“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” (Rm 12:1)
Dalam pemahaman sehari-hari ibadat adalah sebuah tata liturgi untuk memuji Tuhan. Ibadah dilakukan sebagai perwujudan terima kasih manusia atas kebaikan Tuhan “Ibadah ini adalah karena mengingat apa yang dibuat TUHAN kepadaku pada waktu aku keluar dari Mesir.” (Kel 13:8). Sebagai perwujudan syukur dan cinta maka dalam ibadah juga dipersembahkan aneka binatang, roti dan hasil bumi.
Yesus adalah kurban persembahan sejati, “hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah.” (Ef 5:2). Salib telah mengubah tata ibadat Yahudi. Orang Kristen tidak perlu lagi mempersembahkan kurban persembahan sebab sudah dituntaskan oleh Yesus. Hilangnya kurban persembahan bagi Paulus bukan membuat ibadah kita menjadi ringan, sebab kita diminta untuk mempersembahkan diri kita. Bukan berarti kita dikurbankan seperti Yesus melainkan mempersembahkan diri untuk pelayanan. Dengan demikian pelayanan adalah ibadah sebab kita mempersembahkan diri kita. Inilah persembahan yang hidup.
Dalam sebuah kesempatan Ibu Teresa menulis, Saya tidak menginginkan Anda memberikan sesuatu dari kelimpahan Anda. Saya tidak pernah mengijinkan orang untuk menghimpun dana bagi saya. Saya tidak menginginkan itu. Saya ingin Anda memberikan sesuatu dari diri Anda sendiri. Cinta kasih yang Anda sertakan dalam setiap pemberian Anda adalah yang sangat penting.
Pada umumnya orang memberi dari kelimpahan. Maka orang sering berpendapat bahwa untuk mengadakan sebuah aktifitas pelayanan harus ada dana terlebih dahulu. Ibu Teresa menolak itu. Pemberian terbesar adalah pemberian diri yang penuh cinta kepada Tuhan yang tersamar dalam diri orang miskin dan menderita. Tuhan telah memberikan kepada kita aneka anugerah misalnya tenaga, kelengkapan tubuh dan sebagainya. Permberian itulah yang harus kita persembahkan kepada Tuhan. Bila kita hanya memiliki kaki untuk berjalan, maka persembahkan kaki kita untuk berjalan mengunjungi orang yang sakit dan sebagainya. Pelayanan bukan berasal dari kelimpahan melainkan dari kekurangan. Dengan merasa kurang maka kita akan bersandar pada penyelengaraan Ilahi. Ibu Teresa tidak pernah dicemaskan akan kekurangan dana dan barang. Dia bersandar pada penyelengaraan Ilahi. Dengan demikian untuk melayani tidak dibutuhkan harta dan benda yang berkelimpahan, melainkan hati yang tulus dan penuh kasih kepada sesama.
Pelayanan kita adalah sebuah doa bila kita sungguh ingin mempersembahkan apa yang kita miliki untuk Allah sebagai rasa syukur. Anugerah Allah yang terbesar adalah diri kita, maka persembahan terbesar adalah persembahan diri kita. Namun sering kali kita kurang melihat anugerah Allah dalam hidup kita. Kita sering merasa bahwa diri kita kurang. Kita menginginkan yang lebih dari apa yang kita miliki dalam hidup. Ketika kita masih merasa kurang, maka kita enggan untuk memberikan apa yang kita miliki untuk sesama. Kita hanya meminta kepada Allah untuk memberikan apa yang inginkan, sehingga lupa dan tidak melihat ada banyak orang lain yang lebih membutuhkan. Maka agar dapat memberikan diri, kita harus mensyukuri atas apa yang kita miliki dan alami. Kita melihat bahwa semua yang kita miliki dan alami berasal dari kemurahan hati Allah. Dari sini baru kita dapat melakukan pelayanan sebagai doa syukur kepada Allah.
Dalam pemahaman sehari-hari ibadat adalah sebuah tata liturgi untuk memuji Tuhan. Ibadah dilakukan sebagai perwujudan terima kasih manusia atas kebaikan Tuhan “Ibadah ini adalah karena mengingat apa yang dibuat TUHAN kepadaku pada waktu aku keluar dari Mesir.” (Kel 13:8). Sebagai perwujudan syukur dan cinta maka dalam ibadah juga dipersembahkan aneka binatang, roti dan hasil bumi.
Yesus adalah kurban persembahan sejati, “hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah.” (Ef 5:2). Salib telah mengubah tata ibadat Yahudi. Orang Kristen tidak perlu lagi mempersembahkan kurban persembahan sebab sudah dituntaskan oleh Yesus. Hilangnya kurban persembahan bagi Paulus bukan membuat ibadah kita menjadi ringan, sebab kita diminta untuk mempersembahkan diri kita. Bukan berarti kita dikurbankan seperti Yesus melainkan mempersembahkan diri untuk pelayanan. Dengan demikian pelayanan adalah ibadah sebab kita mempersembahkan diri kita. Inilah persembahan yang hidup.
Dalam sebuah kesempatan Ibu Teresa menulis, Saya tidak menginginkan Anda memberikan sesuatu dari kelimpahan Anda. Saya tidak pernah mengijinkan orang untuk menghimpun dana bagi saya. Saya tidak menginginkan itu. Saya ingin Anda memberikan sesuatu dari diri Anda sendiri. Cinta kasih yang Anda sertakan dalam setiap pemberian Anda adalah yang sangat penting.
Pada umumnya orang memberi dari kelimpahan. Maka orang sering berpendapat bahwa untuk mengadakan sebuah aktifitas pelayanan harus ada dana terlebih dahulu. Ibu Teresa menolak itu. Pemberian terbesar adalah pemberian diri yang penuh cinta kepada Tuhan yang tersamar dalam diri orang miskin dan menderita. Tuhan telah memberikan kepada kita aneka anugerah misalnya tenaga, kelengkapan tubuh dan sebagainya. Permberian itulah yang harus kita persembahkan kepada Tuhan. Bila kita hanya memiliki kaki untuk berjalan, maka persembahkan kaki kita untuk berjalan mengunjungi orang yang sakit dan sebagainya. Pelayanan bukan berasal dari kelimpahan melainkan dari kekurangan. Dengan merasa kurang maka kita akan bersandar pada penyelengaraan Ilahi. Ibu Teresa tidak pernah dicemaskan akan kekurangan dana dan barang. Dia bersandar pada penyelengaraan Ilahi. Dengan demikian untuk melayani tidak dibutuhkan harta dan benda yang berkelimpahan, melainkan hati yang tulus dan penuh kasih kepada sesama.
Pelayanan kita adalah sebuah doa bila kita sungguh ingin mempersembahkan apa yang kita miliki untuk Allah sebagai rasa syukur. Anugerah Allah yang terbesar adalah diri kita, maka persembahan terbesar adalah persembahan diri kita. Namun sering kali kita kurang melihat anugerah Allah dalam hidup kita. Kita sering merasa bahwa diri kita kurang. Kita menginginkan yang lebih dari apa yang kita miliki dalam hidup. Ketika kita masih merasa kurang, maka kita enggan untuk memberikan apa yang kita miliki untuk sesama. Kita hanya meminta kepada Allah untuk memberikan apa yang inginkan, sehingga lupa dan tidak melihat ada banyak orang lain yang lebih membutuhkan. Maka agar dapat memberikan diri, kita harus mensyukuri atas apa yang kita miliki dan alami. Kita melihat bahwa semua yang kita miliki dan alami berasal dari kemurahan hati Allah. Dari sini baru kita dapat melakukan pelayanan sebagai doa syukur kepada Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar