat ini banyak orang yang berpindah-pindah agama. Suatu saat memeluk agama A lalu beberapa waktu kemudian pindah ke agama B lalu C dan sebagainya. Mereka berpindah-pindah agama disebabkan kecewa dengan agamanya atau melihat bahwa agama orang lain lebih baik daripada agamanya sendiri. Hal ini dapat terjadi sebab orang hanya mendengar siapa Yesus tapi tidak berproses untuk menemukan Yesus sendiri, Mereka mendengar dari seseorang bahwa Yesus adalah Allah lalu mereka tertarik dan mengikuti Yesus tapi ternyata setelah mengikutiNya dia melihat apa yang dikatakan orang itu tidak benar. Maka mereka kecewa lalu meninggalkan Yesus. Orang yang bercerita sudah berproses sampai akhirnya dia yakin bahwa Yesus adalah Mesias. Pengalaman orang itu adalah pengalamannya pribadi. Miliknya sendiri yang dapat berbeda dengan pengalaman orang lain.

Menemukan Yesus secara pribadi bukanlah hal yang mudah. Para rasulpun ditanya oleh Yesus siapakah Dia menurut mereka. Petrus sebagai wakil para rasul mengatakan bahwa Engkaulah Mesias. Yesus pun melarang agar Petrus tidak mengatakan hal itu kepada siapapun agar semua orang berani mencari sendiri, bukan hanya menerima warisan atau apa kata orang. Untuk itu kita perlu datang pada Yesus dan tinggal bersama Dia. Memahami Dia dan segala yang dilakukanNya. Menjalankan SabdaNya dan mencari karyaNya dalam hidup sehari-hari. Banyak orang sudah merasa mengenal Yesus dari cerita orang, sehingga dia merasa tidak perlu lagi mencari siapa Yesus bagi dirinya. Tapi sungguhkah kita sudah mengenal Yesus secara pribadi dan menjadikan Dia terlibat dan berperan dalam kehidupan kita sehari-hari?

Kamis, 11 November 2010

YESUS, YOHANES DAN MURID PERTAMA: DIMANAKAH ENGKAU TINGGAL

Pertanyaan Yesus kepada dua murid Yohanes apakah yang engkau cari dijawab dengan pertanyaan baru, “Rabi dimanakah Engkau tinggal?” Apa yang dikatakan oleh kedua murid itu tampaknya tidak wajar. Mereka ditanya tapi malah balik bertanya yang tidak terkait dengan pertanyaan pertama. Tapi dalam Injil Yohanes memang beberapa kali ada “kesalah fahaman” antara apa yang dikatakan Yesus dengan tanggapan dari orang yang mendengarnya. Mungkin dua murid ini bukan orang yang suka basa basi, tapi hendak menunjukkan apa yang mereka inginkan. Mereka mengikuti Yesus hendak tinggal bersama Yesus. Dengan hidup bersama maka Yesus akan memahami apa yang dicari oleh mereka dan mereka pun dapat memahami Yesus yang diikutinya.

Saat ini banyak sekali orang membangun gereja yang dianggap sebagai rumah Yesus. Dalam gereja Katolik diletakkan Yesus yang berupa hosti di tabernakel. Bahkan saat ini ada trend untuk membangun ruangan khusus untuk ruang doa dimana orang berdoa dan bermeditasi selama beberapa waktu dihadapan tabernakel atau biasanya disebut adorasi. Beberapa orang pun mengusulkan padaku agar membangun ruang khusus untuk adorasi. Tapi permintaan itu selalu kutolak sebab selain tidak ada tempat lagi untuk membangun sebuah ruangan khusus, juga bagiku sudah ada gereja mengapa harus ada ruangan khusus lagi untuk berdoa? Bukankah mereka dapat saja berdoa dan bermeditasi di dalam gereja? Tapi mereka menganggap bahwa gereja berbeda dengan ruang adorasi, sebab ruang adorasi tidak diberi bangku dan tertutup rapat agar tidak bising oleh suara yang ada diluar ruang, sehingga mereka dapat hening. Bagiku keheningan bukan berasal dari luar tapi dari dalam diri sendiri.

Kedua murid ingin tinggal bersama Yesus bukan hendak hening melainkan hendak mengenal Yesus secara lebih pribadi. Maka setelah tinggal bersama Yesus mereka pergi dan mengatakan kepada orang lain bahwa mereka menemukan Mesias. “Andreas mula-mula bertemu dengan Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya: "Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus)." (Yoh 1:41) Perkataan Andreas inilah jawabab atas pertanyaan Yesus. Mereka mencari Mesias. Penemuan Mesias terjadi setelah mereka tinggal bersama Yesus. Maka adorasi adalah saat kita berusaha menemukan Yesus secara pribadi. Bukan sekedar duduk bersila dalam diam di ruang ber AC dan tanpa suara. Pemahaman Yesus secara pribadi mengubah seseorang dan membuat mereka menjadi pewarta seperti Andreas yang menjadi pewarta bagi Simon.

“Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam da.” (Yoh 6:56). Bagi orang Katolik Yesus tidak tinggal di luar diri tapi di dalam diri kita, Setiap kita merayakan ekaristi dan menerima tubuh Kristus maka Yesus tinggal dalam diri kita dan kita tinggal dalam diri Yesus. Maka sebetulnya kita tidak perlu susah membangun ruang untuk bisa tinggal bersama Yesus sebab Dia sudah tinggal dalam diri kita. Tapi sering kali hal ini tidak disadari sehingga kita berusaha mencari Yesus di luar diri kita. Hal yang dibutuhkan adalah hening agar dapat mendengarkan sabdaNya, sehingga kita semakin mengenal dan memahamiNya sebagai Mesias. Tapi banyak orang sangat kesulitan untuk hening. Hening bukan sekedar tidak berbicara atau tidak ada suara. Tapi hening adalah sikap batin yang siap mendengarkan. Hal yang sering terjadi dalam hening di hadapan Yesus kita sibuk dengan segala masalah hidup. Saat hening menjadi saat untuk mengungkapkan segala gejolak hati. Akibatnya dalam diri kita menjadi ribut oleh segala pemikiran yang simpang siur atau khayalan-khayalan yang meloncat-loncat. Dalam hening semua pikiran kita tertuju pada Yesus seperti seorang hamba yang menanti tuannya berbicara. Kita berusaha mendengarkan Sabda Yesus sehingga kita sungguh menyakini bahwa Dia adalah Mesias.

Minggu, 07 November 2010

YESUS, YOHANES DAN MURID PERTAMA: APAKAH YANG KAMU CARI?

Ketika dua murid Yohanes Pembaptis mengikuti Yesus, maka Yesus bertanya pada mereka, “Apakah yang kamu cari?” Bila dibaca sepintas maka pertanyaan ini dapat dianggap kurang tepat. Seharusnya Yesus bertanya “Mengapa kamu mengikuti Aku?”. Yesus tahu bahwa dua orang yang mengikutiNya adalah murid Yohanes yang sangat terkenal pada jaman itu. Sebagai murid seorang nabi maka mereka telah mendapat pengajaran dari Yohanes. Tapi kini mereka meninggalkan guru mereka dan mengikuti Yesus. Maka Yesus langsung bertanya langsung ke pokok persoalan apa yang hendak mereka cari lagi? Bukankah mereka sudah menjadi murid Yohanes lalu mengapa mereka meninggalkan gurunya dan mengikuti DiriNya?

Bila seorang murid meninggalkan gurunya lalu mengikuti guru yang lain, mungkin ada sesuatu yang tidak mereka temukan dalam gurunya tapi sesuatu itu ada pada guru yang baru. Atau dia tidak setuju dengan ajaran gurunya sehingga meninggalkannya lalu mencari guru lain yang dirasa memiliki atau mampu memberikan ajaran yang sesuai dengan harapannya. Padahal saat itu Yohanes sangat terkenal sedangkan Yesus masih belum menunjukkan siapa diriNya sesungguhnya. Yohanes Pembaptis pun tidak menyuruh kedua muridnya untuk mengikuti Yesus. Dia hanya menunjukkan Yesus sebagai Anak Domba Allah. Maka pertanyaan Yesus adalah sebuah pertanyaan yang langsung pada pokok masalahnya. Mereka murid orang terkenal lalu apa yang akan mereka cari dengan mengikuti Yesus?

“Apakah yang kamu cari?” pertanyaan ini juga menjadi pertanyaan bagi kita. Dalam hidup ini apakah yang kita cari? Waktu kecil kita punya cita-cita untuk menjadi dokter, atlit dan sebagainya. Kita berjuang untuk mewujudkan cita-cita itu meski kadang kala Allah membelokkan jalan hidup kita sehingga apa yang kita jalani hari ini jauh dari cita-cita yang pernah kita bayangkan pada masa kecil. Bila kita sudah mampu mewujudkan cita-cita kita apakah kita sudah menemukan apa yang kita cari dan berhenti melakukan pencarian? Ataukah ada cita-cita baru yang kita cari lagi? Sebagian orang menjalani hidupnya hanya mengikuti saja kemana arah hidup bergerak seperti gabus yang terbawa arus air. Mereka tidak tahu apa yang dicari dalam hidupnya.

Dalam hidup beragama pun orang sering tidak tahu mengapa dia memeluk agama ini atau itu. Mereka beragama sebab agama ini diwariskan oleh orang tua. Atau semua orang di sekitarnya beragama itu. Atau dia diminta oleh pacarnya memeluk agama itu. Masih banyak alasan lain dimana orang memeluk agama tanpa tahu apa yang dicari dari agama yang dipeluknya itu. Yesus menggambarkan Kerajaan Allah sebagai seorang saudagar yang mencari mutiara. Setelah menemukan mutiara yang indah, maka dia menjual semua hartanya untuk membeli mutiara itu. Bila orang menemukan apa yang dicari dalam imannya maka dia berani melepaskan segalanya demi iman itu. Para santo dan santa telah menemukan apa yang dicarinya dalam imannya maka mereka tidak gentar ketika harus disiksa sampai mati atau pergi jauh untuk bermisi di daerah sulit atau meninggalkan segala kepentingan dirinya demi iman itu.

Dalam hidup baik kehidupan beragama maupun kehidupan yang kita jalani di dunia, perlu kita bertanya pada diri sendiri apakah yang kita cari dalam hidup ini? Kita perlu mencari mutiara seperti yang digambarkan Yesus sehingga kita berani melepaskan semua saja demi mutiara itu. Kita mungkin masih ingat sosok Mbah Surip. Bagiku Mbah Surip sudah menemukan mutiara dalam hidupnya yaitu bermain musik. Maka dia berani meninggalkan segalanya demi bermain musik. Dia bahagia meski harus hidup susah dan jauh dari keteraturan. Masih banyak orang seperti Mbah Surip yang kadang sulit dipahami oleh orang lain. Tapi lebih banyak lagi orang yang sepanjang hidupnya tidak menemukan mutiara itu. Mereka hidup seturut yang diharapkan oleh masyarakat atau keluarganya, sehingga tidak berusaha mencari mutiara itu. Untuk menemukan mutiara itu kita perlu berusaha mengetahui apa yang kita cari dalam hidup. Setelah menemukan kita berjuang untuk mendapatkannya meski harus kehilangan banyak hal dalam hidup.

Jumat, 05 November 2010

YESUS, YOHANES DAN MURID PERTAMA: ANAK DOMBA YANG MENDERITA


Sebutan Anak Domba dapat dikaitkan dengan gambaran tentang hamba Yahwe dalam Yesaya. Dalam Yesaya 53 menggambarkan orang pilihan Allah yang akan menjalani sengsara dan menanggung dosa manusia. “Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.” (4) dan “karena ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak.” (12). Gambaran tentang hamba Yahwe atau orang yang dipilih Allah sama dengan gambaran Yesus yang mengalami penderitaan demi menanggung dosa manusia.

Penderitaan yang dialami oleh Yesus dapat dianggap sebagai hukuman Allah. Masih banyak orang yang memiliki konsep bahwa penderitaan merupakan hukuman Allah. Dalam kisah Ayub, Bildad salah satu temannya meminta agar Ayub mengakui dosanya, sebab tidak mungkin Allah menghukum orang yang tidak bersalah. “kalau engkau bersih dan jujur, maka tentu Ia akan bangkit demi engkau dan Ia akan memulihkan rumah yang adalah hakmu.” (Ayb 8:6). Konsep kaitan antara penderitaan dan dosa terus dipegang oleh banyak orang sampai saat ini. Maka ketika ada bencana alam orang lalu mengkaitkan dengan dosa penduduk setempat atau ada anak cacat maka dikaitkan dengan karma atau kutukan dari Allah dan sebagainya.

Penderitaan yang dialami Yesus bukan karena kutukan Allah atau dosa. Dia menjalani penderitaan dengan tujuan keselamatan manusia. Ini adalah sebuah pilihan bebas yang diputuskan ketika Dia berdoa di taman Getsmani. Dia dapat menghindari penderitaan itu, tapi Dia sadar bahwa semua itu adalah kehendak Allah. Dia berusaha menjalankan kehendak Allah sampai tuntas. Maka penderitaan Yesus adalah sebuah kurban yang dijalani dengan sepenuh hati dan dalam diam.

Sikap pengurbanan diri sudah semakin hilang dalam masyarakat kita. Dua hari lalu yahoo Indonesia menulis bahwa kemacetan di Jakarta disebabkan semua orang ingin menjadi raja dan dianggap sebagai raja yang harus didahulukan dan mendapat fasilitas. Akibatnya jalanan jadi macet sebab semua orang hanya berpikir tentang dirinya dan ingin dinomorsatukan. Tidak ada yang mau mengalah. Bila memberi jalan pada sesama saja sudah merasa berat bagaimana hendak memberikan nyawanya? Berkurban berarti orang tidak lagi memusatkan segala sesuatu demi kepentingannya, haknya, dan lain sebagainya yang berpusat pada diri sendiri melainkan mulai berpikir tentang orang lain. Apa yang ingin kita peroleh kita berikan pada orang lain. Bila kita ingin dapat sampai tujuan dengan cepat begitu pula orang lain. Maka beranikah kita melepaskan keinginan kita demi orang lain?

Menderita demi kebahagiaan orang lain memang berat. Kita semua ingin bahagia maka pilihan untuk menderita sering kita hindari. Bahkan yang terjadi sering kali orang demi kebahagiaan dirinya tega membuat orang lain menderita. Seorang tokoh demi merebut sebuah jabatan dia tega menebar fitnah tentang rekannya sehingga rekannya dibuang dari kedudukannya dan dia dapat menduduki jabatan yang ditinggalkan rekannya itu. Bahkan seorang anak tega menyita kekayaan orang tuanya demi menumpuk kekayaan bagi diri sendiri. Masih banyak lagi kasus dimana orang tega membuat orang lain menderita demi kebahagiaan diri sendiri. Yesus mengajarkan sebaliknya. Kita harus berani menderita demi kebahagiaan orang lain.

Memang ada orang yang tampak berkurban tapi dibalik itu ada maksud tersembunyi. Pengurbanan yang sejati tidak mempunyai maksud lain selain kebahagiaan orang lain. Bila kurban tetap terarah pada kepentingan diri sendiri, maka itu hanya sebuah tindakan manipulasi dan penipuan. Orang yang sedang jatuh cinta berani berkurban untuk pacarnya. Ini sebetulnya bukan kurban. Pengurbanan sejati adalah untuk orang yang lain bahkan musuh-musuh seperti yang dikatakan oleh Yesaya tentang hamba Yahwe.

Kamis, 04 November 2010

LIDAH MARZUKI

Akhir-akhir ini nama Marzuki Alie menjadi bahan perbincangan di berbagai media dan jejaring sosial. Hal yang membuat dia menjadi bulan-bulanan adalah pernyataannya di media yang tidak simpatik tentang kurban tsunami di Mentawai. Menurut Kompas, dia menyatakan "Kalau tinggal di pulau itu sudah tahu berisiko, pindah sajalah. Namanya kita negara di jalur gempa dan tsunami luar biasa. Kalau tinggal di pulau seperti itu, peringatan satu hari juga tidak bisa apa-apa," (27 Oktober). Sedangkan Detik.com mengutipnya "Kalau tahu berisiko pindah sajalah," imbuhnya. "Kalau rentan dengan tsunami dicarikanlah tempat. Banyak kok di daratan," sambungnya” (28 Oktober). Pernyataan yang tidak menunjukkan rasa empati dan kapasitasnya sebagai ketua DPR.

Pernyataan dia memang benar bahwa orang yang tinggal di pantai mempunyai resiko terkena tsunami sedang orang tinggal di gunung terkena resiko gunung meletus. Tapi orang memilih tinggal di pantai sebab dia seorang nelayan. Kalau semua orang tinggal di gunung siapa yang akan menjadi nelayan? Padahal negara kita adalah negara kepulauan. Disinilah tampak kedangkalan penalaran Marzuki, yang seharusnya sebagai ketua wakil rakyat dapat berpikir lebih baik lagi. Bukan seperti orang tanpa pendidikan yang suka ngobrol di tepi jalan. Meski Anas Urbaningrum menyatakan pada Detik.com “Saya tahu Pak Marzuki punya empati yang sangat mendalam. Jiwa sosialnya sangat tinggi. Mudah tergerak untuk meringankan beban orang lain yang kesulitan. Saya tahu persis karakternya yang baik dan peduli," (29 Oktober) Tapi dari lidah Marzuki sendiri dapat dinilai apakah pernyataan Anas itu benar atau salah.

Orang dikatakan mempunyai empati bukan sekedar orang memberi pada orang miskin. Menjelang pemilu atau pemilihan caleg banyak para calon yang tiba-tiba menjadi orang dermawan yang membantu orang-orang miskin. Hal ini bukan menunjukkan bahwa dia mempunyai empati tapi dia sedang mencari muka agar dipilih oleh rakyat. Sedangkan orang yang mempunyai empati itu tidak terbatas pada saat-saat tertentu. Rasa terlibat dalam penderitaan orang lain akan muncul secara otomatis bila melihat ada orang yang menderita. Rasa ini diwujudkan dalam perkataan, perbuatan dan sikapnya. Bila orang seperti Marzuki yang membuat pernyataan tidak simpatik sama sekali apalagi dalam kapasitasnya sebagai wakil rakyat, maka dapat dikatakan bahwa dia bukan orang yang memiliki rasa empati kepada sesama yang sedang menderita.

Lidah memang bagian tubuh yang sangat berbahaya, sebab lidah menyatakan apa yang ada dalam pikiran dan perasaan seseorang. Maka penulis surat Yakobus memuji orang yang mampu mengendalikan perkataannya, “barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya” (Yak 3:2). Apalagi sebagai seorang pejabat yang seharusnya melindungi rakyatnya maka setiap perkataan harus dijaga, sebab setiap perkataan mencerminkan pemerintahan dan dapat menjadi pegangan masyarakat. Perkataan Marzuki akan tidak berdampak luas bila dia seorang yang tidak berpendidikan atau bukan sebagai pejabat. Seandainya dia orang bodoh maka orang akan maklum dengan pernyataannya.

“Lidah orang bijak mengeluarkan pengetahuan, tetapi mulut orang bebal mencurahkan kebodohan.” (Ams 15:2). Jelas sekali apa yang dikatakan oleh penulis Amsal bahwa lidah seseorang dapat menjadi ukuran diri orang itu. Apakah orang itu bijak atau tidak, bodoh atau pandai semua dapat diukur dari pernyataan-pernyataannya yang keluar dari mulutnya. Maka pembelaan Anas Urbaningrum tampaknya sia-sia, bahkan akan lebih tampak sebagai sebuah perlindungan terhadap anggotanya daripada sebuah sharing pengalaman tentang sosok Marzuki. Apalagi bila ditambahkan dengan perkataan sebaiknya pernyataan itu tidak dipolitisir. Hal ini semakin mempertegas bahwa apa yang dikatakan oleh Anas bukan menunjukkan kebenaran pribadi Marzuki tapi hanya sebagai perlindungan agar orang tidak menilai jelek partai yang dipimpinnya. Apa yang dialami oleh Marzuki dapat menimpa setiap orang yang sembrono terhadap lidahnya. Maka sebaiknya kita pun dapat mengendalikan lidah kita agar tidak dinilai bebal.

Rabu, 03 November 2010

YESUS, YOHANES DAN MURID PERTAMA: ANAK DOMBA YANG DIKURBANKAN


Yesus adalah Anak Domba Allah yang menawarkan keselamatan, tapi Dia juga Anak Domba yang akan dikurbankan sebagai silih atas dosa manusia. Yesus bagaikan anak domba yang menjadi kurban Abraham sebagai pengganti Ishak. Ketika Ishak melihat bahwa Abraham membawa kayu dan api tapi tidak membawa anak domba sebagai kurban bakaran maka dia bertanya “Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?" Sahut Abraham: "Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.” (Kej 22:7-8). Abraham yakin bahwa Allah akan menyediakan anak domba sebagai kurban bakaran.

Allah yang pada jaman Abraham menyediakan anak domba untuk menjadi pengganti Ishak, kini Allah menyediakan PutraNya sebagai anak domba yang akan dikurbankan. Anak domba merupakan hewan yang penting dalam upacara keagamaan Yahudi. Anak domba dikurbankan sebagai nazar setelah sembuh dari kusta (Im 14:10-32), tebusan anak sulung (Kel 34:20), silih dosa (Im 4:32-35) dan sebagainya. Pendek kata anak domba adalah kurban silih untuk memulihkan hubungan antara manusia dengan Allah dan sesamanya. Yesus sebagai Anak Domba Allah pun dikurbankan untuk menjadi silih atas dosa kita sehingga hubungan kita dengan Allah yang rusak oleh dosa dipulihkan. Maka keselamatan yang kita peroleh sangat mahal harganya sebab keselamatan itu menggunakan darah Putra Allah. “Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya.” (Ef 1:7).

Kita yang sudah menikmati keselamatan dari pengurbanan Anak Domba Allah sering tidak menyadari akan mahalnya harga keselamatan itu. Bahkan sering meremehkan arti penebusan itu misalnya tidak serius dalam mengikuti misa, tidak persiapan cukup ketika akan menerima hosti dan sebagainya. Atau kita mensyukuri keselamatan yang telah kita terima, sehingga segala dosa dihapuskan, tapi tidak berusaha mempertahankan kesucian yang telah kita terima. Kita mensyukuri sebab diangkat sebagai anak Allah tapi tidak mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa kali aku mengikuti pertemuan doa. Orang yang datang memuji dan bersyukur atas pengurbanan yang mahal yang telah mereka terima. Tapi apakah cukup hanya bersyukur tanpa mewujudkan pada kehidupan sehari-hari? Bila Yesus sudah menjadi silih atas dosa kita apakah kita juga siap menjadi silih bagi dosa orang lain? Jika Yesus sudah berkurban bagi kita agar mendapat keselamatan apakah kita juga berani berkurban bagi sesama agar mereka selamat? Dunia saat ini menjadi egois, dimana orang hanya berpikir akan kepentingan dirinya. Orang enggan terlibat dalam masalah sesama. Apalagi bila keterlibatan itu dapat mengancam kenyamanan, posisi, jabatan apalagi jiwa kita, maka sering kita menghindarinya dan seolah tidak mengetahui ada saudara kita yang sedang mengalami masalah. Sikap yang enggan menjadi kurban bagi sesama maka tugas Gereja mengenai kemartiran diperhalus menjadi kesaksian. Padahal kemartiran adalah jelas memberikan nyawanya demi sesama dan imannya.

Pernah beberapa orang menegurku sebab aku terlibat dalam masalah sosial yang dapat membahayakan diriku. Mereka berpendapat bahwa tempatku bukan ditengah orang yang sedang berjuang untuk memperoleh hak-haknya. Alasan mereka adalah bahwa aku dapat membahayakan Gereja Katolik. Tapi bagiku pengurbanan Yesus harus terus dilakukan dalam banyak bidang. Orang tidak boleh puas hanya menerima sebaliknya harus pula mampu memberi. Apa arti pengurbananku dibandingkan dengan darah Yesus yang telah menyelamatkan bukan hanya badan tapi terlebih jiwa. Menghapus segala dosa dan memberikan kehidupan kekal. Keberanian berkurban dimulai dari rasa syukur atas keselamatan yang telah diperoleh dari pengurbanan Yesus. Inilah dasar dari segala aktifitas tindak keselamatan bagi sesama. Aku bersyukur bahwa aku menjadi pengikut Yesus sehingga mendapatkan berkah yang sedemikian besarnya. Tidak ada nabi atau pemimpin agama yang menjadi silih bagi dosa manusia. Maka sangatlah egois bila rasa syukur itu hanya dinikmati sendiri.

Selasa, 02 November 2010

YESUS, YOHANES DAN MURID PERTAMA: ANAK DOMBA KESELAMATAN


Suatu hari Yohanes Pembaptis sedang bersama dua muridnya. Dia melihat Yesus lewat lalu mengatakan kepada mereka, "Lihatlah Anak domba Allah!” (Yoh 1:36). Yohanes memperkenalkan Yesus sebagai Anak Domba Allah. Yesus yang lewat dan sebutan anak domba Allah mengingatkan akan saat akan pembebasan bangsa Israel dari Mesir. Musa mendapat perintah dari Allah agar semua orang Israel menyembelih anak domba yang tidak bercacat dan mengoleskan darahnya di palang pintu, sehingga ketika Allah yang akan membunuh semua anak sulung baik manusia maupun hewan akan melewati rumah yang diberi tanda darah anak domba. “Itulah korban Paskah bagi TUHAN yang melewati rumah-rumah orang Israel di Mesir, ketika Ia menulahi orang Mesir, tetapi menyelamatkan rumah-rumah kita.” (Kel 12:27) Yohanes seperti Musa yang menunjukkan keselamatan kepada para murid saat Yesus lewat.

Yohanes Pembaptis sebelumnya sudah memproklamasikan Yesus sebagai Anak Domba Allah kepada khalayak ramai ketika dia membaptisNya. Pada saat itu dia lebih menerangkan jati diri Yesus yang akan membaptis orang dengan Roh Kudus. Sampai akhirnya dia menyatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah. “Aku telah melihat-Nya dan memberi kesaksian: Ia inilah Anak Allah.” (Yoh 1:34). Ketika bersama para muridnya Yohanes Pembaptis melihat Yesus yang lewat. Sekali lagi dia menyatakan kepada para muridnya bahwa Yesus adalah Anak Domba Allah. Penunjukkan ini bukan sekedar menunjuk untuk memberitahu siapa nama atau julukan orang yang sedang lewat seperti bila kita menunjukkan kepada teman kita seseorang yang sedang lewat di dekat kita. Penunjukkan ini mempertegas tetang peran Yesus sebagai Anak Domba Paskah sehingga kedua murid Yohanes Pembaptis mengikuti Yesus.

Kehadiran Yesus sebagai Anak Domba Allah adalah kehadiran yang menyelamatkan manusia dari perbudakan dosa. Keselamatan terjadi bila orang mau mengikuti dan menerima ajaran Yesus. Keselamatan ini terbuka bagi siapa saja yang menanggapi tawaran dari Allah. Memang tawaran itu pertama-tama ditujukan kepada umat Israel setelah itu kepada semua orang yang mau menerimanya, sebab umat Israel menolak tawaran keselamatan yang daripadanya. Yesus menggambarkan Kerajaan Allah seperti seorang yang mengadakan perjamuan tapi orang yang diundang tidak mau datang bahkan membunuh orang yang diutus untuk mengundang. Akhirnya tuan rumah mengundang semua orang (Mat 22:1-14). Inilah gambaran orang Israel yang menolak undangan keselamatan yang diwartakan para nabi, maka tawaran keselamatan itu dialihkan kepada semua orang.

Pembebasan manusia dari segala bentuk penindasan dosa ini bukan secara otomatis seperti pada saat umat Israel mengoleskan darah anak domba maka mereka secara otomatis terluput dari bencana. Keselamatan adalah sebuah tawaran kepada manusia yang dapat dipilih secara bebas. Kita dapat memilih untuk menerima atau menolakNya. Allah tidak lagi sewenang-wenang seperti pada jaman Musa yang tidak memberikan tawaran kepada orang Mesir. Tawaran ini setiap saat diajukan kepada semua manusia. Bukan sekali untuk selamanya. Ada orang yakin bahwa dengan baptis maka pasti dia sudah menanggapi tawaran Allah. maka baptis seperti sebuah prestasi yang perlu diraih setelah itu selesai. Setelah baptis dia tidak berusaha menjalankan kehidupannya sesuai dengan hidup baru. Bahkan dia mulai jarang berdoa, membaca firman atau belajar tentang imannya. Dia sudah merasa cukup. “Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.” (Mat 7:13-14). Keselamatan harus diperjuangkan setiap saat, sebab setiap saat kita dihadapkan pada aneka tawaran yang dapat menjauhkan kita dari keselamatan. Mulai dari hal yang kecil sampai hal yang besar misalnya apakah mau membaca firman atau membaca tabloid gosip. Godaan untuk menjauh dari keselamatan itu cukup besar dan selalu muncul. Inilah jalan sempit yang harus diperjuangkan setiap hari.

Powered By Blogger