Sabtu, 24 April 2010

PERUTUSAN

Semua orang mendapat tugas perutusan dari Tuhan secara khusus, sebab Tuhan tidak menciptakan manusia tanpa sebuah perutusan. Ada orang yang mendapat perutusan untuk melakukan hal-hal besar tapi juga ada orang yang diutus untuk melakukan hal sederhana. Ada orang yang diutus Tuhan untuk menjadi pemimpin bangsa tapi ada juga orang yang diutus untuk menjadi seorang tukang sapu jalanan. Semua tergantung dari talenta yang telah diberikan oleh Tuhan padanya. Memang tidak semua orang mau berjuang untuk mengembangkan talenta yang telah diberikan Tuhan padanya. Dia hanya menyimpan talenta yang dimiliki. Talenta bukan hanya bakat tapi seluruh potensi yang dimiliki oleh seseorang.

Selain membekali diri dengan talenta, Tuhan juga memberikan peluang kepada orang agar dapat memenuhi tugas perutusannya. Pada tahun 1960 ada banyak jendral di Indonesia, tapi akhirnya yang menjadi presiden menggantikan Soekarno adalah letkol Soeharto. Soeharto selain mempunyai taleta sebagai ahli strategi dia juga mampu menggunakan peluang adanya kerusuhan dan perpecahan dalam tubuh pemerintahan. Tuhan juga mempersiapkan orang untuk melakukan sesuatu. Musa sejak kecil dipersiapkan oleh Tuhan untuk menjadi pemimpin bangsa Israel keluar dari Mesir. Demikian pula Yeremia sudah dipersiapkan bahkan sebelum dia dikandung. "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.”

Memang tidak semua orang seperti Yeremia atau para nabi lain yang diberitahu Tuhan tentang apa tugas perutusannya. Banyak orang harus berjuang menemukan sendiri tugas perutusannya. Dorothy Day dia semula adalah seorang aktifis sosialis yang menentang kapitalisme. Suatu hari dia disadarkan akan panggilannya untuk berjuang bukan hanya berdemo dan mengkritik kapitalisme dengan tulisan-tulisannya yang tajam tapi dia dipanggil untuk membantu orang miskin secara nyata. Dia pun mengubah haluan hidupnya dari seorang aktifis sosialis menjadi aktifis belas kasih. Banyak orang yang mengalami seperti Dorothy Day. Dia mengubah hidupnya secara drastis setelah menemukan panggilan hidupnya yang sebenarnya. Di tanah Jawa pun ada Raden Mas Said yang semula adalah penjahat akhirnya pada suatu titik akhirnya dia mengubah hidupnya menjadi seorang pewarta agama Islam yang sangat handal bernama Sunan Kalijaga. Dia adalah salah satu wali di tanah Jawa.

Memang ada orang-orang yang dipilih khusus oleh Tuhan sehingga dia seperti mengalami pembelokan hidupnya menjadi hidup yang seharusnya dia jalani selama di dunia. Yunus berusaha mengingkari perutusannya tapi Tuhan kembali mengarahkan dia pada jalur yang seharusnya dijalani. Tapi banyak orang yang harus mencari dan berjuang untuk berjalan di tugas perutusannya yang telah diberikan oleh Tuhan. Kita tidak bisa berharap untuk mengalami titik pembelokan seperti Dorothy Day atau Raden Mas Said. Atau kita dipaksa seperti Yunus. Mereka adalah orang-orang yang mendapat anugerah khusus. Kita sering mengalami jalan hidup yang biasa saja dari waktu ke waktu. Tidak ada kejadian hebat yang membuat kita tersentak lalu mengubah hidup.

Sebetulnya tidak ada kejadian yang biasa dalam hidup. Semua kejadian bisa menjadi hal biasa atau mengagumkan sejauh kita melihatnya. Ada ribuan orang mengalami dan melihat mujijat dari Yesus tapi hanya sedikit yang berubah dan mengikuti Yesus. Perempuan Samaria hanya berdialog dengan Yesus tapi hal itu menjadi titik perubahan hidupnya sehingga dia menjadi pewarta dan mampu mengajak banyak orang Samaria datang pada Yesus. Apa hebatnya sebuah dialog dibandingkan dengan penyembuhan yang membuat terperangah banyak orang? Tapi ternyata hal sederhana itu mampu mengubah seseorang dari perempuan biasa dan berdosa menjadi pewarta

Bila demikian maka kita pun dapat seperti orang-orang hebat itu bila kita melihat sebuah peristiwa dalam hidup sebagai sesuatu yang hebat dan menjadikan itu sebagai peluang untuk mengubah hidup. Melihat bahwa ada saat Tuhan menegur kita dan menawarkan peluang bagi kita untuk berubah. Sayang semua itu sering berlalu sebab kita kurang peduli akan tawaran dan peluang yang diberikan Tuhan pada hidup kita, sehingga kita tidak memahami sebetulnya apa perutusan kita sesungguhnya di dunia.

PASKAH TELAH BERLALU

Hari raya Paskah sudah berlalu. Semua aktifitas Gereja sudah kembali seperti semula. Tidak ada lagi rapat-rapat untuk merencanakan perayaan Paskah. Tidak ada lagi orang berlatih koor sampai larut malam agar perayaan Paskah dapat meriah dan bagus. Tidak ada lagi orang sibuk membetulkan dan menambah aneka peralatan dan kursi agar umat yang hadir dalam perayaan Tri Hari Suci dapat mengikuti semua upacara dengan nyaman. Tidak ada latihan drama untuk mevisualisasikan kisah sengsara. Tidak ada lagi orang berkumpul untuk mengadakan pendalaman iman yang sesuai dengan tema APP. Kesibukan menjelang Paskah sudah selesai. Kini semua tinggal kenangan. Orang hanya berbicara mengenai kemeriahan Minggu Palma dimana orang berarak mengelilingi jalan sekitar gereja sambil membawa daun palma. Atau memuji drama visualisasi kisah sengsara yang menyentuh dan sebagainya.

Apakah Paskah sudah berhenti dan kita mulai mempersiapkan hari paroki, Natal atau hari raya lain? Paskah adalah peringatan kebangkitan Yesus. Kebangkitan membuat Yesus berubah. Menurut Albert Enstein (1879-1955), seorang yang dianggap paling genius di dunia, setelah bangkit Yesus mengenakan tubuh sempurna. Tubuh yang tidak terikat oleh ruang dan waktu. Dia dapat menembus rumah yang tertutup rapat tapi Dia dapat disentuh. Dia dapat menghilang tapi Dia dapat makan dan minum. Dia dapat berada di dua tempat secara bersamaan. Menurut Einstein tubuh semacam inilah yang diharapkan oleh manusia.

Bila setelah bangkit Yesus mengenakan tubuh baru yang sempurna bagaimanakah dengan kita? Salah satu bagian dalam liturgi malam Paskah adalah pembaptisan. Bila tidak ada yang dibaptis maka orang yang dibaptis diajak untuk mengingat kembali upacara pembaptisan yang telah mereka terima. Orang diajak untuk mengulangi lagi janji baptis yang pernah mereka ucapkan ketika menerima pembaptisan. Dengan baptis atau menerima Yesus kita menjadi manusia baru. “yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru” (Ef 4:22-24). Dengan baptis terjadi pembaharuan diri. St. Paulus dalam Ef 4:25-32 sangat jelas memaparkan apa yang harus kita lakukan sebagai manusia baru.

Bila Paskah menjadi titik tolak perubahan tubuh Yesus dari tubuh manusiawi, yang terikat ruang dan waktu, menjadi tubuh yang sempurna, maka kita pun hendaknya menjadikan Paskah sebagai titik tolak dari hidup lama menjadi hidup baru. Tubuh kita tetap sama terikat ruang dan waktu. Tapi ada kebaruan dalam tubuh kita yaitu perubahan sikap dan perkataan kita. Kita tidak lagi bersikap, bertindak atau berkata-kata seperti layaknya manusia lama, manusia yang belum mengenal penebusan atau manusia yang beluk mengikuti Yesus. Melainkan seluruh perkataan dan perbuatan kita didasari dan disemangati oleh ajaran Yesus. Dengan demikian Paskah bukan hanya sekedar peringatan liturgi yang melelahkan melainkan dapat kita maknai sebagai titik tolak perubahan diri.

Namun hal ini tidak mudah, sebab kita masih terikat dengan keinginan duniawi dan mudah jatuh dalam dosa. Kita masih hidup dalam kedagingan. Paulus mengingatkan agar kita memohon Roh Kudus, supaya Dia berkarya dalam hati diri kita. Rohlah yang mendorong dan menyemangati kita untuk senantiasa berusaha menjalankan apa yang dikehendaki oleh Allah. Bila kita terus memohon kehadiran Roh dalam hati maka hidup kita akan dikuasi oleh Roh. Kita tidak lagi mengikuti keinginan daging melainkan keinginan Roh yang akan membaharui diri. Maka pertanyaan bagi kita semua setelah Paskah berlalu adalah apakah kebaruan yang ada dalam diriku? Memang kita tidak mampu mengubah hidup secara total, kecuali ada anugerah khusus dari Tuhan. Tapi minimal kita bisa mengubah satu dua sifat kedagingan kita, sehingga hidup kita dari tahun ke tahun akan menjadi lebih baik lagi.

Senin, 19 April 2010

UANG DAN PERSAHABATAN

Hampir semua dari kita mempunyai uang di dompet. Entah itu dalam jumlah ribuan bahkan mungkin sampai jutaan. Tapi uang itu tidak akan berguna bila tetap berada dalam dompet. Uang baru ada gunanya bila kita keluarkan dari dompet dan digunakan sebagai alat bayar. Bila uang dikeluarkan tapi hanya sekedar dikeluarkan juga tidak ada gunanya sebab belum digunakan sesuai dengan fungsinya. Atau uang digunakan sebagai bahan untuk membuat origami atau seni melipat kertas bangsa Jepang, maka tidak digunakan secara maksimal, sebab uang bukan untuk origami. Demikian pula semua barang hanya dapat bermanfaat secara maksimal bila digunakan dengan tepat.

Pada jaman ini uang memegang peran penting dalam kehidupan manusia. Orang dapat menjadi sahabat atau musuh karena uang. Bahkan orang rela mati dan menanggung malu karena ingin memiliki uang. Maka orang bangga bila mempunyai banyak uang. Dengan banyak uang dia akan dihargai oleh sesamanya. Tapi buat apa kita punya banyak uang bila tidak mampu menggunakan secara maksimal? Misalnya saya punya uang semilyard di lemari kamar, lalu buat apa bila saya tidak mampu menggunakannya. Uang itu akan menjadi lembaran kertas yang tidak ada harganya. Hanya membuat penuh lemari serta membuat kita cemas sebab takut ada orang jahat yang mecurinya.

Bagi saya orang yang berbahagia adalah bila dia mempunyai uang dan dapat memanfaatkannya. Memang bisa saja kita memanfaatkan uang untuk diri sendiri. Tapi diri sendiri juga ada batasnya. Bila orang suka makan enak, maka dia mengumpulkan uang untuk bisa membeli makanan enak. Tapi perut ada batasnya. Suatu saat dia akan berhenti untuk membeli makan sebab sudah terlalu kenyang. Seorang teman dulu ingin mempunyai villa di sebuah daerah wisata. Maka dia berusaha mengumpulkan uang agar dapat membeli villa. Pada saat pertama memiliki villa setiap minggu dia dan keluarganya pergi ke villa. Tapi setelah berjalan dua bulan, anak-anaknya mulai bosan. Lambat laun villa itu dibiarkan kosong dan hanya ada pembantu yang merawatnya. Orang dapat mencapai suatu titik jenuh.

Aristoteles (384 SM-322 SM) seorang filsuf Yunani mengatakan bahwa kebahagian manusia diperoleh bersama sesamanya. Orang yang tinggal sendiri di sebuah pulau meski dia memiliki segalanya, pasti dia tidak akan bahagia. Dia membutuhkan sesama. Menurut Aristoteles dalam mencari kebahagiaan orang tidak bisa egois. Bila orang hanya mencari kebahagiaan diri sendiri, maka dia akan jatuh dalam kesepian. Orang dapat menemukan kebahagiaan sejati bila dia berusaha membahagiakan orang lain. Bila orang berusaha membahagiakan orang lain maka dia akan menemukan sahabat. Dengan persahabat orang akan saling memberi dan menerima secara tulus. Orang akan menerima sahabatnya apa adanya dan mereka akan saling membahagiakan.

Apakah uang dapat untuk membangun persahabatan sehingga orang dapat bahagia? Jelas hal ini dapat saja dilakukan bila kita mau berbagi dengan sesama. Kita mencari uang bukan untuk menumpuknya melainkan menggunakannya secara maksimal. Bila kita sadar bahwa kebutuhan dasar kita ada batasnya, maka uang yang kita miliki dapat bagi dengan orang yang membutuhkan untuk menjalin persahabatan. Sering kali memang ada orang yang berbagi dengan sesamanya, tapi bukan untuk membangun persahabatan melainkan untuk mencari kepuasan diri atau merupakan reaksi atas sebuah kejadian dan peristiwa. Maka uang dapat memberi kebahagiaan bila digunakan untuk membangun persahabatan.

Namun sering kali orang salah dengan mengira bahwa punya uang dia akan bahagia, maka fokusnya adalah mengumpulkan uang. Padahal padangan inilah sebetulnya yang membuat orang tidak bahagia, sebab dia akan mengejar uang dengan mengabaikan persahabatan bahkan merusak persahabatan dan kekeluargaan. Banyak saudara dan sahabat berubah menjadi musuh disebabkan masalah uang. Semua ini tergantung pada pilihan kita sendiri. Mana yang akan kita cari dalam hidup ini?

Sabtu, 10 April 2010

DUA MURID YANG TERSEMBUNYI

Perjalanan hidup Yesus memang suatu perjalan hidup yang tragis dan ironis. Ketika Dia mampu melakukan banyak mujijat maka banyak orang mengikutiNya. Mereka berharap bahwa Dia adalah Mesias yang dapat membebaskan bangsa Israel dari penjajahan Romawi yang sangat menekan. “Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel.” (Luk 24:21). Harapan dan keyakinan inilah yang membuat banyak orang berebut agar dapat dekat dengan Yesus. Bahkan para muridpun tanpa rasa malu berebut ingin menjadi yang terkemuka dan duduk di sisi kanan dan kiri Yesus bila saatnya tiba. Orang pun bersorak sorai ketika Yesus masuk Yerusalem menjelang Paskah, sebab mereka yakin gerakan pembebasan itu akan dimulai di Yerusalem pada saat Paskah. Maka tidak heran bila Herodes yang menjadi penguasa di utara datang ke Yerusalem meski dia bermusuhan dengan Pilatus yang menguasai Yerusalem.

Pada akhir hidupNya, Yesus tinggal seorang diri. Dia dijual oleh Yudas. Dikhianati oleh Petrus. Ditinggal lari oleh para murid yang lain. Semua penduduk Yerusalem berubah menjadi musuh. Mereka terkena hasutan para imam kepala dan tua-tua bangsa untuk menghujat Yesus dan menuntut hukuman mati dengan alasan yang dicari-cari. Bahkan mereka mengakui kekuasaan kaisar yang sebetulnya adalah musuh mereka. Pada saat disalib Yesus sendirian hanya diikuti oleh perempuan-perempuan yang tidak berdaya. Tapi akhirnya mereka pun pergi meninggalkan Yesus tergantung disalib sendirian. Beruntung ada Yusuf dari Arimatea dan Nicodemus yang mau merawat jenasah Yesus dan memakamkan. Mereka adalah murid yang datang pada Yesus dengan sembunyi-sembunyi sebab takut ketahuan oleh orang Yahudi. Merekalah yang mengangkat martabat Yesus yang telah direndahkan sedemikian rupa. Andai mereka tidak datang tentu jenasah Yesus akan tergantung sampai hari Paskah berlalu.

Ketragisan hidup Yesus dapat dialami oleh banyak orang. Pada waktu seseorang itu kuat maka banyak orang datang padanya dan ingin dekat padanya. Bahkan orang tidak malu mengakuinya sebagai saudara meski mungkin dari keturunan yang kesekian dan rumit menelusurinya. Orang dengan bangga mengaku mengenal meski mungkin hanya pernah berjumpa dalam beberapa menit saja. Tapi ketika orang itu jatuh maka banyak orang akan meninggalkannya bahkan mengaku bahwa dia tidak pernah mengenalnya.

Kesetiaan pada orang yang disingkirkan oleh masyarakat membutuhkan keberanian. Untuk itu dibutuhkan cinta yang besar dan tulus. Cinta yang bukan mencari keuntungan diri tapi pengurbanan dan keinginan untuk membahagiakan orang lain. Banyak orang lebih suka dan bangga bila mampu memberi sesuatu atau mengajak makan seorang pejabat Gereja. Tapi mereka enggan untuk memberi sesuatu atau mengajak makan orang miskin yang terbuang. Seorang yang dulu kaya raya dan mempunyai banyak teman dan saudara setelah tua dan miskin menjadi stress sebab tidak ada lagi orang yang mau berteman dan mengakuinya sebagai saudara. Dia bertanya kemana mereka semua? Banyak orang tua yang sudah penyakitan merasa sedih sebab ditinggalkan oleh anak-anak mereka. Bahkan anak-anaknya pun tidak mau mengakuinya sebagai orang tua.

Dunia membutuhkan orang seperti Yusuf dari Arimatea dan Nicodemus. Sahabat-sahabat sejati. Orang yang tetap setia dan menghormati temannya meski temannya sudah dikucilkan dan dianggap sebagai sampah masyarakat. Mereka tetap menghargai Yesus meskipun Dia menjadi orang yang sangat hina dan kehilangan martabatnya sebagai manusia. Mereka tidak menonjolkan diri ketika Yesus sedang berkuasa tapi setia pada saat Yesus seorang diri. Dalam dunia yang makin egois dimana orang hanya berpikir tentang untung dan rugi bagi dirinya sendiri, maka keteladanan Yusuf dari Arimatea dan Nicodemus sangat penting untuk kita refleksikan bersama. Sejauh mana kita setia pada orang yang saat ini ada bersama kita? Apakah kita dengan mudah meninggalkan orang yang dianggap hina oleh masyarakat?

Jumat, 02 April 2010

OKTOBER 1965

Matahari baru saja bersembunyi di balik pegunungan kapur. Ayam yang bertengger di pohon jambu belum tertidur lelap, tapi desa Tetep sudah tenggelam dalam kesunyian. Desa yang dihuni hanya berpuluh keluarga tenggelam dalam kegelapan. Tidak ada satu rumahpun yang menyalakan lampu, meski hanya sebuah sentir kecil. Deretan rumah dari gedhek khas desa miskin berjajar tidak beraturan bagaikan kuburan. Tidak ada satu pun orang yang duduk di depan rumah menikmati angin dingin pegunungan kapur atau berjalan melintasi jalan putih dari batu kapur. Semua penduduk desa bersembunyi di gubuk-gubuk mereka bagaikan sekawanan kelinci yang menghindari pemburu.

“Mbok kopiku mana?” tanya Pak Bejo berbisik pada istrinya. Dia tidak berani berbicara keras takut terdengar oleh tetangga, meski jarak rumahnya dengan rumah tetangga masih dipisahkan oleh sebidang kebun ketela pohon yang kurus-kurus kurang air. Pak Bejo membetulkan letak sarung yang sudah sobek disana sini. Sarung inilah pakaian sehari-hari yang digunakan siang malam.
“Kopi apa to pak,” sahut istrinya sambil berbisik. “Tadi pagi aku tidak ke pasar. Tidak ada orang yang berani ke pasar.”
“Sampai kapan situasi ini akan berakhir,” keluhnya. Dia merebahkan diri di amben bambu, satu-satunya benda yang mengisi kamar tidur yang sempit. Terdengar bunyi kretek-kretek galar yang tidak mampu menahan berat tubuh pak Bejo. Usia amben ini sudah hampir sama dengan usianya. Perbaikan hanya bila ada galar yang putus. Tikar pandan yang menjadi alas tidur sudah sobek disana sini. Kutu busuk yang bersembunyi dibalik setiap anyaman tikar menunggu tubuh yang terbaring untuk dihisap darahnya.
“Sabar pakne,” sahut istrinya. “Kita sudah melalui jaman Jepang dan bisa bertahan. Kini sudah jaman merdeka pasti kita juga bisa bertahan.”
“Situasi ini beda dengan jaman Jepang mbok,” keluh pak Bejo. “Saat ini musuh kita ada dimana-mana. Kita tidak tahu siapa musuh kita.”
“Aku dengar tadi siang dari bu Tri, bahwa situasi semakin gawat,” kata Bu Bejo sambil merebahkan diri di samping suaminya.
“Hem.. kemarin pakde Mo ditangkap dan entah dibawa kemana. Sampai sekarang tidak ada kabar beritanya.”

Mereka terdiam. Suara jangkerik mengisi ruang kosong di antara mereka. Angin gunung yang dingin menyelinap lewat celah-celah gedhek yang lapuk dan berlubang disana sini. Pak Bejo menarik kain sarungnya untuk menutupi tubuhnya. Tapi bila dia tarik untuk menutup dada, maka ujung kakinya akan terasa dingin. Maka dia meringkuk agar kain sarung cukup untuk seluruh tubuhnya. Suara burung hantu terdengar jauh menyeramkan.

“Lebih baik dipenjara pakne daripada disembelih dan dibuang ke nggawan,” sahut istrinya lirih.
“Ditangkap belum tentu dipenjara mbok,” sahut Pak Bejo. “Bisa saja dibunuh ditempat lain entah dimana. Aku dengar dari kawan-kawan ada beberapa tempat pembuangan mayat yang dirahasiakan.”

Terbayang dimata pak Bejo beberapa tetangganya yang sudah menghilang entah kemana. Mereka diambil oleh beberapa orang pada malam hari. Setelah itu tidak ada kabar beritanya lagi. Saat ini situasi sangat genting tidak hanya di pusat kota tapi sampai jauh masuk desa-desa terpencil yang tidak pernah tersentuh kemajuan jaman. Pada jaman Jepang desa ini aman tidak tersentuh oleh tangan kekuasaan Jepang sebab desa ini hanyalah desa miskin dan tersembunyi di balik pengunungan kapur. Tapi pada kerusuhan setelah jaman merdeka desa ini menjadi tidak aman. Desa yang dihuni oleh tidak lebih dari 50 kepala keluarga sudah ada 6 orang yang diculik dan tidak jelas nasibnya. Mereka tidak tahu siapa yang menculik dan kemana orang yang diculik itu akan dibawa. Beberapa orang sepulang dari kota mengatakan bahwa di nggawan banyak sekali mayat tanpa kepala atau tubuhnya penuh luka. Tidak ada satupun orang yang tahu siapakah mayat-mayat itu. mereka bisa dari desa-desa disekitar ibu kota kecamatan atau dari desa-desa jauh yang terbawa arus nggawan.

Pak Bejo membalikkan badannya. Malam ini hatinya sangat gelisah. Dalam gelap dia memandangi wajah istrinya yang telah dinikahi 10 tahun lalu. Gurat-gurat kecantikan istrinya masih terbayang meski sudah tergerus oleh penderitaan dan kemiskinan sehingga menjadi tua sebelum waktunya. Baginya istrinya adalah perempuan yang paling hebat di seluruh desa. Dia perempuan yang setia mendampingi suami yang miskin dan hanya menggantungkan hidupnya dari sepetak tanah kering di sebelah rumah. Perempuan yang selalu mendukung keputusan suami meski berat sekalipun. Tangguh dan tidak pernah mengeluh meski jarang memegang uang tapi setiap hari entah bagaimana caranya mampu menyediakan makanan. Pak Bejo mengelus kepala istrinya. Sayang Tuhan belum memberinya momongan.

“Pak tadi aku terpaksa menggiling jagung yang disimpan untuk bibit.” Bisik Bu Bejo lirih.
“Semua?”
“Tidak aku sisakan beberapa ontong,”
“Ah tidak apa nanti kalau waktu tanam bisa pinjam dulu ke dik War,”
“Apa tanah di rawa yang telah diberikan partai akan dirampas lagi?” tanya Bu Bejo penuh harap. Pak Bejo terdiam sejenak.
“Tidak tahu mbok,” jawab Pak Bejo dengan suara tanpa daya.

Pikirannya melayang beberapa waktu lalu di sore yang terik seorang dari kecamatan datang ke desa ini. Dia datang dengan beberapa orang berpakaian merah dan hitam. Bendera bergambar palu arit besar berkibar di tanah lapang tempat menggembala ternak. Di sekeliling tanah lapang berkibar bendera yang sama tapi lebih kecil-kecil. Semua penduduk desa datang berkumpul. Bagi mereka setiap ada kegiatan merupakan hiburan di desa yang sepi dan berjalan di tempat. Orang itu berpidato panjang lebar tentang revolusi. Banyak penduduk tidak paham akan apa yang dikatakan sebab mereka mengira revolusi sudah berakhir. Revolusi hanya pada jaman Jepang dan ketika penjajah datang lagi. Tapi kini mengapa masih dikatakan revolusi? Padahal sudah tidak ada penjajah. Mereka sudah merdeka 20 tahun.

Meski tidak paham akan apa yang dipidatokan, penduduk tetap hiruk pikuk. Bila ada satu orang bertepuk tangan maka semua yang hadir ikut bertepuk tangan. Tepukan tangan semua orang seperti minyak tanah yang disiramkan ke api yang ada dalam dada lelaki itu, sehingga pidatonya semakin bersemangat. Beberapa perempuan yang hadir bersama dengannya turut bernyanyi dan sesekali meneriakkan “Hidup PKI. Hidup PKI.” Semua orang pun berteriak sekuat tenaga sampai kerongkongan mereka kering.

Teriakan semakin histeris ketika orang itu menjanjikan akan memberi sebahu tanah bagi penduduk yang mau menjadi anggota partai. Rawa adalah milik rakyat. Bila rawa kering di musim kemarau maka tanah itu akan dipatok dan digarap oleh anggota partai. Menurut pria itu tanah harus dibagikan pada setiap penduduk dengan adil. Tidak perlu membeli. Tanah rakyat harus kembali pada rakyat. Sama rasa sama rata. Penduduk bersorak sorai. Selama ini rawa bila kering tidak ada orang yang menggarap untuk menjadikan sawah atau ladang, sebab itu bukan tanah mereka. Orang yang berani menggarap tanah itu hanya para pejabat desa saja. Kini tanah itu akan dibagikan. Sejengkal tanah sangat berarti bagi penduduk desa yang sangat miskin.

Tapi tidak semua rakyat mau menjadi anggota, sebab mereka berpikir janji itu hanya kebohongan. Rakyat kecil biasa dibohongi. Pak Bejo mendaftar menjadi anggota partai. Baginya kalau toh bohong dia tidak rugi sebab tidak mengeluarkan apa-apa untuk menjadi anggota partai. Dia hanya diminta hadir dan ikut terlibat dalam pawai partai yang diadakan di ibu kota kecamatan. Apa susahnya ikut jalan sambil berteriak-teriak? Baginya yang penting dia dapat sepetak tanah untuk memperbaiki kehidupan keluarganya. Bila ada sebahu tanah lagi, maka dia yakin kehidupannya akan lebih baik meski tanah itu hanya bisa digarap pada musim kemarau.

Janji itu menjadi kenyataan ketika kemarau datang. Orang itu datang lagi ke desa dan membawa beberapa orang membawa meteran. Semua orang yang terdaftar menjadi anggota partai diajak ke rawa yang sudah mengering. Mereka mengukur dan memasang patok tanda batas kepemilikan. Semua orang harus ingat dimana patoknya, sebab bila musim hujan semua akan tenggelam oleh air. Betapa suka citanya hati Pak Bejo mendapat sebahu tanah lagi. Lahan di rawa sangat subur. Panen pasti akan berlimpah. Semua anggota partai suka cita dan berteriak “Hidup PKI” berulang kali. Inilah partai yang berpihak pada rakyat dan tidak berbohong.

“Aku dengar dari radio di kecamatan bahwa di kota semua anggota partai sudah masuk penjara,” kata bu Bejo lemah.
“Ya itulah mbok,” desah pak Bejo. “Mereka dulu selalu mengatakan desa mengepung kota. Revolusi dimulai dari desa, tapi kenapa mereka ingkar janji dengan mengadakan revolusi di Jakarta sebagai ibu kota?”
“Pasti para ketua punya alasan sendiri pak,”
“Tapi kenapa mereka harus membunuh para jendral?”
“Ya entahlah pak,” sahut bu Bejo lirih. “Kita ini kan hanya rakyat kecil yang ikutan saja.”
“Tidak bisa begitu mbokne,” potong pak Bejo. “Kalau kita hanya ikutan mengapa beberapa kawan ditangkap dan diculik oleh orang yang tidak dikenal?”
“Ya rakyat selalu jadi kurban,” keluh bu Bejo sedih.
“Sudah 6 kawan di desa ini yang hilang mbok,” bisik pak Bejo. “Padahal mereka juga sama seperti kita yang tidak tahu apa-apa mengenai kerusuhan di ibu kota.”
“Apa kita tidak pindah saja dari sini pak?”
“Kemana?” sahut pak Bejo. Dia lahir dan besar di tempat ini. Begitu juga istrinya. “Orang miskin seperti kita sering tidak punya pilihan mbok.”
“Aku takut pak,” kata bu Bejo sambil terisak lirih. Pak Bejo memeluk istrinya.

Terlintas bayangan mayat-mayat yang mengapung di nggawan. Katanya semua itu anggota PKI yang harus dimusnahkan dari bumi Indonesia. Anggota PKI sama dengan setan sebab tidak mengakui Tuhan. Maka harus dibunuh dan dimusnahkan. Padahal beberapa orang yang hilang saat ini mereka juga sembahyang dan ikut merayakan lebaran pada hari lebaran dan puasa pada saat puasa. Mengapa dituduh tidak percaya Tuhan? Apakah hanya alasan yang dicari-cari saja? Mereka mau menjadi anggota partai sebab mendapat tanah yang sangat berharga bagi kehidupannya.

Tiba-tiba terdengar suara langkah banyak orang. Pintu rumah yang terbuat dari gedhek diketuk keras-keras. Pak Bejo gemetar hebat. Bu Bejo terkencing-kencing di amben bambu. Mereka saling berpelukan erat. Tidak peduli jarik basah oleh air kencing. Ketukan dan teriakan semakin keras. Terdengar suara keras pintu didobrak. Pintu dari papan lapuk itu hancur berantakan. Beberapa orang yang wajahnya ditutup sarung menerobos masuk. Mereka membawa senter-senter dan aneka senjata.

Sambil berteriak-teriak mereka menyeret pak Bejo dari tempat tidur. Pak Bejo berusaha melawan mereka. Tapi dia tidak kuasa menghadapi sekian banyak orang yang bersenjata. Sebuah pedang menusuk perutnya sehingga terjatuh terguling di amben lagi. Tubuhnya diseret keluar kamar. Teriakkan dan tangisan bu Bejo bagai api yang membakar kebencian mereka. Dia ditendang oleh beberapa orang. Tapi dia berusaha untuk mempertahankan suaminya dari renggutan orang-orang asing. Seorang yang membawa pentung kayu memukulnya keras di kepala. Dunia bu Bejo menjadi gelap. Dia tidak ingat lagi.

Malam terus berjalan. Angin berhembus perlahan menggoyangkan daun-daun singkong di sebelah rumah. Sesaat jalan desa menjadi hiruk orang yang ramai-ramai menyeret tubuh pak Bejo yang bersimbah darah. Mata-mata penuh keprihatinan bersembunyi di balik gedhek. Mencoba menangkap apa yang sedang terjadi di negara tercinta. Mereka hanya mengelus dada dan bergidik akan kekejaman orang yang tidak dikenal. Tapi tidak ada satu pun penduduk desa yang berani menentang kekejian yang berjalan di depan mata. Warna hitam kental menghiasai batu-batu kapur. Desa kembali tenggelam dalam sunyi dan bisu. Sesunyi dan sebisu hati nurani.

Catatan:

Sentir: lampu kecil biasanya dari kaleng kecil yang diberi minyak dan ada sumbu dari kain atau benang yang dipintal agak besar
Gedhek: dinding yang dibuat dari anyaman bambu. Bambu dipotong sebesar dua jari dan tebal lalu dianyam. Bila bambu dihaluskan dan tipis lalu dianyam disebut sesek.
Galar: potongan bambu selebar dua jari yang digunakan untuk tempat tidur.
. Amben: tempat tidur
Nggawan: singkatan dari Bengawan Solo, sungai besar yang mengalir dari Solo sampai pantai utara di sekitar Gresik.
Ontong: buah jagung yang masih ada bijinya.

Kamis, 01 April 2010

PEMIMPIN KRISTIANI

Saat ini banyak orang sedang ribut berebut untuk menjadi pemimpin kota. Foto-foto mereka dipasang di berbagai sudut kota. Disekitar foto mereka yang tampak ramah, ditulis slogan-slogan dan panggilan-panggilan yang tampak sangat familiar bagi orang yang membacanya. Mereka ingin menampilkan sosok pemimpin yang dekat dengan rakyat dan membela rakyat miskin. Entah mengapa fokus pada rakyat miskin seolah rakyat kaya tidak dipedulikan. Padahal merekalah yang mendukung dana untuk membuat semua biaya dalam mencalonkan diri sebagai pemimpin kota. Desas desus yang beredar untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin butuh dana milyardan rupiah. Dari mana mereka mendapat dana sebesar itu bila tidak dari orang kaya? Tidak jarang setelah menjadi pemimpin semua slogan, panggilan dan keramahan menjadi hilang.

Yesus adalah seorang pemimpin sejati. Dia tidak pernah membuat slogan palsu atau menawarkan sebuah panggilan untuk sekedar keakraban palsu. Dia membuat slogan pada awal misiNya (Luk 4:18-19) dan itu dilaksankan secara konsekwen sepanjang hidupnya. Segala panggilan diberikan oleh rakyat maupun iblis sebab mereka tahu apa yang sudah dikerjakan olehNya atau tahu darimana asalNya. Dia tidak membuat sesuatu demi mengajak orang bermimpi tapi demi orang menjadi lebih baik.

Puncak keteladanan kepemimpinan adalah pada saat Dia mengadakan perjamuan terakhir. Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari Yesus bagaimana menjadi pemimpin sejati. Pemimpin adalah orang yang sadar akan dirinya. Dia boleh melakukan tindakan yang dianggap rendah tapi tetap sadar akan statusnya. Yesus mencuci kaki para murid, suatu hal yang seharusnya dikerjakan oleh para murid bagi gurunya atau oleh seorang budak bagi tuannya. Tapi Dia tetap sadar siapa diriNya. “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan.” (Yoh 13:13). Kesadaran akan status diri membuat seorang pemimpin berusaha terus memposisikan dirinya sesuai dengan statusnya. Bila seorang pemimpin korupsi dia tidak menyadari diri sebagai pemimpin sebab tindakannya menunjukkan dirinya adalah pencuri. Seorang ayah yang kejam tidak menyadari status dirinya sebagai ayah sebab menampilkan sosok dirinya sebagai algojo yang kejam.

Pemimpin seorang yang mau melakukan lebih dulu apa yang dihindari oleh orang lain. Mencuci kaki adalah pekerjaan seorang budak. Pekerjaan yang hina. Banyak orang menghindar untuk melakukan pekerjaan yang dianggap rendah. Orang ingin melakukan pekerjaan yang dianggap hebat dan dikagumi banyak orang. Orang senang bila menjadi ketua atau pejabat di sekitar kekuasaan. Tapi banyak orang menghindar bila diminta untuk melakukan hal sederhana yang tidak diperhitungkan banyak orang. Orang mengeluh akan tempat yang kotor, tapi dia enggan untuk mengambil sapu dan membersihkannya. Dia beralasan bahwa itu bukan tugasnya. Yesus melakukan apa yang bukan menjadi tugasNya.

Pemimpin adalah seorang yang memberi teladan. Moh Hatta dalam sebuah catatannya ingin sekali membeli sebuah sepatu tapi sepatu itu sangat mahal, maka dia hanya menulis saja keinginannya. Dia ingin memberi teladan hidup sederhana, maka meski dia adalah seorang wakil presiden tidak hidup bermewah dari hasil tidak jelas. Gandhi mengajak orang India untuk swadaya maka dia pun memintal bajunya sendiri. Keteladanan sangat dibutuhkan oleh rakyat. Yesus mengajarkan pengampunan maka Dia mengampuni semua orang yang telah menyalibkan Dia.

Seorang pemimpin memberikan dirinya untuk orang yang dipimpin. Seperti seorang gembala yang memberikan dirinya untuk domba yang digembalakan (Yoh 10:11-13). Memberikan diri artinya ingin agar orang yang dipimpinnya selamat lebih dulu. Seperti seorang kapten kapal yang harus menjadi orang terakhir menyelamatkan diri bila kapalnya tenggelam. Memberikan diri mengandaikan dia tidak egois. Hanya memikirkan dirinya melainkan memikirkan kepentingan orang banyak. Segala kepentingan diri dikalahkan demi kepentingan dan kebahagiaan orang banyak. Bahkan dia rela mengurbankan diri demi kepentingan orang banyak. Seperti Yesus yang rela mati demi keselamatan umat manusia.

Bagaimana dengan kita? Kita semua adalah pemimpin entah dalam lingkup kecil atau besar. Apakah sebagai orang tua kita sudah berani memberikan teladan bagi anak-anak dan berani meninggalkan kepentingan diri demi anak-anak? Apakah kita berani melakukan hal yang sederhana yang dihindari oleh orang lain? Atau kita bangga dengan status sebagai pemimpin seperti yang ditawarkan oleh para pemimpin saat ini?

Powered By Blogger