Rabu, 31 Agustus 2011

MENJELANG LEBARAN

Seseorang menawariku makan bersama keluarganya. Aku tanya akan diajak makan dimana? Dia mengatakan silakan aku yang memilih tempat makan. Setelah berbicara soal selera dia menawarkan satu rumah makan yang tidak jauh dari tempatku. Kami pun menetapkan tanggal dan waktu. Beberapa hari kemudian ada teman yang bercerita bahwa di tempatnya ada beberapa janda tua yang sangat membutuhkan bingkisan untuk hari Lebaran. Dia bertanya padaku apakah aku bisa memberikan bingkisan? Bulan ini pengeluaranku untuk orang yang membutuhkan sudah cukup banyak. Tidak ada lagi sisa untuk membelikan bingkisan bagi para janda itu.

Saat aku sedang berpikir bagaimana aku mendapatkan dana untuk membeli sembako dan kue lebaran, keluarga yang mengajakku makan menelpon untuk mengingatkan bahwa besok mereka akan datang pada waktu yang telah ditentukan. Aku menjadi malu menerima tawaran ini. Bagaimana mungkin aku akan makan di suatu tempat yang menghabiskan dana yang cukup untuk membelikan sembako bagi para janda tua itu. Namun untuk menolaknya aku juga segan sebab sudah beberapa kali dia kutolak. Saat ini aku sudah janji akan makan bersama mereka. Aku juga yang menetapkan waktu dan tempatnya. Bagaimana mungkin tiba-tiba aku membatalkan dengan alasan yang tidak jelas sedangkan dia sudah meluangkan waktunya?

Maka ketika keluarga itu menelpon aku tanya kira-kira berapa dana yang dikeluarkan untuk makan ditempat itu? Orang itu hanya tertawa dan tidak mau menyebutkan. Aku lalu mengajukan tawaran bisakah uang yang seharusnya digunakan untuk makanku aku minta untuk beli sembako? Akhirnya setelah kujelaskan kami membatalkan acara makan bersama sebab uangnya dibelikan sembako. Harga makanan di rumah makan itu cukup mahal. Satu porsi lauk mencapai harga Rp 75,000.00 ini sudah cukup untuk membeli beras sebanyak 10 kg. Bila satu janda diberi 5 kg maka sudah ada dua janda yang akan mendapatkan beras dan masih sisa untuk membeli kecap atau mie instant. Aku yakin bahwa makan disana pasti orang itu akan mengeluarkan uang ratusan ribu. Ini cukup untuk membelikan sembako.

Sering kali kita tidak sadar mengeluarkan uang sedemikian mudah, padahal disisi lain ada orang yang sangat membutuhkan. Pada saat Lebaran sebagian orang berpesta pora tapi ada sebagian orang yang sulit untuk makan. Orang rela membelanjakan uangnya sekian ratus ribu untuk membeli petasan dan aneka kenikmatan sedangkan orang lain tidak mempunyai uang sama sekali untuk makan. Memang kita bisa menutup mata dengan beralasan bahwa hari Lebaran bukan urusan kita. Janda miskin juga bukan urusan kita. Tapi dalam hidup tidak bisa kita hanya memusatkan diri memikirkan urusan kita tanpa mau peduli pada urusan orang lain. Menyalahkan orang lain pun tidak akan menyelesaikan masalah kemiskinan. Orang miskin akan tertolong bila ada orang peduli tanpa meributkan dan mencari sumber kemiskinan atau mencari kesalahan.

Kita sering merasa mendapat berkat. Orang yang mengajakku makan juga mengatakan bahwa mereka mendapat berkat. “Ulurkanlah tanganmu kepada orang miskin, agar berkatmu sempurna adanya.” (Sir 7:32) Yesus bin Sirak mengingatkan bahwa kesempurnaan berkat bila kita mau berbagi dengan orang miskin. Berkat bukan hanya disyukuri oleh diri sendiri bahwa Allah telah berbuat baik bagi kita. Berkat perlu dibagikan sehingga semakin banyak orang merasakan kebahagiaan yang seperti kita alami. Lebih jauh lagi agar orang semakin menyadari bahwa Allah masih peduli pada mereka. Kita lah yang menjadi penyalur berkat dari Allah kepada orang-orang miskin. Orang yang mengajakku makan akhirnya datang ke tempat para janda dan memberikan sendiri sembako. Melihat para janda dengan wajah berseri dan penuh rasa syukur dia pun menjadi terharu. Dia mengatakan bersyukur bahwa dia mendapat kesempatan untuk berbagi. Aku mengatakan bahwa dia telah menyelamatkan martabat para janda itu, sebab pada saat orang lain pesta di hari Lebaran, mereka pun dapat makan cukup meski ala kadarnya. Mereka tidak akan malu karena tidak memiliki kue di hari Lebaran.

GEREJA ADA DITENGAH KAUM MISKIN

Banyak kaum miskin yang seolah membiarkan hidupnya diperlakukan tidak adil dan sewenang-wenang oleh orang yang mempunyai kekuatan. Rumah mereka digusur, tanah mereka dirampas, sungai yang biasa mereka manfaatkan dicemari oleh limbah industri dan sebagainya. Mereka dimanipulasi saat ada pilkada atau pemilu. Banyak janji palsu dan seolah sikap yang peduli tapi semua itu hanya pada saat pemilu atau pilkada. Setelah semua selesai maka semua janji tidak terealisasi dan mereka pun dilupakan. Mereka dikooptasi dengan diberi sedikit fasilitas agar tidak menyerukan tuntutannya. Masih banyak lagi bentuk-bentuk ketidakadilan dan penindasan.

Beberapa dari mereka sudah berjuang. Tapi perjuangan itu tidak ada hasilnya bahkan hidup mereka menjadi tambah susah. Seolah hukum dan keadilan sudah begitu jauh dari jangkauan dan tidak mampu melindungi lagi. Pemerintah membuat kebijakan dan hukum tapi banyak dari kebijakan dan hukum itu yang tidak berpihak pada kaum miskin. Pemerintah membuat kebijakan pentepatan harga gabah, sehingga petani tidak bebas menjual gabahnya sehingga banyak petani yang miskin, sebab ongkos produksi lebih besar dibandingkan hasil produksi. Pemerintah membuat hukum bagi para buruh yang ter PHK, mereka bisa membela dirinya sendiri. Tapi di pengadilan buruh itu harus berhadapan dengan pengacara yang jauh lebih handal, sehingga tuntutannya dapat dikalahkan. Belum lagi hukum yang bisa dibeli oleh para pemilik modal dan pejabat.

Akibat kegagalan demi kegagalan membuat kaum miskin menjadi pasif, menyerah dan bergantung pada orang yang dianggap kuat. Banyak buruh yang menuntut haknya tapi dengan ancaman PHK maka dia akan melupakan tuntutannya, sebab dia masih butuh pekerjaan untuk menghidupi dirinya. Dia pun pasrah saja ketika penguasa membuat aturan yang merugikan, sebab apapun yang mereka lakukan tidak menghasilkan perubahan bahkan dapat menambah kesengsaraan sendiri. Akibatnya mereka menjadi pasif dan membiarkan semua ketidakadilan terjadi di depan mata. Maka kaum miskin telah kehilangan martabatnya sebagai manusia yang bebas menentukan haknya. Mereka tidak mampu mengatakan “tidak” atau “ya” bagi dirinya. Semua bergantung pada para penguasa, sehingga mereka semakin dimiskinkan.

Masyarakat Yahudi pada jaman Yesus tidak jauh berbeda dengan masyarakat saat ini. Kaum miskin sering dihilangkan martabatnya dan diperlakukan tidak adil. Ketika Yesus diminta untuk mengadili perempuan yang tertangkap berbuat zinah, Dia hanya berhadapan dengan seorang perempuan. Kemana yang lelaki? Apakah dia tidak bersalah sehingga tidak perlu diadili yang sama? Ketika Yesus menyembuhkan orang lumpuh, maka para pemimpin mengkritikNya berdasarkan hukum Taurat bahwa Dia telah melanggar hari Sabat. Tapi Yesus bertanya "Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?" (Luk 14:5). Yesus berusaha memulihkan kaum miskin yang telah kehilangan martabatnya sebagai manusia, meski Dia harus melawan hukum Taurat dan para penguasa yang ada.

Gereja seharusnya berpihak pada kaum miskin. Dalam dokumen konsili Vatikan II yang Gaudium et Spes sudah ditegaskan bahwa Gereja terlibat dalam masalah dunia, terutama masalah kemiskinan manusia yang semakin mengerikan. Gereja bukan sekedar memberikan bantuan sembako atau tindakan karitatif pada saat bencana melainkan membantu kaum miskin mendapatkan kembali martabatnya dengan cara pembelaan. Tindakan ini seharusnya dimulai oleh para pemimpin Gereja. Merekalah yang pertama-tama harus menunjukkan posisi dan keberpihakannya pada kaum miskin. Mereka berada di tengah kaum miskin untuk mendorong dan membantu kaum miskin mendapatkan kembali martabatnya yang telah dihilangkan oleh para penguasa. Tapi hal ini tidak mudah, sebab semakin tinggi jabatan semakin banyak fasilitas dan kenikmatan yang diperolehnya. Semua itu diberi oleh orang yang berkuasa. Keberanian berpihak pada kaum miskin berarti berani kehilangan semuanya bahkan dirinya.

Sabtu, 27 Agustus 2011

ALLAH KAUM MISKIN DAN BERDOSA

Dalam Injil Lukas Yesus memberikan perumpamaan siapa yang akan masuk dalam Kerajaan Sorga seperti orang yang mengadakan pesta perkawinan (Luk 14:15-24). Pada awalnya tuan itu mengundang orang yang dipilihnya. Tapi pada saat pesta semua orang yang diundang itu menolak dengan berbagai alasan. Pesta sudah tersedia, maka tuan itu mengundang orang miskin, cacat, lumpuh dan sebagainya. Tapi masih banyak ruang yang kosong, maka tuan itu memerintahkan pegawainya supaya memaksa orang yang ada di pinggir jalan dan yang ditemuinya untuk dibawa ke pesta agar ruang pesta menjadi penuh. Bagi orang jaman itu bila ruang pesta kosong sangat memalukan bagi pemilik pesta. Maka tuan pesta itu bersikap seperti itu. Dia pun mengatakan bahwa orang yang menolak undangannya tidak akan masuk dalam perjamuannya.

Seperti layaknya seorang mengadakan pesta maka dia akan mengundang orang-orang yang dianggapnya istimewa. Mereka adalah orang-orang pilihan. Demikian pula Allah memilih bangsa Israel sebagai bangsa pilihan yang diundang untuk masuk dalam Kerajaan Sorga. Kesadaran sebagai bangsa pilihan ini membuat Israel menjadi bangsa yang sombong. Mereka memandang rendah bangsa sekitarnya, misalnya bangsa Samaria. Mereka pun berusaha ketat menjaga perkawinan agar dapat tetap menjaga kemurnian suku Israel. Orang yang lahir dari perkawinan campur seperti orang Samaria dianggap orang yang rendahan. Kebanggaan diri sebagai bangsa istimewa sebab bangsa pilihan Allah inilah yang membuat mereka berani menolak undangan dari Allah.

Sebaliknya orang-orang cacat, miskin, pemungut cukai, pelacur dan sebagainya adalah kelompok orang-orang yang dimarginalkan. Mereka tidak mempunyai kebanggaan diri. Mereka yang selama ini sering direndahkan tiba-tiba diundang pesta. Mereka menjadi orang yang istimewa dan terhormat. Mereka yang selama ini merasa bahwa Allah adalah milik bangsa terpilih kini Allah menjadi milik mereka juga. Warta keselamatan yang dibawa Yesus tidak eksklusif untuk bangsa pilihan melainkan untuk siapa saja yang membutuhkan keselamatan. Kisah ibu Kanaan yang memohon kesembuhan bagi anak perempuannya membuka wawasan baru. Yesus secara jelas menyatakan bahwa Dia diutus untuk domba-domba yang hilang dari bangsa Israel tapi perempuan itu tetap bertahan pada permintaannya. Maka Yesus memberinya keselamatan.

Kehadiran Yesus menggeser posisi Allah dari Allah untuk bangsa terpilih menjadi Allah untuk segala bangsa terutama kaum marginal. Kerajaan Allah terbuka bagi siapa saja terutama orang yang dimarginalkan. Orang Yahudi marah dengan ajaran ini, “Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bersungut-sungut kepada murid-murid Yesus, katanya: "Mengapa kamu makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" (Luk 5:30). Allah memihak kaum miskin sebab merekalah yang sangat membutuhkan pertolongan. Allah memposisikan diri sebagai Allah kaum marginal dan bahkan ada di dalam diri kaum marginal. Maka barang siapa telah mengasihi kaum marginal dia telah mengasihi Allah. Keselamatan pun ditentukan sejauh mana orang mengasihi kaum marginal. Ini sebuah perubahan konsep Allah yang sangat besar dan fundamental. Allah yang jauh, tak tersentuh dan Mahasuci kini ada dalam diri kaum miskin dan berdosa. Kerajaan Allah yang semula hanya untuk bangsa pilihan kini terbuka untuk kaum pendosa dan semua orang yang menanggapi undangan Allah.

Saat ini Allah kaum marginal yang diwartakan Yesus sering kali diusahakan untuk ditempatkan kembali pada posisinya sebagai Allah bangsa terpilih. Allah dari orang-orang hebat dan istimewa. Allah dijauhkan dari orang miskin dan berdosa. Perjamuan Allah dijadikan perjamuan yang megah dan ditempat yang megah, sehingga kaum miskin dan berdosa merasa tidak pantas untuk memenuhi undangan Allah. Orang mencari Allah bukan lagi dalam diri sesamanya yang miskin dan berdosa tapi di tempat-tempat yang nyaman, bahkan orang menyatakan bahwa kaum marginal sebagai kaum tak terberkati. Maka perlu mengembalikan Allah yang dibawa Yesus sebagai Allah bagi kaum miskin dan tersingkirkan.

Jumat, 26 Agustus 2011

SIAPA YANG MASUK KE KERAJAAN SURGA?

Dalam perumpamaan tentang Kerajaan Allah, Yesus menggambarkan dengan seorang raja yang mengundang teman-temannya, tapi pada saatnya para temannya menolak untuk hadir dalam pesta yang diselenggarakan oleh raja itu. Padahal segala keperluan pesta sudah tersedia. Bagi raja itu penolakan ini sudah menyangkut martabatnya. Pesta yang tidak dihadiri oleh para undangan dapat membuat malu pemilik pesta. Maka agar dia tidak malu raja itu memutuskan menyuruh pegawainya untuk mengundang siapa saja yang dapat mereka temui. Raja ini tidak peduli apakah yang ditemui oleh pegawainya adalah orang baik atau orang jahat. Semua diundang untuk hadir agar pesta yang sudah siap dapat berlangsung seperti yang diharapkan.

Perumpamaan ini ditujukan pada orang-orang Yahudi, terutama para pemimpinnya yang menolak tawaran keselamatan dari Allah. Bangsa Yahudi mendapat anugerah dari Allah sebagai bangsa yang dipilih oleh Allah untuk menerima keselamatan. Kita tidak perlu mempersoalkan mengapa bangsa Yahudi yang dipilih Allah, padahal mereka adalah bangsa yang kecil. Tidak seperti Mesir atau Babilonia atau Asyur atau bangsa lain lebih besar dan maju dalam kebudayaannya. Itu hak Allah untuk memilih siapa saja yang dikehendakiNya. Tapi tawaran keselamatan dari Allah sering diabaikan bahkan ditolak oleh bangsa Yahudi. Berulang kali Allah mengutus para nabi untuk membawa bangsa Yahudi dalam persekutuan dengan Allah tapi mereka menolaknya.

Akhirnya Allah mengutus PutraNya untuk mengajak bangsa Yahudi kembali dalam persekutuan dengan Allah, tapi mereka lebih memilih melakukan hal yang menurut mereka lebih penting daripada undangan Allah. Maka Allah memanggil setiap orang dari berbagai bangsa. “Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga, sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi” (Mat 8:11-12). Bahkan orang-orang yang dianggap remeh oleh bangsa Yahudi, “Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah.” (Mat 21:31). Penolakan bangsa Yahudi membuat Kerajaan Allah terbuka bagi siapa saja yang mau menanggapi undangan dari Allah.

Bangsa Yahudi menolak undangan Allah sebab merasa yakin bahwa mereka adalah bangsa yang terbekati. Mereka adalah keturunan Abraham yang pasti akan selamat. Yohanes Pembaptis sudah mengingatkan agar mereka tidak sombong “Dan janganlah mengira, bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini!” (Mat 3:9). Kerajaan Allah terbuka bagi orang-orang yang memiliki kerendahhatian sehingga membutuhkan pertolongan dari Allah. Orang yang menyadari bahwa dirinya berdosa sehingga membutuhkan penyelamatan dari Allah. Bukan orang yang merasa yakin bahwa dirinya sudah terselamatkan.

Tidak jarang kita mendengar orang menghina sesamanya “kafir” atau orang itu tidak akan selamat. Orang yakin bahwa bila dia sudah memeluk agama ini atau itu maka dia akan selamat sedangkan orang yang diluar agamanya tidak. Kerajaan Allah terbuka bagi siapa saja, sebab Allah menawarkannya kepada semua orang, entah dia baik atau jahat. Kerajaan Allah tertutup bagi orang yang menolak atau tidak menghargai Allah. Kita sudah ada dalam komunitas keselamatan tapi tidak boleh sombong lalu mengadili orang lain bahwa dia tidak akan selamat, sebab yang menentukan keselamatan adalah Allah. Berada dalam komunitas keselamatan tidak secara otomatis akan diselamatkan seperti orang Yahudi yang merasa sebagai keturunan Abraham maka otomatis akan diselamatkan. Keselamatan akan kita peroleh bila kita memiliki rasa rendah hati untuk mengakui ketidakpantasan diri sehingga membutuhkan Allah untuk menyelamatkan kita dan sikap untuk menghormati Allah yang telah menyelamatkan kita.

Rabu, 24 Agustus 2011

UNDANGAN ALLAH


Dalam Injil dikisahkan kerajaan Allah seumpama seorang raja yang mengadakan pesta. Dia mengundang banyak orang. Ternyata pada waktu pesta dilangsungkan, para undangan satu demi satu menolak hadir dengan aneka alasan yang sederhana. Raja itu menjadi murka. Dia memerintahkan para prajuritnya untuk membakar kota tempat orang itu tinggal. Penolakan ini merupakan sikap yang tidak menghormati atau memberi muka sang raja. Seandainya mereka sejak awal menolak tentu raja itu tidak akan menghukumnya seperti itu. Raja ingin pesta tetap berlangsung, maka dia mengundang siapa saja yang ada di tepi jalan entah dia orang baik atau buruk.

Ketika pesta dilaksanakan muncul masalah baru yaitu ada orang yang tidak memakai pakaian pesta. Hal ini juga merupakan bentuk penghinaan pada tuan rumah. Maka raja memerintahkan para pegawainya untuk melemparkan orang itu dalam kegelapan. Kisah ini dapat menimbulkan pertanyaan tentang sikap raja yang keras dan tegas. Padahal kerajaan Allah adalah komunitas yang berdasarkan pada hukum yang utama dan terutama yaitu kasih. Dimana kasih bila sikap penolakan dan ketidaklayakan langsung dihukum dengan keras. Bila kasih terkait erat dengan pengampunan bukankah raja itu mengampuni orang yang menolak hadir dan orang yang tidak berpakaian layak?

Allah adalah Allah yang penuh belas kasih sekaligus pecemburu. “Sebab janganlah engkau sujud menyembah kepada allah lain, karena TUHAN, yang nama-Nya Cemburuan, adalah Allah yang cemburu.” (Kel 34:14). Perumpamaan itu termasuk saat Yesus berbicara soal akhir jaman. Dimana pada akhir jaman nanti orang akan diadili. Bila dia menerima Allah maka dia akan masuk dalam kerajaan Surga, sebaliknya bila dia menolak Allah maka dia akan masuk dalam api neraka. Gambaran penghakiman itu akan terjadi pada akhir jaman. Pada saat ini semua orang, baik orang yang baik maupun yang jahat diundang dalam perjamuan Allah. Inilah wujud belas kasih Allah kepada semua orang entah baik atau jahat, sebab kasih Allah itu bagaikan matahari yang menyinari orang baik dan jahat secara sama.

Dari pihak manusia dituntut untuk menghormati Allah sebagai satu-satunya Allah. Para undangan yang pertama dihukum sebab mereka menerima undangan tapi menolak untuk hadir sebab tenggelam dalam kepentingan diri. Orang yang menolak Allah hukumannya sudah jelas ada dalam neraka. Sedangkan yang kedua dia entah orang baik atau jahat, tapi dia tidak berpakaian layak maka dianggap tidak menghormati Allah. Orang yang tidak menghormati Allah hukumannya sudah jelas yaitu neraka. Jadi dalam hal ini bukan Allah tidak adil dan penuh belas kasih tapi sikap manusia sendiri yang menolak Allah yang membuat dirinya mendapat hukuman.

Kita pun diundang Allah untuk masuk dalam kerajaanNya. Perjamuan surgawi yang akan datang sudah dinyatakan dalam perayaan ekaristi pada saat ini, dimana kita bersatu penuh dengan sesama dan Kristus. Kita yang berdosa dan mungkin termasuk orang jahat diundang untuk hadir dalam perjamuan surgawi setiap minggu bahkan mungkin setiap hari. Betapa besar anugerah ini. Tapi apakah kita senantiasa siap untuk hadir atas undangan Allah ini? Sering kali kita tenggelam dalam kesibukan sehingga mengabaikan undangan Allah. Beberapa orang mengatakan bahwa dia tidak mengikuti ekaristi pada hari minggu sebab lupa. Suatu alasan yang tidak masuk akal.

Bila hadir pun apakah kita sudah berpakaian yang pantas untuk menghormati Allah? Kepantasan bukan disempitkan oleh pakaian tubuh, sebab Allah menilai apa yang ada dalam hati manusia. Kepantasan dilihat sejauh mana batin kita sungguh menghormati Allah yang hadir secara nyata dalam hosti kudus. Sikap batin ini terungkap dalam sikap, tindakan dan perkataan kita selama mengikuti ekaristi. Banyak orang datang saat ekaristi sudah dimulai lalu pulang sebelum ekaristi berakhir. Pada saat ekaristi dia pun tenggelam dalam kesibukan. Seolah dia datang hanya untuk menerima komuni. Jika demikian apakah kita sudah hormat pada Allah?

Sabtu, 20 Agustus 2011

ENGKAULAH MESIAS


Pengakuan Yesus sebagai Putra Allah sebelumnya sudah dinyatakan oleh Allah sendiri ketika Yesus dibaptis. Dalam perjalanan waktu beberapa iblis dan setan pun mengakui bahwa Yesus adalah Putra Allah. Akhirnya Petrus sebagai wakil dari para murid yang mengakui bahwa Yesus adalah Putra Allah. Dengan pengakuan Petrus ini maka semua isi bumi dan Allah mengakui kaallahan Yesus. Tapi bagi manusia untuk mencapai kesadaran akan keallahan Yesus bukan semata-mata merupakan hasil usaha manusia, sebab ada peran Allah yang terlibat dalam diri manusia dan membuka hati manusia pada Yesus. Bukan kamu yang memilih Aku tapi Akulah yang telah memilih kamu. Tidak semua manusia mendapatkan anugerah ini, maka banyak orang menolak kemesiasan Yesus.

Sering kita tidak menyadari anugerah ini. Bahkan orang malu mengakui imannya. Malu bahwa dia telah dipilih Allah untuk mengikuti Yesus. Maka seharusnya kita bangga dan bersyukur bila kita sampai pemahaman akan kemesiasan Yesus, sebab kita termasuk orang yang dipilih Allah untuk percaya pada Yesus. Iman bukan hanya panggilan Allah, sebab bagaimana pun kuatnya Allah memanggil tapi bila tidak ada orang yang mewartakan maka panggilan itu pun akan tidak dapat terwujud. Rasul Paulus menulis bahwa iman dimulai dari pendengaran. Untuk sampai pada iman dibutuhkan hati yang terbuka, mendengarkan ajaran siapa Yesus dan mendapat anugerah Allah. Bila salah satu tidak ada, maka sulit bagi kita untuk percaya bahwa Yesus adalah Mesias.

Pemahaman siapa Yesus bagi kita tidak boleh berhenti hanya pada diri kita. Seperti perempuan Samaria yang dijumpai Yesus dekat sumur Yakob, setelah dia mengetahui siapa Yesus, maka dia pergi ke kota untuk mewartakan pada orang di kotanya bahwa dia telah bertemu dengan Mesias. Demikian pula Maria Magdalena yang melihat Yesus setelah bangkit lalu pergi ke rumah para murid untuk mengabarkan peristiwa gembira itu. Demikian pula Maria, setelah menerima anugerah Allah dia lalu pergi ke rumah Elisabet untuk mewartakan kabar gembira itu.

Pewartaan bukan hanya dengan kata-kata bahwa kita telah menerima anugerah, tapi terlebih dengan sikap hidup dan perbuatan kita. Anugerah Allah yang telah kita terima mengubah diri kita. Perempuan Samaria dan Maria Magdalena bukanlah orang yang dianggap baik oleh masyarakat. Maria adalah gadis muda yang sederhana. Anugerah Allah telah mengubah hidupnya. Hal ini tampak dari perubahan yang terjadi dalam dirinya yang dapat dirasakan atau dilihat oleh sesamanya, sehingga orang tahu ada perbedaan hidup lama dan baru. Anugerah panggilan dari Allah mendorong kita untuk menjadi pewarta kabar gembira pada sesama, sebab panggilan terkait erat dengan tugas perutusan. Kita diutus untuk menjadi pewarta kabar suka cita bahwa keselamatan yang sudah lama dinantikan kini telah tiba.

Bila kita belajar dari perempuan Samaria, dia hanya membawa orang kepada Yesus, sehingga mereka dapat mengenal sendiri Yesus dari pertemuan dengan Yesus. Petrus dan para murid pun dilarang oleh Yesus agar tidak mengatakan siapa DiriNya kepada orang lain. Yesus tidak menerapkan budaya instant dimana orang begitu mudah untuk merasa tahu tanpa mengalami pergulatan mencari tahu. Iman bukanlah iman fotocopy melainkan sebuah proses pemahaman akan siapa Allah bagi dirinya. Iman yang diperoleh melalui pergulatan akan tumbuh dan berkembang menjadi iman yang kuat. Hal yang patut disayangkan adalah ada orang yang begitu mudah menyatakan bahwa orang ini atau orang itu sudah beriman pada Yesus lalu dibaptis hanya karena mereka mau diajak ke tempat perjamuan atau mengikuti ibadah. Orang itu memang percaya bahwa Yesus adalah Mesias tapi bukan dari pergulatannya sendiri melainkan pergulatan orang lain yang mengajaknya.

Sabtu, 13 Agustus 2011

MAK, KAPAN BAPAK PULANG?

“Mak apa lebaran ini bapak pulang?” tanya seorang anak sambil menatap perempuan separo banyak yang sibuk menjahit. Perempuan itu diam. Tangannya terus bergerak memasukkan jarum ke kain. Menarik dan memasukkan kembali.
“Maaak,”
“Ya mak dengar,”
“Apa lebaran ini bapak pulang?”
“Entahlah,” jawabnya acuh.
“Lebaran kemarin emak bilang kalau lebaran ini bapak pulang,”
“Emak sudah lupa apa pernah mengatakan itu,” sahut emak diplomatis.
“Ya.” Sahut anak kecil itu. “Emak bilang kalau lebaran depan bapak pulang.”
“Emak kan bilang lebaran depan.” Perempuan itu menatap wajah anaknya sejenak.
“Berarti kan lebaran ini,”
“Ah lebaran kan masih banyak.” Sahut emaknya, “Bisa lebaran tahun depan atau tahun depan lagi.”
“Lalu lebaran kapan bapak akan pulang?”
“Emak nggak tahu.”

Suasana menjadi hening. Emak dan anak menjadi membisu. Mulut mereka terkatup membiarkan angan-angan yang berbicara dalam pengembaraan khayal. Mata anak itu berkedip-kedip menatap emaknya. Mata emak terpusat pada jarum dan benang yang terus bergerak berusaha mengkaitkan dua buah kain kusam menjadi sebuah baju. Kemarin dia mendapat baju bekas dari seseorang. Baju ukuran dewasa. Kini dia berusaha membuat baju yang besar itu menjadi baju kecil agar pas dengan ukuran badan anaknya yang sangat kurus.

“Mak,” suara anak itu memecah kebisuan. Menghentikan gerakkan khayal. Perempuan itu terus melanjutkan gerakan tangannya seolah tidak mendengar panggilan anaknya.
“Apakah bapak tidak pernah akan pulang?” tanya anak itu lirih sesaat setelah menunggu reaksi emaknya. Sebuah tanya yang sudah lama bergulat dalam dadanya tapi takut untuk diucapkan sebab takut mendapat jawaban yang tidak diharapkan. Perempuan itu menunduk. Menatap kain, benang dan jarum. Jari tangannya yang kisut dan kotor terus bergerak tiada henti.
“Mak,”
“Ya mak dengar,”
“Kenapa mak gak menjawab?”
“Mungkin lebaran depan bapakmu baru bisa pulang,” sahut perempuan itu kaku. Setiap saat dia selalu memberikan harapan akan kepulangan seorang lelaki. Harapan itu memberikan kekuatan pada anaknya. Dia dapat bercerita pada teman-temannya bahwa lebaran ini bapaknya tidak pulang. Tapi lebaran depan bapaknya pasti pulang dan membawa semua kebutuhannya untuk merayakan lebaran. Perempuan itu membiarkan anaknya hidup dalam harapan dan khayalan. Dia tidak ingin merampas satu-satunya kebahagiaan yang dimiliki oleh anaknya.

“Sebetulnya bapak dimana?”
“Kerja,”
“Dimana mak?”
“Di luar pulau,”
“Apakah jauh sekali sehingga tidak bisa pulang pada hari lebaran?”
“Jauh sebab harus naik kapal.”
“Tapi kan bisa naik kapal,”
“Kamu liat di tivi kan?”
“Ya mak,”
“Banyak orang berdesakan untuk naik kapal.” Perempuan itu mengangkat baju yang baru selesai dijahitnya. “Bapakmu mungkin tidak dapat tiket kapal.”
“Kan bapak bisa pulang sebelum lebaran mak,”
“Sebelum lebaran kan gak libur,”
“Apa bapak gak bisa bolos kerja?”
“Kalau bolos bisa dipecat sama bosnya,” perempuan itu mengalihkan pandangan. Matanya menjadi panas. Setiap tahun selalu alasan sama yang dikatakan. Dia mengamati sejenak baju kecil hasil karyanya.
“Ini emak buatkan baju baru.”
“Ini kan baju lama mak,”
“Bukan,” potong emaknya sambil menempelkan baju itu di tubuh anaknya. “Kamu kan liat emak baru saja selesai menjahitnya.”
“Ya tapi kan ini baju bekas,”
“Bagi emak ini baju baru, sebab baru saja selesai emak buat.” Dengan enggan anak itu membiarkan tubuhnya diputar-putar oleh emaknya.
“Wah anak emak sangat tampan dan gagah,” wajah perempuan itu berbinar-binar. Senyumnya berusaha mencairkan mendung yang menggantung di wajah anaknya.
“Terima kasih mak,” diambilnya baju itu dan diletakkan di sisinya. Dia tidak tertarik pada baju bekas yang dibuat baru. Hatinya penuh kebencian yang ditekannya rapat-rapat. Dia benci lebaran. Benci melihat semua anak memakai baju baru. Benci melihat teman-temannya bermain petasan. Benci melihat teman-temannya bersuka cita bersama keluarganya. Benci mendengar cerita teman-temannya yang mendapat hadiah dari bapaknya.

“Kamu tadi sudah tarawih?” tanya perempuan itu lembut. Diusapnya kepala anaknya. Anaknya diam. Tubuhnya disandarkan pada dinding triplek rumah kost yang sempit.
“Kamu di rumah sebentar ya, emak carikan kamu lauk untuk sahur nanti,” perempuan itu segera bergegas keluar ruangan yang pengap dan penuh kegalauan. Dia berjalan ke ujung lorong deretan rumah. Matanya basah. Entah kemana dia harus berjalan dalam gelap malam untuk mencari lauk yang dijanjikan. Kakinya yang lelah menyeret tubuh menjauh dari rumah. Beberapa kali dia menghela napas panjang. Pikirannya terus bergerak dan meloncat dari satu kenangan ke realita hidup yang pahit.

“Mau kemana malam-malam?” sebuah suara tetangga mengejutkannya.
“Mau ke sana sebentar,” jawab perempuan itu tergagap sambil mempercepat langkahnya. Dia tidak tahu arah yang dituju. Dia hanya ingin berjalan dan terus berjalan. Menjauhi rumah dan segala pertanyaan yang menusuk hatinya. Puluhan wajah lelaki hinggap di benaknya. Wajah-wajah yang memberikan janji dan sikap manis. Pujian yang mengalir bagai sungai di musim hujan setelah menikmati tubuhnya. Tapi kini semua hilang lenyap. Tidak ada satupun yang datang. Semua sudah berlalu seiring dengan tubuhnya yang telah mulai keriput dan ada banyak perempuan lain yang lebih muda dan segar. Hanya anaknya yang masih tertinggal. Anak yang tidak tahu siapa bapaknya yang sesungguhnya. Bapak yang senantiasa ditunggu kedatangannya pada saat lebaran.

Jumat, 12 Agustus 2011

TUHAN, MAAF AKU TELAH MENGKHIANATI ENGKAU


Aku berlutut di bangku panjang. Hanya aku sendirian dalam ruang yang sangat luas dan mampu menampung 800 orang. Suasana hening sesekali dipecahkan oleh suara motor yang melintas di jalan depan gedung gereja. Semua lampu padam. Hanya ada cahaya merah kecil dari lampu dekat tabernakel dan beberapa lilin yang bernyala di depan patung St. Maria. Hatiku gundah. Air mataku menetes perlahan. Aku ingin mulai berdoa tapi tidak tahu apa yang harus kukatakan pada Tuhan.

“Tuhan aku telah mengkhianati Engkau,” kataku lirih seperti angin yang berlalu. Kutatap salib yang tergantung di atas tabernakel. Dalam keremangan tampak wajah Yesus yang teduh. Dia seakan menatapku. Aku menundukkan kepala. Tidak mampu menatap wajahNya yang penuh luka. Mahkota duri di kepalanya. Paku-paku yang menancap di lengan dan kakiNya. Luka di lambung yang menganga. Pada Jumat Agung aku sering merasa sedih melihat penderitaan Yesus. Kini aku telah menambah penderitaanNya.

“Tuhan maaf aku telah mengkhianati Engkau,” hanya itu doa yang dapat keluar dari lubuk hatiku yang terdalam. Sudah beberapa lama aku mengalami konflik antara kepentingan diriku dan iman. Aku salah satu dari beberapa orang Katolik yang bekerja di sebuah instansi. Teman-teman seangkatanku sudah menduduki posisi yang penting dengan gaji dan fasilitas yang cukup. Bahkan pegawai yang masuk belakangan pun beberapa sudah mendapatkan posisi yang lebih tinggi dariku. Karirku seolah berhenti sampai posisi ini. Bukan aku bodoh atau sering melanggar. Satu-satunya ganjalan yang menghambat karirku adalah karena aku seorang Katolik.

“Tuhan maaf aku telah mengkhianati Engkau,” Apakah aku harus mempertahankan imanku sedangkan anak-anakku sudah semakin besar dan membutuhkan banyak biaya. Gajiku pada posisi ini tidak akan cukup untuk menunjang kebutuhan rumah tangga yang terus meningkat. Apakah aku harus korupsi seperti beberapa orang yang diberitakan media? Aku tidak ingin keluargaku makan uang hasil curian. Aku berusaha mempertahankan imanku tapi kenyataan menuntut lain. Berulang kali aku mengalami kesulitan keuangan yang begitu berat sedangkan Engkau diam. Engkau hanya menatapku seperti saat ini.

“Tuhan maaf aku telah mengkhianati Engkau.” Aku sudah mengikutiMu selama ini. Pada saat masih muda aku termasuk penggerak kaum muda. Aku aktif terlibat dalam berbagai kegiatan Gereja. Aku tidak lupa akan semangat yang berkobar dalam hatiku saat itu. Gereja bukanlah tempat asing bagiku. Aku dekat dengan beberapa romo bahkan istriku pun yang mencarikan adalah seorang romo. Aku ingat semua kebaikan yang telah Engkau berikan padaku. Segala berkahMu yang terwujud dalam rumah tanggaku yang tenang dan anak-anak yang membanggakan. Aku ingat dan tahu semua anugerahMu. Tapi sekali lagi Tuhan, sampai kapan aku harus berhenti pada posisi ini hanya karena aku adalah pengikutMu? Aku sudah berusaha bertahan ketika teman-teman dekatku menyarankan agar aku meninggalkanMu dan berganti pada iman yang lain. Aku berusaha bertahan. Tapi akhirnya tembok pertahananku akhirnya runtuh. Realita dan tuntutan hidup membuatku memutuskan bahwa aku akan meninggalkan Engkau apapun resiko yang harus kutanggung. Teman-teman Mudika dulu pasti kecewa dan mungkin mencibirku. Aku tidak akan berani menemui mereka apalagi menemui romo yang dulu sangat dekat padaku dan banyak membimbingku. Maka aku datang padaMu di malam ini. Saat rumahMu sudah sepi.

“Tuhan maaf aku telah mengkhianati Engkau,”. Engkau memang bersabda bahwa barang siapa mengikuti Engkau, maka dia harus memanggul salibnya setiap saat dan mengikuti Engkau. Aku tidak mampu memanggul salib. Aku gagal menjadi pengikutMu. Aku menjadi Yudas yang menjual Engkau demi kepentinganku. Aku bangkit dari kursi kayu dan dengan langkah berat meninggalkan wajah Yesus yang terus menatapku dengan teduh. Wajah yang penuh luka dan tergantung di kayu salib.

Selasa, 09 Agustus 2011

YESUS ALA McDONALD


Bagi kita orang yang hidup di kota besar tidak asing lagi dengan McDonald, sebuah warung makan cepat saji yang tersebar di berbagai negara. Bagi orang yang tinggal di desa atau kota kecil mungkin hanya melihat iklan McDonald dari TV saja. Disini aku bukan hendak mempromosikan McDonald tapi hendak melihat Gereja dengan budaya McDonald. Sebetulnya ada banyak warung cepat saji semacam McDonald di negara kita, tapi aku menggunakan McDonald sebab warung ini lebih terkenal dan mewabah dimana-mana. Selain itu ada budaya baru yang ditawarkan oleh McDonald yang diadaptasi oleh Gereja saat ini. Budaya ini sebetulnya budaya jaman ini dan dapat dilihat dalam cara warung itu menjalankan usahanya.

Ciri khas budaya McDonald adalah satu untuk semua. Dengan membeli satu burger, maka kita akan memperoleh roti, sayur, daging dan kentang. Seperti kalau kita makan dalam satu piring. Budaya saat ini juga menyodorkan satu untuk semua. Bila kita masuk supermarket, maka kita bisa belanja semua keperluan hidup. Kedua, orang tidak perlu menunggu lama bahkan tidak perlu untuk turun dari mobil bila membeli Mc Donald sebab ada sistem pelayanan drive through. Ketiga, McDonald menawarkan gengsi. Makan di McDonald dianggap bergensi. Keempat, McDonald menawarkan keceriaan. Patung McDonald yang duduk dekat pintu dibuat seperti badut yang menggambarkan kegembiraan. Kelima, McDonald menawarkan budaya instant, yang cepat dan lengkap.

Budaya yang ditawarkan oleh McDonald juga merasuk dalam Gereja. Banyak orang mencari gereja yang dapat memberikan jaminan keselamatan rohani dan sekaligus mendapat kepuasan jiwanya. Maka para pemimpin Gereja berupaya dengan berbagai cara untuk meyakinkan bahwa umat yang hadir akan mendapatkan keselamatan pada akhir jaman nanti dan kelegaan pada saat ini. Untuk itu suasana gereja dibuat seceria mungkin dengan musik yang gembira dan suasana yang nyaman. Gedung gereja dibangun semodern mungkin agar tampak bergengsi. Kotbah penuh janji akan kebahagiaan surga dan dunia. Bahkan tanpa malu lagi orang mulai menafsirkan ajaran Yesus dalam konteks harta benda. Bila orang memberi uang maka dia akan memperoleh beratus-ratus kali lipat. Sabda Yesus bahwa kita adalah anak Allah diartikan sebagai orang yang sukses dan kaya, sebab Allah adalah raja yang kaya raya dan memberikan apa saja kepada orang yang memohon padanya. Orang pun tidak perlu susah payah untuk memperoleh keselamatan. Seperti McDonald yang membangun budaya instant, kini keselamatan pun menjadi instan. Seolah dengan sekali doa dan berbuat baik maka orang akan diselamatkan. Bahkan orang tidak perlu bersusah payah, sebab dia sudah ditentukan oleh Allah untuk selamat.

Sebetulnya ajaran ini berbeda bahkan berlawanan dengan ajaran Yesus. Bagi Yesus keselamatan bukanlah hal yang mudah diraih. “Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya." (Mat 7:13-14). Kita harus berjuang untuk memperoleh keselamatan itu. Setiap orang diberi kebebasan untuk memilih apakah dia mau mengikuti Yesus atau menolakNya. Dia memang menentukan siapa yang akan dipanggilNya. Tapi panggilan bukan berarti secara otomatis akan masuk surga. Yudas Iskariot dipilih oleh Yesus tapi dalam perjalanan waktu dia diberi kebebasan untuk terus mengikutiNya atau mengkhianatiNya. Tidak ada otomatisasi. Mengikuti Yesus berarti berani menanggung penderitaan. “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.” (Mat 10:38), sebab dia harus melepaskan segala yang ada padanya. Anak muda yang kaya karena tidak berani melepaskan hartanya maka dia tidak jadi mengikuti Yesus.

Tapi karena budaya McDonald sudah merasuk dalam masyarakat maka ajaran Yesus pun dipelintir disesuaikan dengan budaya saat ini. Orang pun senang mengikuti Yesus ala McDonald daripada Yesus yang sesungguhnya. Disinilah tantangan Gereja saat ini bagaimana mewartakan ajaran Yesus yang sesungguhnya.

Sabtu, 06 Agustus 2011

KETIKA BADAI MENERPA


Beberapa ahli kitab suci menafsirkan kisah perahu para murid diterjang gelombang adalah penggambaran Gereja pada jaman itu. Dimana Gereja dalam situasi sangat sulit akibat pengejaran dari pihak Yahudi dan Romawi. Mereka dianggap sesat oleh orang Yahudi dan dianggap akan memberontak oleh orang Romawi. Situasi yang sulit ini seolah akan menenggelamkan Gereja dalam amukan badai kehidupan. Tapi dalam situasi sulit Yesus tidak pernah meninggalkan Gereja. Dia hadir dan siap mengulurkan tanganNya sehingga Gereja selamat asal Gereja hidup berdasarkan iman.

Dalam hidup tidak jarang kita juga diterjang badai yang menakutkan. Seolah hidup kita akan hancur dan tenggelam. Ada 3 kata dari Yesus yang dapat kita renungkan bersama. Pertama Yesus mengatakan “Tenanglah.” Ketika bencana datang kita sering menjadi kalut. Sebetulnya semakin kita kalut semakin kita tidak mampu menyelesaikan atau melalui penderitaan itu. Pernah aku tersesat di sebuah kota pada tengah malam. Semua teman bingung arah mana yang harus dituju. Kami sudah beberapa kali memutari kota ini tapi tidak mampu menemukan jalan keluar ke arah yang kami tuju. Maka aku mengajak teman-teman untuk berhenti. Duduk di tepi jalan sejenak sambil berusaha tenang. Akhirnya kami menemukan jalan ke arah yang kami tuju. Padahal jalan ini sudah kami lalui beberapa kali, tapi karena kami kalut maka kami tidak melihat tanda-tanda yang ada. Maka ketika bencana itu datang kita harus bersikap tenang untuk melihat segala masalah dalam ketenangan.

Kata kedua adalah “Jangan takut”. Dalam penderitaan sering muncul ketakutan-ketakutan. Ketakutan yang mendalam adalah hidup kita hancur dan berakhir. Rasa takut bisa membuat kita berhenti. Tidak berusaha melakukan apa-apa. Kuatir bahwa bila kita melakukan maka penderitaan akan semakin berat. Padahal kita ingin keluar dari penderitaan itu. Untuk melawan takut dibutuhkan iman pada Allah dan keyakinan akan diri sendiri. Ada sebuah cerita pendek tentang pasukan yang berjumlah kecil harus menghadapi pasukan yang berjumlah jauh lebih besar. Pasukan kecil itu sangat ketakutan, sebab mereka yakin akan dibantai habis oleh pasukan besar. Sebelum berangkat perang sang jendral dari pasukan kecil itu masuk kuil dan melempar koin. Bila yang keluar gambar burung pasti akan menang. Tapi bila yang keluar adalah tulisan maka akan kalah. Ternyata yang muncul adalah gambar burung. Keyakinan akan kemenangan ini membakar semangat para prajurit sehingga akhirnya mereka memenangkan pertempuran. Padahal jendral itu melekatkan dua koin menjadi satu yang semua sisi bergambar burung, sehingga dilempar berapa kali pun akan keluar gambar burung. Kemenangan bukan karena lemparan koin tapi keyakinan akan menang. Bila pasukan itu menang karena yakin dari gambar koin, kita pun pasti bisa menang sebab kita beriman pada Allah yang tidak akan pernah meninggalkan kita.

Kata ketiga adalah “Datanglah,”. Dalam penderitaan yang hebat orang bisa datang ke Tuhan sebaliknya juga orang akan menyingkir dari Tuhan, sebab Tuhan dianggap jahat, tidak adil, tidak mampu menolong dan sebagainya. Yesus mengajak kita untuk datang padaNya setiap kita mengalami masalah. Beberapa orang bertanya mengapa saya sudah datang pada Yesus tapi penderitaan masih terus melekat bahkan lebih parah lagi? Petrus pun datang pada Yesus tapi kesadaran akan situasi yang mengerikan membuatnya menjadi gamang. Kita sering datang pada Yesus tapi tidak sepenuh hati. Hati kita tetap gamang, sebab kita kurang beriman. Maka Yesus menegur Petrus akibat ketidakpercayaannya. Bila kita datang pada Yesus maka kita akan dikuatkan. Yesus tidak serta merta meredakan badai. Dia hanya mendampingi kita. Waktu kecil aku sering takut bila akan kencing di kamar mandi pada malam hari. Aku minta ibu untuk menemani. Tapi sering kali ibu hanya mengatakan bahwa ibu akan melihat dari tempatnya duduk. Sambil berjalan ke kamar mandi aku berulang kali melihat ke arah ibu, apakah ibu masih memperhatikan aku atau tidak. Bila ibu memperhatikan aku maka aku menjadi berani ke kamar mandi. Yesus pun memperhatikan kita dan selalu ada bersama kita. Tapi sering kita tidak yakin akan kebersamaan itu.

Kita tidak jarang masuk dalam badai kehidupan. Sebagai seorang yang percaya pada Yesus maka pada saat seperti inilah sebetulnya iman kita diuji. Yesus bersabda bila kita memiliki iman sebesar biji sesawi saja maka kita dapat melakukan hal yang besar. Bila kita memiliki iman tentu kita akan mampu melewati segala penderitaan hidup.

Powered By Blogger