Senin, 23 November 2009

DUA RAJA

Pertemuan Pilatus dan Yesus merupakan pertemuan dua raja. Pilatus mewakili kerajaan dunia sedangkan Yesus mewakili kerajaan surga. Pada awalnya Pilatus mempertanyakan ke-raja-an Yesus. Tapi akhirnya Pilatus secara tidak langsung mengakui ke-raja-an Yesus. "Jadi Engkau adalah raja?” Pertanyaan Pilatus tidak dijawab “ya” atau “tidak” oleh Yesus melainkan Dia langsung menunjukkan tugas dan perutusannya datang ke dunia. Perutusan dan tujuan ke-raja-anNya yang berbeda dengan tujuan ke-raja-an duniawi. Secara tidak langsung Yesus hendak membedakan kerajaan duniawi dan kerajaan surgawi yang dipimpinNya.

Banyak orang ingin menjadi raja atau penguasa. Dengan menjadi raja maka orang akan mempunyai kekuasaan yang besar. Akan menikmati aneka fasilitas dan kenikmatan. Akan menikmati penghormatan dan pelayanan yang lebih dibandingkan orang biasa. Tidak jarang ketika jalanan begitu macet tiba-tiba terdengar raungan sirine dan semua kendaraan harus menepi untuk memberi jalan penguasa yang lewat. Penguasa dapat menentukan siapa yang salah dan benar seturut keinginan dirinya. Bahkan sejarah pun dapat diputar balikkan. Sejarah serangan umum 1 Maret 1949 selama bertahun-tahun diakui sebagai rancangan Soeharto. Padahal ada desas desus bahwa itu adalah buah pikiran Sultan Hamengkubowono IX.

Namun untuk menjadi penguasa tidaklah mudah. Memang ada orang yang ditakdirkan menjadi penguasa. Tapi ada orang yang harus berjuang untuk menjadi penguasa. Tidak jarang perjuangan itu menggunakan kekerasan dan kebohongan atau tindakan licik lainnya. Para anggota dewan perwakilan rakyat harus berjuang keras agar dapat duduk di kursi dewan. Aneka trik digunakan untuk mengalahkan pesaing. Jutaan rupiah dikeluarkan untuk membayar atau membeli suara. Oleh karena kekuasan diperoleh dengan uang dan kekerasan, maka ketika menjadi penguasa dia akan menjadikan uang sebagai tujuan dan mempertahankannya dengan kekerasan.

Budaya dunia yang seperti itu berusaha dilawan oleh Yesus dengan membangun budaya baru. Dia mengajarkan pemimpin adalah pelayan. Bila orang ingin menjadi tinggi maka dia harus merendahkan diri. Pemimpin adalah pembawa terang dan kebenaran. Maka sejak awal Yesus menolak godaan iblis yang akan memberiNya kekuasaan, kemewahan, dan kehebatan. Bila orang mengejar semua itu maka dia akan tega menindas sesamanya dan berlaku keras dan keji. Adam dan Hawa pun jatuh akibat tidak sanggup untuk menahan godaan untuk memiliki kekuasaan yang lebih lagi.

Budaya surgawi yang dibangun Yesus bukan hanya terwujud di surga setelah kita mati, melainkan dimulai ketika kita masih hidup di masyarakat saat ini. Kita pun bisa menjadi raja. Seorang ayah adalah raja yang mempunyai kekuasaan di dalam rumah. Seorang ibu pun dapat mempunyai kuasa di rumah. Seorang anak penguasa diantara teman-temannya dan sebagainya. Tapi kita sering lupa peran kita sebagai penguasa. Kita membayangkan penguasa adalah kalau menjadi ketua RT, Walikota atau presiden. Ketidaksadaran ini membuat kita bersikap sesuka hati kita.

Budaya surgawi yang ditawarkan oleh Yesus tentang penguasa sering dilupakan. Bahkan ada pejabat Gereja yang bersemangat sebagai raja duniawi daripada surgawi. Dia lebih senang menunjukkan tentang kekuasaan yang dimiliki daripada melayani. Seorang imam bila diminta untuk misa di rumah umat harus dijemput mobil. Setiap Kamis Putih semua diingatkan akan pelayanan dengan pencucian kaki. Tapi setelah misa semua dilupakan, sebab upacara itu dianggap hanya upacara bukan pelajaran untuk diterapkan dalam hidup. Masih banyak lagi contoh semangat kekuasaan duniawi yang mendasari sikap pemimpin dalam tubuh Gereja. Bagaimana dengan kita sendiri? Apakah kita sudah mendasari sikap kita dengan semangat penguasa surgawi? Sejauh mana kita punya semangat untuk membangun sebuah budaya baru yaitu budaya surgawi? Atau kita larut dalam jaman dan menikmati sebagai penguasa duniawi?

Jumat, 20 November 2009

XIII: THE CONSPIRACY


Sebuah mini seri NBC TV berjudul “XIII: The Conspiracy” yang ditayangkan di AS pada 8-15 Februari 2009 mengkisahkan sebuah konspirasi yang ruwet di dalam dunia politik. Cerita diawali dengan pembunuhan kakak presiden AS Sally Sheridan oleh seorang sniper pada saat dia menjadi pembicara dalam perayaan Hari Veteran. Tapi pembunuh itu tidak tertangkap. Tiga bulan kemudian ada pria, diperankan oleh Stephen Dorff, yang terluka parah, sehingga kehilangan daya ingatannya diperankan. Dia mempunyai tato angka XIII di lehernya. Dia berusaha mencari jatidirinya seperti dalam trilogi film Jason Bourne. Pencarian ini membawanya masuk dalam sebuah konspirasi politik tingkat tinggi yang berusaha menjatuhkan presiden Sally Sheridan, sebab dia berusaha mengurangi anggaran untuk senjata. Konspirasi ini didalangi oleh wakil presiden dan melibatkan menteri, agen rahasia dan pengusaha senjata. Semua orang yang terlibat dalam konspirasi ini di tato lehernya dengan angka romawi. Pemimpin tertinggi diberi angka I dan terus berurutan sampai petugas lapangan. Hanya kelompok elit yang mengetahui siapa anggota konspirasi ini, sedang yang lain tidak saling mengenal kecuali tato angka di leher. Dasar terbentuk konspirasi itu adalah uang. Bila terjadi pengurangan senjata maka para tokoh itu akan kehilangan penghasilan yang besar.

Mengikuti hingar bingar perseteruan antara KPK melawan Polisi yang gencar dimuat media membuat banyak orang menjadi analisis politik. Mulai dari rakyat sederhana sampai tokoh masyarakat hampir setiap hari membicarakan kasus cicak melawan buaya ini, entah dalam konteks bergurau atau serius. Bagi rakyat sederhana kasus ini membuat kepala pusing dan gregetan. Ada juga yang menikmati seperti nonton sebuah sinetron yang sulit ditebak akhirnya. Setiap saat bisa muncul tokoh baru yang terkait atau dikaitkan. Bermula dari tuduhan pembunuhan oleh Antasari lalu merembet ke kasus dugaan korupsi Bibit-Chandra. Muncul nama Anggodo yang dituduh sebagai makelar kasus di pengadilan. Sepertinya satu kasus belum puas dibicarakan sudah muncul kasus baru yang lebih seru dan membuat mata terbelalak bertanya-tanya.

Melihat apa yang terjadi saat ini hampir sama dengan nonton film XIII: The Conspiracy. Ruwet dan ada tokoh baru yang muncul. Seperti melihat jaring laba-laba yang centang perentang tapi saling terkait satu dengan yang lainnya. Orang hanya berharap dan bertanya-tanya siapakah sebenarnya dalang semua ini. Siapa orang yang di lehernya ada tatto I? Tapi mencari orang dengan tato I bukanlah hal yang mudah seperti di film. Siapa jagoannya pun sulit ditentukan tidak seperti di film. Hal ini membuat penasaran.

Banyak orang yakin bahwa dibalik semua ini pasti ada dalangnya. Dalam film XIII: The Conspiracy ujung-ujungnya adalah uang. Apakah yang terjadi saat ini juga berujung pada keinginan seseorang untuk mendapatkan kekayaan atau jabatan? Uang dalam banyak kasus memang menjadi ujung dan sumber dari kasus itu. Perang-perang besar yang pernah terjadi juga bersumber dari keinginan untuk mendapatkan kekayaan dengan ditutupi oleh nasionalisme atau alasan yang tampak lebih luhur lainnya.

Uang memang penting untuk menunjang kehidupan, tapi akan menjadi berbahaya bila orang mulai serakah atau menggunakan uang demi mencapai keinginannya. Tidak jarang orang dibeli agar mau mendukung seseorang dalam mencapai tujuannya. Menjelang pilkada atau pemilu banyak uang beredar dalam masyarakat. Memang hal ini tidak diakui tapi di lapangan banyak orang mendapatkan uang demi memilih partai atau orang tertentu. Maka orang yang terpilih menjadi pejabat atau wakil rakyat belum tentu karena dia dicintai atau dipercaya oleh rakyat melainkan dapat juga karena dia mempunyai banyak uang untuk membeli suara rakyat.

Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang kita pun melihat pelaku konspirasi demi uang. Bahkan kita pun dapat menjadi aktor penggunaan uang secara salah atau serakah sehingga tega menidas sesama. Banyak keluarga pecah akibat uang. Bahkan ada anak tega menindas orang tuanya demi uang. St. Paulus telah mengingatkan kita bahwa akar segala kejahatan adalah cinta uang (1Tim 6:10). Kecintaan pada uang membuat orang serakah dan gelap mata sehingga tega melakukan hal-hal yang melawan norma, adat, hukum dan aneka tindakan memalukan lainnya. Oleh karena itu kita perlu mengambil sikap yang tegas dalam memegang dan mencari uang. Memiliki uang boleh saja tapi jangan mencintainya secara berlebihan sehingga dapat mendorong kita melakukan kejahatan-kejahatan seperti dalam film “XIII: The Conspiracy” atau juga mungkin dalam kasus cicak melawan buaya?

Rabu, 18 November 2009

21-12-2012


Akhir-akhir ini banyak orang membicarakan soal hari kiamat yang akan terjadi pada 21-12-2012. Salah satu pemicunya adalah film "2012" yang dibintangi oleh John Cusack. Film yang ditayangkan pertama kali pada 11 November lalu telah menjadi box office yang hanya dalam waktu singkat sudah meraup $ 230.4 juta. Sebuah angka yang sangat fantastis. Jauh melebihi film "This Is It" nya Michael Jackson yang hanya meraup $ 5.1 juta. USA Today, sebuah koran di AS menulis tentang film itu “The movie is an undeniable visual spectacle, but just as unequivocally a cheesy, ridiculous story.”

Di toko buku pun saya melihat beberapa buku yang membahas hal yang sama. Saya membeli yang berjudul “Kiamat 2012” karangan Lawrence E Joseph. Baik film 2012 atau tulisan Lawrence meramal kiamat berdasarkan kepercayaan bangsa Maya, satu suku Indian kuno. Menurut kepercayaan bangsa Maya, saat ini adalah jaman keempat yang dimulai pada 13-8-3114 SM yang dianggap sebagai hari pertama atau 0.0.0.0.1 dan akan berakhir pada 21-12-2012 atau 13.0.0.0.0. Setelah itu bumi akan memasuki jaman baru. Menurut perhitungan astronomi mereka tanggal 21-12-2012 jam 11.11 malam matahari tepat berada di lubang atau pusat Bima Sakti, yang dianggap sebagai rahim dari planet-planet, sehingga menggangu pancaran energi ke bumi. Hal ini merupakan kejadian yang akan berulang setiap 2600 tahun sekali. Ganguan pancaran energi dari pusat Bima Sakti itu akan mengakibatkan guncangan di bumi.

Pada tahun 1976 juga sudah dibicarakan kiamat yang akan terjadi pada 2012. Pada tahun itu ada buku berjudul “The Twelfth Planet” karangan Zecharian Sitchin, seorang kelahiran Azerbaijan dan besar di Palestina. Setelah menyelesaikan studi di London dia kini tinggal di New York. Dia menterjemahkan tulisan yang telah berumur 6000 tahun dari bangsa Sumeria, satu bangsa kuno yang tinggal di sekitar Irak. Menurut tulisan itu pada awalnya bumi didatangi oleh alien yang disebut Annunaki dan berasal dari planet Nibiru. Annunaki menciptakan manusia untuk menjadi budaknya dengan memodifikasi gen primata. Annunaki kemudian kembali ke planet Nibiru. Pada tahun 2012 planet Nibiru akan memasuki orbit bumi yang menyebabkan terganggunya gravitasi bumi sehingga akan terjadi guncangan dan kehancuran bumi.

Apakah kiamat itu menurut pandangan agama? Dalam agama Islam dan Kristen gambaran kiamat hampir sama dimana bumi hancur lebur akibat terjadinya gempa bumi dasyat, jatuhnya bintang-bintang, matahari yang menjadi gelap dan musnahnya mahluk hidup. Sebelumnya akan terjadi penyesatan-penyesatan dan penderitaan bagi manusia. Setelah terjadinya semua itu akan ada pemisahan antara orang baik dan jahat (Mat 13:49). Manusia akan memasuki jaman baru (Mat 24:8). Kiamat adalah kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Bangsa Maya pun mempunyai kepercayaan yang sama. Kiamat merupakan awal dari suatu jaman baru.

Kapan kiamat itu akan terjadi? Sudah berulang kali orang meramalkan akan terjadinya kiamat. Sebelum masuk tahun 2000 juga banyak orang meramalkan bahwa kiamat akan terjadi pada tahun 2000. Orang ribut Y2K bug. Tapi ternyata terjadi apa-apa. Menurut kyai yang mengajar saya waktu kecil dalam pandangan agama Islam kiamat akan terjadi pada hari Jumat. Tapi tidak ada yang tahu kapan persisnya. Menurut iman Katolik, hanya Bapa yang tahu kapan hari itu terjadi (Mat 24:36). Kita hanya diminta untuk berjaga-jaga dan waspada. Teguh dalam iman dan bertahan dalam penderitaan.

Bagaimana bila 21-12-2012 yang kebetulan juga hari Jumat akan kiamat? Bagi saya sungguh menyenangkan. Seperti ketika sekolah dulu diberitahu oleh guru kapan ulangan akan diadakan. Saya akan mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh. Tapi bagi saya sangat memprihatinkan bila orang percaya, sebab kematian dan kiamat adalah misteri Allah. Itu adalah hak Allah yang tidak bisa diambil alih oleh manusia. Allah hanya meminta kita untuk senantiasa berjaga dan waspada sebab hal itu terjadi seperti pencuri di waktu malam. “Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar.” (Mat 24:43). Tapi bagi saya ada baiknya juga orang gencar membicarakan 2012 sebab dengan demikian semakin banyak orang diingatkan akan akhir hidupnya entah oleh kematian atau pun kiamat, sehingga mereka mau bertobat.

Minggu, 15 November 2009

BUMI DAN LANGIT

“Kami sudah muak dengan semua penindasan ini!” kata seorang gadis kurus yang duduk tepat di depanku. Kaosnya bertuliskan kata-kata lucu dan sudah tampak kumal. Koas yang terlalu besar bagi tubuhnya yang kurus.
“Upah tidak naik tapi perlakuan semakin kasar.” Timpal gadis lain yang duduk tidak jauh dari pintu sambil mengusap keringat yang meleleh di dahinya. Udara panas membekap kami. Ruang ukuran 3X3 m ini tidak cukup bagi sekian banyak orang dengan hati yang dibakar marah. Kami duduk melingkar mengisi setiap jengkal ruang yang tersedia. Berdempet. Tubuh kami menyentuh tubuh yang lain menambah rasa panas.

“Apakah kalian pernah menemui pimpinan untuk membicarakan ini?” tanyaku
“Sudah!” jawab gadis yang rambutnya dipotong pendek.
“Dua teman kami yang mempertanyakan kenaikan UMR akhirnya di PHK dengan alasan tidak jelas.” Kata gadis yang lain.
“Saat ini memang situasi dan kondisi ekonomi sedang sulit.” Kataku berusaha mendinginkan suasana. “Kalian semua tahu bahwa kita masuk dalam krisis global.”
“Aku rasa itu tidak bisa dijadikan alasan, sebab pabrik kami masih terus ekspor.” Bantah gadis yang memakai kaos bertulisan lucu. “Kami bukan menuntut UMR tahun ini, tapi cukuplah bagi kami bila ada sedikit kenaikan upah.”
“Upah mereka masih jauh dibawah UMR,” kata pemuda yang duduk disebelahku. Dia mengeluarkan sebatang rokok dan menyulutnya. Aku mengerutkan kening.
“Benar,” kata gadis berkaos itu mencoba menyakinkan aku. “Kami ini hanya mendapat Rp 600.000 padahal UMR 2009 kan Rp 948.500. Apakah salah bila kami meminta tambahan upah?”
“Berapa yang kalian tuntut?” tanyaku
“Kami menuntut upah lembur, sebab sering kami harus lembur tapi tidak mendapat upah lembur. Katanya uang sebesar itu sudah termasuk semuanya.”
“Dalam situasi krisis seperti ini dimana biaya hidup menjadi sangat tinggi, kami semakin tidak mampu hidup dengan upah sebesar itu.” kata seorang perempuan setengah baya. Dia adalah orang yang sudah lama bekerja di perusahaan itu. “Kami ini sudah menghemat sedemikian rupa tapi tetap saja tidak cukup.” Aku menghela nafas trenyuh. Kulihat wajah-wajah kusam disekelilingku. Mata-mata putus asa menatapku penuh harap. Aku gelisah.

“Lalu apa yang bisa aku lakukan?” tanyaku. Kutatap satu demi satu wajah yang duduk melingkar. Wajah yang kuyu dan putus asa. Mata-mata memancarkan rasa kecewa. Gelora kemarahan yang mengiringi setiap kata yang terlontar dari mulut-mulut kering.
Sampean menjadi mediator kami.” Kata salah satu dari mereka setelah sesaat terdiam. Dengung kata setuju berkeliling dari satu mulut ke mulut yang lain.
“Kami sudah aksi tapi selalu gagal bahkan dipreser oleh aparat,” seorang pemuda yang duduk di sebelahku menjelaskan. Dia sudah agak lama membantu kawan buruh perempuan yang bekerja di pabrik ini. “Kawan-kawan sudah capek dan ketakutan sebab mereka dipreser sampai tempat kos-kosan.”
“Bagaimana dengan jalur hukum?”
“Sistem hukum perburuhan tidak memihak buruh!” kata seorang gadis yang duduk tidak jauh dariku. “Aturan hukum saat ini buruh harus membela dirinya sendiri. Bagaimana kami yang tidak belajar hukum harus membela diri kami dan berhadapan dengan pakar hukum yang mewakili pengusaha?”
“Masuk ruang pengadilan saja kami sudah takut.” Sambung yang lain. “Apalagi harus berhadapan dengan para pakar hukum. Jelaslah kami akan kalah!” katanya berapi-api. Beberapa gadis tertawa masam.

Suara-suara lirih memenuhi ruang yang pengap. Aku meneguk sedikit air dari gelas air kemasan. Rasa sejuk menjalar di tenggorokanku. Dua jam lalu aku masih duduk di tempat yang nyaman. Menikmati makanan enak di ruang ber AC yang sejuk. Gelak tawa mengiringi satu demi satu makanan mahal masuk ke dalam mulutku. Kini aku duduk berdesakan di rumah salah satu kawan buruh yang gelisah sebab beberapa teman mereka di PHK akibat menuntut kenaikan upah. Sebuah loncatan dari surga yang penuh kenyamanan ke dunia yang penuh perjuangan dan penderitaan.

“Mengapa aku harus menjadi mediator?” tanyaku.
Sampean pasti kenal dengan pemilik perusahaan ini.” Kata pemuda di sebelahku sambil menghembuskan asap rokok. Kabut asap bergulung-gulung memenuhi ruang.
“Siapa?”
“Pak Thomas Jayakusuma.” Aku menatap ke arah gadis yang menyebutkan nama itu.
“Thomas Jayakusuma?” aku mengulang nama itu. Ah tidak mungkin, kataku dalam hati.
“Benar.” Sahut salah satu gadis ketika melihatku meragukan nama yang disebutnya. “Sampean mengenalnya bukan?” Aku menganggukkan kepala lemah. Sebersit rasa kecewa menyeruak di dada. Di kota ini berapa orang bernama Thomas Jayakusuma yang mempunyai perusahaan sepatu?

Seraut wajah melintas di mataku. Seorang pria setengah baya. Penampilannya rapi. Murah senyum dan sabar. Bila berbicara selalu memilih kata-kata yang sopan dan diucapkan dengan nada yang lembut. Belum pernah aku mendengarnya berkata keras. Ada rasa sesak mengganjal di dada. Aku sering bertemu dengannya pada hari minggu di gereja. Dia aktif dalam berbagai organisasi Gereja dan banyak menyumbangkan dananya untuk aneka keperluan Gereja. Aku juga mengenal keluarganya dengan baik. Beberapa kali mereka mengajakku makan di sebuah rumah makan yang cukup besar dan mahal. Pernah sekali aku dan seorang teman diajak keluarga ini makan. Tanpa sengaja aku melihat bon tagihan. Mataku terbelalak melihat deretan angka yang tertera. Suatu jumlah yang mendekati dua kali lipat UMR.

Aku menarik nafas dalam. Kuteguk lagi sedikit air dari gelas air kemasan untuk membasahi tenggorokanku yang tiba-tiba menjadi kering. Bagaimana mungkin orang yang kuanggap baik selama ini ternyata kini aku mendengar cerita yang jauh berbeda? Kawan-kawan buruh memintaku menemuinya untuk menjadi mediator. Aku tidak mampu membayangkan duduk berhadapan dalam posisis berseberangan. Kupandang langit-langit tempat kost yang buram oleh asap rokok yang mengepul dari mulut beberapa teman.

Suara para kawan buruh berdengung bagai lebah yang terbang mengelilingi kepalaku. Mereka berbicara satu dengan yang lain. Tidak ada satu perkataan pun yang masuk dalam otakku yang sedang bergulat. Udara rumah kost menjadi semakin panas. Kuteguk sisa air di gelas air kemasan sampai tetes terakhir. Tenggorokanku masih terasa sangat kering.

Minggu, 08 November 2009

ANTARA YERIKHO DAN YERUSALEM

Dalam beberapa renungan yang pernah saya baca tentang kisah orang Samaria yang baik hati (Luk 10:25-37) selalu menekankan tentang perbedaan antara dua orang lewat yang membiarkan kurban perampokan dengan orang yang menolong. Hampir semua menyalahkan orang Lewi dan imam sebaliknya memuji orang Samaria. Akibat terpusat pada ketiga orang tersebut maka melupakan sumber masalahnya yaitu perampoknya. Inilah dimana orang jahat tidak dibahas panjang lebar. Dia seolah hanya pemain figuran yang muncul sebentar lalu menghilang dan dilupakan, sedangkan aktor utamannya yaitu Lewi, imam dan orang Samaria yang diulas panjang lebar.

Orang juga tidak mempersoalkan kurban perampokan. Bila dia dirampok kemungkinan besar dia sedang membawa barang atau uang yang cukup banyak. Rasanya tidak mungkin orang miskin dirampok habis-habisan seperti itu. Apakah dia orang baik atau jahat? Apakah dia seorang pemungut cukai atau orang murah hati? Mungkin saja orang Lewi dan imam tidak mau menolong sebab mereka tahu bahwa orang itu adalah seorang koruptor dan penindas yang kejam dan sangat mereka benci. Maka mereka membiarkannya saja. Biar tahu rasa. Atau dalam “bahasa” masyarakat disebut azab yang harus ditanggung akibat kejahatan selama hidupnya. Apakah bila yang dirampok adalah donatur besar Bait Allah maka kedua orang itu akan membiarkannya? Lewi adalah kelompok dalam struktur jabatan di Bait Allah yang salah satu tugasnya adalah mengumpulkan perpuluhan. Tentu dia tidak ingin kehilangan donatur besar. Demikian pula imam yang hidupnya juga bergantung atas persembahan.

“Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” Yesus membuka pertanyaan mengenai ketiga orang yang lewat. Dia tidak mempersoalkan perampok sebab perampok itu sudah jelas posisinya. Orang yang berbuat sewenang-wenang dan kejam. Orang bila menghargai orang lain sebagai sesama maka dia tidak akan memperlakukan orang lain dengan sewenang-wenang dan kejam. Maka tinggal 3 orang yang mengetahui adanya kurban. Akhirnya para murid menjawab bahwa sesama adalah orang yang menolong orang yang sedang menderita. Mendengar itu maka Yesus menjawab, "Pergilah, dan perbuatlah demikian!” Yesus sekalipun tidak menyalahkan orang Lewi dan imam.

Dalam kehidupan sehari-hari gambaran orang Lewi dan imam sering muncul. Orang tidak menolong sesama bukannya mereka tidak peduli melainkan ada alasan lainnya. Ada orang menolong hanya kepada orang yang beragama sama, bersuku sama dan sebagainya. Disini orang dibedakan dengan kriteria tertentu. Padahal semua manusia adalah sama siapapun dia adanya. Selain itu orang menolong karena ada kepentingan tertentu. Pernah aku ditegur keras oleh seorang pemimpim umat sebab aku mengkritiknya yang bersedia ramai-ramai memberkati artis yang menikah. Apakah bila yang menikah orang sederhana maka mereka semua mau datang bersama? Bagiku kedatangan mereka disebabkan adanya kepentingan lain diluar liturgi.

Dalam menolong sesama maka yang menjadi pusat perhatian adalah kebutuhan sesama. Bukan kebutuhan dan kepentingan kita. Sikap menghindar yang ditunjukkan oleh Lewi dan imam dapat dihindari bila pusat perhatiannya pada kurban. Bukan pada dirinya sendiri. Motivasi yang mendasari usaha menolong adalah keselamatan orang yang sedang menderita bukan kepentingan diri sendiri. Selama kita masih memusatkan perhatian bagi kepentingan diri kita sendiri maka kita akan memilih-milih bila akan menolong orang. Bahkan mungkin akan menghindari mereka yang membutuhkan pertolongan seperti Lewi dan imam dengan aneka alasan. Yesus mengingatkan bahwa bila menolong orang maka tidak boleh ada keinginan lain selain menolongnya. “Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu.” (Luk 14:13-14)

Minggu, 01 November 2009

TAMU


Bila ada orang datang ke rumah maka saya membedakan mereka sebagai tamu atau teman main. Bila teman maka saya akan menemaninya berbicara dimana saja yang nyaman bagi kami. Entah di teras rumah, di tepi jalan sambil melihat orang lewat, di ruang tamu bahkan kadang di ruang tidur sambil tiduran. Bila mereka saya anggap tamu maka saya akan menemui di ruang tamu dan menjamu dengan minum atau makanan kecil bila ada. Pembedaan itu didasarkan pada keakraban, kebutuhan yang mendorongnya datang ke rumah, statusnya dan sebagainya. Bila dia adalah orang yang saya hormati maka saya akan memperlakukannya sebagai tamu. Saya akan memakai pakaian yang pantas, duduk di ruang tamu secara pantas, berbicara yang sopan dan mengetrapkan aneka etika yang pernah diajarkan orang tua.

Penghargaan terhadap tamu tergantung dari situasi dan kondisi setempat. Tergantung pada pemahaman diri kita akan arti tamu itu bagi diri sendiri. Bila saya bertamu ke rumah teman-teman di tepi rel kereta api, rumah pemulung dan sebagainya, maka mereka akan menerima saya dengan apa adanya. Tidak jarang mereka menerima saya sambil bertelanjang dada atau memakai pakaian ala kadarnya. Bukan mereka tidak menghormati saya tapi karena memang mereka tidak mempunyai pakaian yang layak atau mereka sudah melihat saya sebagai bagian dari mereka sehingga tidak perlu lagi adanya tata aturan yang ketat. Saya yakin kalau ada orang yang sangat dihormati datang maka mereka pun akan berusaha berpenampilan lain dan menjaga sikapnya.

“Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, -- dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?” (1Kor 6:19). Tubuh kita adalah bangunan yang dibangun oleh Allah sendiri. Sebagai orang Katolik hampir setiap minggu kita menerima hosti yaitu roti yang kita imani sebagia tubuh Yesus. Dengan menerima hosti maka bangunan tubuh kita kedatangan tamu agung yaitu Tuhan sendiri yang datang dan bersatu dengan kita secara penuh. Bila tamu agung lain tidak menyatu dengan kita, namun Yesus bersatu secara penuh di dalam tubuh kita. Dia ada dalam diri kita dan bertahta dalam hati kita.

Kehadiran Yesus secara nyata dalam tubuh kita sering kurang kita sadari. Bahkan tidak jarang hosti hanya dianggap sebagai bagian dari perayaan ekaristi. Atau menjadi kewajiban sebagai orang Katolik untuk menerima hosti setiap mengikuti ekaristi. Oleh karena dianggap sebagai “sesuatu” yang otomatis bila mengikuti ekaristi, maka kurang dihayati maknanya. Kita kurang melihatnya sebagai sebuah anugerah dimana Allah rela menyatu dalam tubuh kita yang fana dan penuh dosa. Kita kurang melihatnya sebagai sesuatu yang mengagumkan dimana Tuhan sudi tinggal dalam rumah atau tubuh kita. Akibatnya kita kurang memposisikan diri secara benar.

Bila kita sadar bahwa ada tamu agung dalam diri kita maka kita ingin menghormatiNya. Kita akan mengubah sikap hidup kita. Kita akan berkata-kata dengan sopan kepada siapa saja. Kita tidak akan berperilaku yang tidak pantas. Kita akan berpikir, berkata dan bertindak yang terhormat karena rasa hormat kepada tamu yang ada dalam tubuh kita. Menerima hosti berarti kita menerima Yesus secara nyata dalam tubuh kita. Maka seharusnya kita menyatakan kesatuan itu dalam sikap hidup kita. “Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami.” (2Kor 4:10). St. Paulus membawa Yesus dalam dirinya dan menyatakan kesatuannya dengan Yesus dalam sikap hidupnya. Sikap hidup dan perkataannya menunjukkan Yesus yang bersikap dan berkata melalui dirinya.

Kesadaran akan adanya tamu agung dalam diri kita akan mengubah hidup kita. “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” (Gal 2:20)

Powered By Blogger