Jumat, 02 Agustus 2013

DONA DONA DONA

Suatu hari aku mendengarkan lagu berjudul Donna Donna Donna yang dinyanyikan Joan Baez. Sebuah lagu kuno yang dulu waktu kecil sering aku dengar dinyanyikan oleh kakak-kakak mahasiswa yang sedang makan di rumah. Beberapa teman mengatakan lagu itu menjadi soundtrack film Gie. Sayang aku tidak nonton film itu. Semula aku mengira lagu itu bercerita tentang gadis yang bernama Donna, tetapi waktu membaca liriknya ternyata bukan. Dari Wikipedia aku tahu bahwa lagu itu merupakan ungkapan seorang Yahudi yang melihat kekejaman Nazi. Lagu Donna Donna Donna diciptakan oleh Aaron Zeitlin (1898-1973) dan Sholmon Secunda (1894-1974) sebagai komposernya. Lagu ini menceritakan seekor sapi yang akan dibawa ke pembantaian. Dia sedih dan tidak tahu mengapa dia harus dipotong. Seorang petani mengatakan agar sapi tidak perlu mengeluh. Bahkan dia menyalahkan mengapa sapi tidak mempunyai sayap seperti burung walet yang dapat terbang bebas. Kepedihan hati sapi ini ditertawakan oleh angin dan walet yang bebas terbang di angkasa. Refrein Donna Donna Donna semula adalah Dana Dana. Dana sebetulnya merujuk pada Adonai atau Allah yang perkasa. Sebuah sebutan lain bagi Allah, sebab orang Yahudi takut menyebut Allah dengan sebutah Yahweh seperti nama yang diberikan Allah kepada Musa. Maka Dana Dana adalah teriakkan sapi itu kepada Allah. Sebetulnya lagu ini mengisahkan bangsa Yahudi yang digambarkan sebagai sapi yang akan dibawa ke tempat pembantaian oleh Nazi pada saat perang dunia kedua. Mereka diolok mengapa menjadi Yahudi sehingga tidak dapat bebas dan terbang tinggi. Lagu ini menjadi terkenal setelah liriknya diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Arthur Kevess dan Teddi Schwart lalu dinyanyikan oleh Joan Baez pada tahun 1960. Judulnya yang semula Dana Dana berubah menjadi Donna Donna. Bagiku lagu Donna Donna Donna masih sangat relevan hingga saat ini. Donna Donna Donna adalah jeritan keputusasaan dari orang tertindas yang tidak mempunyai daya lagi. Mereka hanya dapat menatap sedih atas nasib yang harus mereka alami tanpa ada orang yang mau menolongnya. Orang lain hanya seperti petani yang menegur agar mereka tidak perlu mengeluh tentang nasib yang harus mereka alami. Atau menyalahkan mengapa kamu bernasib miskin. Mengapa kamu dilahirkan sebagai orang miskin atau cacat atau kaum marginal. Mengapa kamu tidak dilahirkan untuk memiliki kekuatan yang dapat membuatmu dapat menikmati kebebasan dan kebanggaan. Sebagian orang hanya mentertawakan nasib yang harus dialami oleh orang tertindas. Mereka seperti burung walet yang menunjukkan kebebasannya atau seperti angin yang mentertawakan sepanjang malam. Ada jutaan orang-orang tak berdaya seperti sapi yang akan dibawa ke pembantaian. Mereka tidak tahu mengapa hidup mereka menderita seperti ini. Mereka pun sebetulnya tidak ingin menjalani hidup seperti ini. Semua manusia ingin menikmati kebebasan dan mampu menjadi dirinya sendiri apa adanya yang membuatnya bangga sebagai dirinya. Penindasan terjadi disebabkan adanya orang-orang yang merasa dirinya kuat atau mempunyai kekuatan sehingga dia dapat memperlakukan sesamanya seperti apa yang diinginkannya. Dia dapat merampas kemerdekaan sesamanya dan menjadikannya seperti sapi yang tidak berdaya. Pembantaian ala Nazi terhadap Yahudi memang sudah jarang terjadi. Tetapi pembantaian terjadi dalam bentuk lain. Arogansi mayoritas yang menindas kebebasan minoritas dalam aneka bentuk. Arogansi kekuasaan yang menindas orang yang tidak berkuasa dan sebagainya masih terjadi di depan mata kita. Petani yang dirampas hak atas tanahnya oleh aparat penguasa dan keamanan. Orang beragama yang dirampas kebebasanannya untuk hidup sesuai dengan agamanya. Orang lahir dari etnis tertentu yang ditindas sebab dia lahir dalam etnis itu. Semua itu masih terjadi di negara kita. Para korban seperti sapi yang hanya dapat menatap sedih akan semua itu. Orang lain hanya menyalahkan mereka mengapa mereka memeluk agama minoritas. Mengapa dia lahir di etnis tertentu. Mengapa petani tidak mau mengikuti kemauan para penguasa yang telah dibeli oleh para pemilik modal. Para penguasa yang mempunyai kekuasaan seperti burung walet yang hanya menatap dan mendiskusikan di ruang-ruang aman tanpa berusaha berbuat sesuatu. Mereka membuat pernyataan-pernyataan hebat yang bukan bersumber dari keinginan untuk membela tetapi demi menjaga popularitas dan merebut hati rakyat. Hal ini sama saja dengan mentertawakan kebodohan kaum tertindas. Kaum tertindas akhirnya hanya berteriak pada Allah. Mereka mengharap kekuatan Allah sendiri yang akan mengubah situasi hidup mereka. Teriakan putus asa ini disebabkan mereka merasa sudah tidak ada lagi orang yang mau menolong dan peduli atas hidupnya. Gereja adalah komunitas pengikut Yesus. Allah telah hadir di dunia untuk membebaskan kaum tertindas, orang yang tertawan, orang yang menderita seperti yang dikatakan oleh Yesus pada awal karyaNya (Luk 4:18-19). Pernyataan Yesus itu adalah misi yang akan dijalani sepanjang hidup dan diteruskan pada para pengikutNya. Tugas Gereja bukan hanya berkutat pada hal karitatif dan keindahan liturgi atau menambah jumlah anggota. Tugas Gereja adalah melakukan pembebasan dan pembentukan sebuah masyarakat yan berbudaya baru. Masyarakat yang adil, semartabat, sejahtera dan melepaskan aneka sekat manusia berdasarkan kasih kepada Allah dan sesama. Jika Gereja melakukan tugasnya maka tidak ada lagi orang yang berteriak pada Allah sebab Allah sudah sungguh nyata dalam tubuh Gereja. Tetapi apakah sejauh ini Gereja sudah menjalankan misi Yesus yang tertuang dalam Injil Lukas? Sudahkah Gereja membangun budaya baru dengan terus menyerukan pertobatan seperti yang dilakukan oleh Yohanes Pembaptis (Luk 3:3-17)? Tampaknya hal ini masih jauh dari kenyatan, sehingga masih banyak orang akan bernyanyi Donna Donna Donna.
Powered By Blogger