Selasa, 29 Maret 2011

BELAJAR DARI HEWAN: SEMUT YANG BERSAUDARA


Salah satu ciri khas sekawanan semut apapun jenisnya ialah bila mereka berpapasan akan saling menempelkan kepalanya. Menurut T.C. Schneirla, seorang peneliti di New York University, yang pernah mengadakan percobaan mengenai semut, ia berpendapat bahwa ketika seekor semut menemukan makanan atau bertemu musuhnya maka ada zat kimia yang menempel di antena yang ada di kepalanya. Jika dia bertemu temannya maka dia akan menempelkan antenanya ke antena temannya sehingga temannya tahu bahwa di sekitar mereka ada makanan atau musuh. Zat yang tertempel ini diteruskan kepada semua temannya, sehingga dalam sekejap akan banyak semut yang datang mengerebungi makanan atau akan menyingkir bila ada musuh. Dengan demikian semut adalah binatang yang rela berbagi informasi kepada semua temannya akan makanan atau bahaya yang ada di lingkungannya.

Dalam peradaban manusia jaman ini ditandai dengan semakin menguatnya sikap egois dan individualis. Orang tidak peduli pada sesamanya. Mereka seolah bisa hidup dengan dirinya sendiri. Tehnologi dan fasilitas hidup modern membuat orang semakin jauh dari sesamanya. Pada jaman dahulu bila orang berbelanja di pasar maka dia akan menjalin komunikasi dengan pedagang. Tapi pada jaman sekarang orang tinggal mengambil di rak barang lalu membayar ke kasir. Semua sudah ada harganya, sehingga tidak perlu lagi orang repot menawar barang yang merupakan salah satu cara berkomunikasi. Orang dapat tenggelam dalam acara TV atau dunia maya selama berjam-jam tanpa peduli sesama yang ada di sekitarnya. Masih banyak contoh lagi kehidupan dunia modern dimana orang tidak lagi membutuhkan komunikasi dengan sesamanya.

Pertambahan penduduk yang sangat cepat membuat persaingan semakin kuat. Untuk dapat sekolah orang harus bersaing. Setelah lulus sekolah orang pun harus bersaing untuk mendapatkan pekerjaan. Tahun 2010 Badan Pemeriksa Keuangan membutuhkan 314 pegawai lulusan S1 dalam berbagai bidang, tapi yang melamar mencapai 33.619 orang. Hal yang sama juga terjadi di berbagai departemen dan sektor swasta. Menurut data orang yang mencari pekerjaan dan lowong pekerjaan berbanding 1:30. Persaingan memaksa orang untuk menyingkirkan sesamanya, sebab sesama dianggap dapat mengambil apa yang ingin diraihnya. Orang tidak akan berbagi bahkan mungkin saling menjatuhkan demi keamanan dirinya. Manusia telah menjadi serigala bagi sesama.

Menguatnya sikap individualis semakin diperparah dengan sikap serakah. Orang ingin memiliki atau menguasai semua yang dapat dimiliki atau dikuasainya. Mereka takut bahwa bila sesuatu tidak diraihnya saat ini maka ada kemungkinan akan diambil orang lain dan dia akan berkekurangan. Orang yang gajinya telah cukup dan dapat hidup berkelimpahan dari gajinya masih tega untuk melakukan tindakan korupsi yang merugikan rakyat sampai milyardan rupiah. Mereka tidak peduli apakah orang lain akan menderita atau tidak. Mereka hanya berpikir bagaimana dapat mengumpulkan harta sebanyak mungkin, meski mereka sendiri tidak mampu menghabiskan harta itu.

Maka kita perlu belajar dari semut. Bila mereka mendapatkan makanan maka mereka rela berbagi informasi dengan sesamanya agar sesamanya pun mendapatkan makanan Kadang kala mereka menggotong makanan bersama-sama lalu memakannya bersama-sama. Sering terlihat seekor semut dengan susah payah menyeret makanan yang jauh lebih besar dari tubuhnya. Sesampainya di sarangnya makanan itu dimakan bersama-sama. Semut tidak terjebak dalam nafsu kerasakahan dan sikap individualis. Gereja perdana menerapkan sistem seperti semut. “Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.” (Kis 4:32). Para rasul menerapkan pola hidup baru yaitu kebersamaan. Tapi pola hidup ini telah ditinggalkan. Untuk itu Gereja perlu kembali ke semangat awali untuk menjadi seperti semut yang rela berbagi dengan sesamanya sehingga dapat melawan individualis dan keserakahan yang merugikan manusia.

Minggu, 27 Maret 2011

EKARISTI DAN PERSAUDARAAN

Seorang teman muda melontarkan pertanyaan tentang suasana Gereja yang kurang bersahabat. Dia merasa ketika datang ke gereja orang dilihatnya tidak saling menyapa. Suasana ini sangat berbeda dengan beberapa komunitas dan Gereja lain yang rasa persaudaraan dan persahabatan sangat kental. Ketika umat datang sudah ada orang yang menyambut dan menyapanya dengan ramah. Di dalam gedung gereja pun umat saling senyum dan menyapa sehingga ada kehangatan. Perjamuan sungguh menjadi perjamuan yang membangun rasa kekeluargaan. Tampaknya di dalam Gereja Katolik terjadi krisis persaudaraan sehingga membuat beberapa umat pindah ke Gereja yang mampu memberikan rasa persaudaraan. Beberapa teman menanggapi bahwa dalam ekaristi pusat perhatian adalah Kristus, sehingga seluruh perhatian umat tertuju hanya pada Kristus akibatnya sesama menjadi tidak penting.

Memang jawaban itu ada benarnya bahwa dalam ekaristi pusat kita adalah Kristus. Tapi bila melihat akar ekaristi adalah perjamuan terakhir yang dilakukan oleh Yesus bersama para rasul pada Kamis Putih, maka sebetulnya dalam ekaristi juga sangat kuat unsur perjamuan makan bersama. Bagi orang Yahudi perjamuan makan adalah perjamuan yang penuh suka cita. Apalagi akar ekaristi adalah perjamuan Paskah dimana umat penuh harapan dan suka akan pembebasan dari perbudakan. Maka ekaristi tidak bisa dihilangkan dari rasa suka cita akan persaudaraan, sebab kita bukan hanya bertemu dan bersatu dengan Yesus tapi juga dengan semua umat yang hadir. Pada saat ini ekaristi sudah kehilangan rasa suka citanya yang berasal dari relasi dengan sesama.

Penulis surat Yohanes mengatakan “Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya.” (1Yoh 4:21). Dengan demikian jelas bahwa kita tidak bisa mengabaikan sesama kita dan hanya memusatkan diri pada Kristus yang ada dalam tabernakel, sebab Kristus juga ada dalam diri saudara-saudari kita yang hadir dalam ekaristi. Maka bagiku pendapat bahwa pada saat misa pusat perhatian kita hanya pada Kristus adalah sebuah penghilangan unsur perjamuan yang mengandaikan kita menjalin relasi dengan sesama. Dalam surat Yohanes juga tertulis bahwa tidak mungkin kita bisa mengasihi Allah yang tidak tampak bila kita tidak mengasihi saudara kita yang tampak. Maka pertanyaan bagi kita adalah apakah dalam diri kita ada kasih kepada sesama yang hadir di sekitar kita? Bila ada kasih tentu kita tidak akan mengabaikan sesama. Hal ini bukan berarti kita bisa berbicara atau sibuk dengan teman kita sehingga mengabaikan tujuan kita datang ke gereja untuk berdoa. Kita tetap berdoa tapi tidak mengabaikan sesama yang ada di sekitar kita.

Oleh karena kita cenderung tidak peduli pada sesama dan tidak berbagi kasih dengan sesama maka ekaristi menjadi kering. Selama ekaristi orang merasa terasing sehingga enggan untuk mengikuti tata cara ekaristi. Orang bernyanyi tanpa semangat. Menjawab doa-doa pun hanya sekedar menjawab, sebab dia tidak merasa menjadi bagian dari perjamuan. Dia seperti orang yang datang dalam sebuah pesta tapi tidak mempunyai teman sama sekali. Maka yang ada dalam pikirannya adalah kapan pesta ini berakhir sehingga dia dapat segera meninggalkan ruang pesta setelah menikmati hidangan yang disediakan dalam pesta. Memang orang datang ke misa untuk bertemu dan menerima Yesus, tapi sebagai mahluk sosial kita pun membutuhkan sesama.

Maka perlu adanya perubahan dalam ekaristi yaitu mengembalikan ekaristi sebagai sebuah perjamuan yang diselenggarakan oleh Yesus sendiri. Dalam Injil pun beberapa kali digambarkan Kerajaan Allah sebagai perjamuan pesta. Maka seharusnya dalam ekaristi ada suka cita, persaudaraan dan persatuan sehingga kita menjadi satu tubuh Kristus. Penderitaan dan kebahagiaan sesama menjadi penderitaan dan kebahagiaan kita. Hal ini hanya dapat terjadi bila kita peduli terhadap sesama dan menjadikan mereka sahabat. Meski kita tenang dalam doa tapi rasa cinta kita mengalir pada sesama yang ada disekitar kita sehingga mereka tidak merasa asing. Bila dalam diri kita ada cinta maka akan terungkap dalam segala tindakan dan perkataan kita.

Kamis, 24 Maret 2011

ANDAI KAMU ADALAH BAPAKKU

Seorang anak berusia sekitar 10 tahunan duduk di sudut ruang. Wajahnya muram dan kotor. Tatapan matanya kosong. Kakinya yang kurus ditekuk untuk menutupi dadanya. Bajunya kumal entah sudah berapa lama tidak dicuci. Dia tidak berbicara satu katapun meski semua temannya ribut berbicara. Tidak ada senyum di bibirnya meski anak yang lain tertawa keras. Dia hanya menatapku tanpa ekspresi. Matanya yang berkedip dan gerakan bahunya ketika bernafas menunjukkan bahwa dia bukan sebuah patung. Sesaat aku tidak memperhatikan keadaannya. Aku berpikir dia anak baru, sehingga masih asing dengan situasi di rumah ini. Tapi setelah beberapa lama aku mulai heran. Mengapa dia dapat duduk tanpa ekspresi seperti itu?

Aku duduk di sebelahnya. Sambil menyapanya kutepuk-tepuk bahunya. Dia menatap dengan sorot mata marah. Aku terkejut dan menghentikan lenganku. Sesaat kami hanya saling menatap. Dia lalu berdiri keluar ruangan. Jalannya agak pincang. Setelah beberapa saat aku keluar berusaha menyapa lagi anak itu. Dia duduk di dekat pintu pagar dengan posisi seperti semula. Kusapa sekali lagi dan kuajak ke warung untuk beli makanan dan minuman. Sambil berjalan aku berusaha untuk berbicara padanya, meski jawabannya tidak lebih dari satu kata. Ketika duduk di warung pun aku berusaha bercerita tentang apa saja. Tentang perjuangan hidup, ketabahan, kesabaran dan entah apa lagi yang melintas di pikiranku. Aku hanya ingin berbicara untuk membangun relasi.

Tiba-tiba dia menggenggam lenganku. Matanya berkaca-kaca. Nafasnya berpacu. Ada gumpalan dalam dada yang hendak meletus. Aku mengajaknya menyingkir dari warung yang penuh dengan orang. Lenganku kulingkarkan di bahunya. Kami berjalan dalam diam. Dia tiba-tiba berkata dengan suara parau menahan tangis. “Andaikan sampean adalah bapakku.” Akhirnya dia berbicara lebih dari satu kata. Kami terus berjalan dalam diam. Sesaat kemudian aku mengajaknya duduk di trotoar. Dia menangis tertahan. Aku hanya diam menunggu sambil tetap memeluknya. Dia lalu bercerita hidupnya yang penuh penderitaan. Kakinya menjadi cacat karena dipukuli oleh bapaknya pakai ikat pinggang dan terkena kepala ikat pinggang yang terbuat dari besi. Tulang pahanya patah dan tidak pernah diobati sehingga dia menjadi cacat. Setelah mampu berjalan dia minggat dari rumah dan menggelandang di kota ini sampai bertemu teman-teman.

Mendengar semua ceritanya aku menjadi tertegun. Bagaimana mungkin seorang bapak dapat menyiksa anaknya yang masih kecil sedemikian rupa sehingga mengalami cacat permanen? Dia ada di dunia bukan keinginannya, tetapi sebagai buah cinta dari orang tuanya. Bila memang orang tua tidak menghendaki anak, maka seharusnya mereka memakai alat kontrasepsi sebelum melakukan hubungan seksual. Bila mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi maka mereka harus bertanggungjawab terhadap anak mereka. Tanggungjawab terbesar dari orang tua adalah mengasihi anaknya dengan sepenuh hati, jiwa dan raganya. Bukan hanya memberi makan dan fasilitas saja. Saat ini semakin banyak orang tua yang tidak bertanggungjawab terhadap anaknya. Mereka merusak anak-anaknya sendiri dengan sikap hidupnya yang kasar dan keras.

Anak adalah “ciptaan” orang tua. Dia ada karena orang tua ingin menciptakan mereka. Dalam ajaran Katolik seks adalah ungkapan cinta yang terdalam dari perempuan dan lelaki yang bertujuan untuk prokreasi bukan hanya sekedar rekreasi. Memang tidak semua ciptaan dapat sesuai dengan yang diharapkan, tapi bagaimanapun juga mereka buah dari kasih suami istri. Teman kecilku ini menjadi salah satu dari ribuan anak yang tidak diharapkan oleh orang tuanya, sehingga diperlakukan sewenang-wenang. Bila kita merasa terhina dan marah bila ciptaan kita dihina orang lain tapi mengapa orang tua dapat tidak menghargai ciptaan yang diciptakannya sendiri? Anak bukan ciptaan yang terpisah seperti lukisan yang terpisah dari pelukisnya. Di dalam diri anak ada sebagian diri orang tuanya. Maka menghina anak berarti orang menghina dirinya sendiri. Tapi kasih yang tulus dan pengayoman memang menjadi impian dan sesuatu yang sangat mahal bagi banyak anak pada jaman ini.

Minggu, 20 Maret 2011

SEBUAH SHARING SAJA: IMAN BUTUH PEMBUKTIAN

Aku sekolah di SMA negeri. Aku masuk sini karena kakakku mengatakan ini sekolah bagus dan terkenal. Terpaksa aku berpisah dengan para sahabat SMP sebab mereka memilih sekolah lain. Aku menjadi asing diantara 450 lebih murid baru, yang pada umumnya dari sekolah-sekolah yang sama. Dari 450 murid baru itu hanya ada sekitar 15 an murid yang beragama Katolik. Salah satu teman adalah anak tokoh agama yang sangat suka sekali memprovokasi teman lain untuk menyerang agama Katolik. Aku menyadari bahwa pengetahuan agamaku sangat dangkal, sebab memang aku tidak pernah mempelajari agama Katolik secara serius. Pelajaran agama di sekolah sangat tidak efektif, sebab pelajaran agama diberikan untuk ratusan murid dari sekitar 11 sekolah SMA negeri dan swasta oleh seorang guru agama. Kami hanya sekedar mengisi daftar hadir saja.

Suatu hari ketika istirahat kami berdebat soal agama. Suatu tindakan yang tidak ada gunanya, sebab tidak memperdalam iman atau juga tidak menambah wawasan selain menimbulkan hati yang panas. Kami hanya ingin menunjukkan bahwa agama kami yang paling benar dan hebat. Perdebatan itu didengar oleh banyak teman. Akhirnya aku menantang mereka untuk menunjukkan siapa tokoh mereka yang dianggap orang baik pada jaman itu oleh dunia. Pertanyaan ini membuat mereka bungkam, sebab memang sulit mencari tokoh yang dianggap baik oleh seluruh dunia. Tokoh yang sering diliput oleh media adalah tokoh revolusioner yang menyandera dan berperang melawan negara yang beragama sama meski beda aliran. Aku menunjukkan Ibu Teresa dari Kalkuta yang memberikan diri untuk merawat orang kusta dan orang miskin lain yang sudah mendekati ajal. Perdebatan diakhiri oleh bunyi bel masuk setelah istirahat.

Suatu hari aku pulang bersama beberapa teman naik bis kota. Di dalam bis kota ada 4 orang kusta. Dua lelaki dan dua perempuan. Wajah dan tubuh mereka telah rusak. Hidung mereka berlubang besar. Beberapa jemari tangan dan kaki mereka telah putus dan dibalut oleh kain yang kotor dan basah. Seorang teman yang pernah mendengar aku berdebat dia berkata dengan sinis, apakah aku berani menjamah orang kusta itu. Disinilah timbul pergolakan dalam diri. Aku jijik melihat mereka. Tapi aku tidak mungkin mengatakan tidak, sebab berarti aku hanya mampu berbicara. Aku tidak mampu membuktikan kekatolikan dan semua yang pernah kukatakan dengan penuh rasa bangga tentang sikap orang Katolik yang penuh belas kasih. Keringat dingin meleleh di punggung dan telapak tanganku. Teman-teman semakin bersemangat mengejek. Aku dalam persimpangan. Tidak tahu mana jalan yang harus kupilih. Dalam hati aku mulai berdoa semoga Tuhan memberi jalan.

Pada sebuah pemberhentian keempat orang itu akan turun. Bis kota tidak berhenti dengan baik seperti biasanya bis kota yang selalu terburu-buru. Dua orang sudah berhasil turun tapi ketika orang ketiga dan keempat akan turun bis sudah bergerak akan berjalan kembali. Tangan mereka yang sudah kehilangan beberapa jari tidak mampu memegang besi pegangan dengan baik, sehingga mereka akan terjatuh. Tanpa sadar aku meraih tangan mereka dan menuntun mereka turun dengan selamat. Apa yang kulakukan hanya sebuah gerak refleks melihat orang yang akan jatuh. Tidak ada niat dalam hati untuk menolong mereka. Melihat wajahnya saja aku sudah jijik apalagi harus memegangnya yang memungkinkan aku tertular sakit kusta. Tapi teman-teman semua terdiam melihat apa yang kulakukan. Sejak itu mereka tidak lagi mengejekku.

Penulis Yakobus menulis bahwa dari perbuatanlah seseorang dapat dinilai imannya atau perbuatan menentukan iman dan keselamatan. Yesus pun bersabda bahwa orang yang termasuk pengikutNya bila dia mampu melakukan tindakan belas kasih. Bukan orang yang hanya mampu berseru “Tuhan.. Tuhan” tapi orang yang mendengarkan Sabda dan melaksanakannya. Inilah tantangan bagi orang Katolik. Pembuktian iman bukan melalui debat-debat yang tidak berujung melainkan perbuatan nyata yang dapat membahagiakan orang lain terutama kaum miskin dan menderita.

Jumat, 18 Maret 2011

SEBUAH SHARING SAJA

Aku dibaptis saat kelas V SD. Dalam keluargaku tidak ada satupun yang beragama Katolik. Bagi nenek, kakek dan orang tuaku, agama Kristen identik dengan Belanda bangsa penjajah. Semua tetangga pada saat itu tidak ada satu pun yang beragama Katolik. Semua teman sepermainanku pun tidak ada yang bergama Katolik. Aku sekolah di SD negeri yang hampir tidak ada anak Katoliknya, bahkan aku menjadi satu-satunya anak Katolik di kelas yang berjumlah sekitar 50 murid lebih. Tidak ada satupun guru yang beragama Katolik, sehingga ketika ulangan umum bidang agama wali kelasku bertanya padaku beberapa pertanyaan yang tidak dapat dijawabnya. Aku pun disekolah belajar mengaji dan harus hafal semua doa yang digunakan untuk sholat.

Aku mengikuti pelajaran agama Katolik setiap Jumat malam di rumah sebuah keluarga yang akan menjadi Katolik. Jarak rumahnya dan rumahku sekitar 1 km. Aku harus jalan kaki menuju rumahnya melalui kompleks pekuburan yang sangat luas dan gelap, sebab pada jaman itu listrik masih merupakan fasilitas yang mahal dan mewah. Bagi anak seusiaku hal ini bukan sesuatu yang mudah, sebab nenek sering cerita tentang hantu yang bergentayangan di pekuburan. Tantangan terbesar muncul dari teman-teman di sekolah maupun di kampung yang sering mengejekku bila mati nanti akan menjadi babi. Apalagi bila hari Lebaran tiba disaat semua teman merayakan penuh suka cita, aku menjalaninya sendirian. Teman-teman enggan mengajak berkunjung ke rumah-rumah tetangga untuk mendapat uang receh dan kue. Pada saat Natal aku pun tidak pernah merayakan sebab di rumah tidak ada yang merayakan Natal. Beberapa kali aku berjalan kaki ke gereja yang berjarak sekitar 3 km sebab orang tua tidak mendukung.

Menjadi orang Katolik ditengah orang yang bukan Katolik memang suatu hal yang kurang mengenakkan. Ketika sekolah di SMA negeri tidak jarang guru agama secara kasar mengejekku meski tidak menyebut namaku. Beberapa teman pun sama saja. Mereka sering berkata keras dan kasar untuk menjelekkan agama yang kupilih. Tapi ejekan dan rasa disingkirkan tidak membuatku surut. Aku tetap menjadi seorang Katolik. Aku semakin aktif di gereja dan mulai mengikuti organisasi Gerejani. Aku berusaha membuktikan bahwa Katolik bukan agama yang salah. Aku buktikan pada teman-teman bahwa karena aku beragama Katolik maka aku berani menuntun orang kusta yang kesulitan turun dari bis kota. Aku dengan bangga bercerita tentang Ibu Teresa dari Kalkuta yang dianggap orang suci di dunia dan jauh berbeda dengan pemimpin negara Irak dan Iran yang terus berperang pada saat itu.

Aku bangga menjadi Katolik meski aku tidak tahu mengapa aku bisa memilih untuk menjadi Katolik. Meski aku tidak tahu apakah nanti bila mati aku masih berwujud manusia atau menjadi babi yang disalibkan seperti yang dikatakan oleh guru agama dan teman-temanku. Meski guruku mengatakan aku akan disiksa di neraka sedangkan teman-temanku akan menikmati kebahagiaan surga. Makan makanan yang enak dan minum susu setiap saat dan masih banyak lagi hal menakutkan yang harus aku jalani sebagai orang Katolik. Keputusanku menjadi Katolik seperti melompat dalam lorong gelap yang tidak tahu dimana ujung lorong itu. Aku mengikuti saja apa kata hatiku.

Menjadi Katolik bukan berarti menjadi enak. Aku mengurangi jam bermain agar bisa ikut pertemuan doa, mengunjungi orang sakit dan sebagainya. Hari minggu yang semula adalah hari libur aku gunakan untuk aktifitas Gereja. Semua kujalani dengan senang meski harus jalan kaki ke gereja. Keputusan mengikuti Allah adalah keputusan untuk memberikan diri. Mengikuti kemana Dia memerintahkan tanpa perlu bertanya, seperti Abraham yang mengikuti perintah Allah untuk mengurbankan Ishak. Tapi kelemahan manusiawi sering kali membuatku malas untuk berjalan atas perintah Allah. Aku kerap mempunyai alasan untuk menentukan diriku sendiri dan menutup telinga dari perintah Allah. Disinilah perlu kerendahan hati dan kesiapan untuk membuka telinga dan mata hati agar mampu mendengar perintah Allah dan melaksanakan tanpa bertanya mengapa harus aku yang melaksanakan.

PUASA: MENGENDALIKAN DIRI DARI KEKUASAAN

Cobaan yang terakhir dari iblis adalah tentang kekuasaan duniawi. "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku.” (Mat 4:9). Iblis memberi janji yang sangat menggiurkan dan dikejar oleh banyak orang yaitu menjadi penguasa dunia. Tetapi janji ini tidak diberikan secara gratis melainkan ada tuntutan yaitu menyebah dia. Iblis ingin disembah seperti Allah. Yesus menjawab keras dan menunjukkan kepada iblis bahwa hanya Allah yang patut disembah. Apa yang dikatakan Yesus merupakan dasar dari monoteisme yang sudah ditetapkan oleh bangsa Israel sejak jaman Musa. “Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah.” (Ul 6:13). Allah bangsa Israel adalah Allah yang pencemburu. Dia tidak ingin diduakan.

Bujukan iblis akan memberi kekuasaan pada siapa saja yang mau menyebahnya terus terjadi sepanjang sejarah manusia. Menyembah iblis berarti mengabaikan Allah dan segala ajaran Allah. Orang mentaati ajaran iblis yang bertentangan dengan ajaran Allah. Ajaran iblis adalah perpecahan, kekerasan, kesewenang-wenangan dan ajaran lain yang melawan ajaran Allah yaitu kasih. Dalam mengejar kekuasaan tidak jarang orang melegalkan kekerasan. Sejarah mencatat jutaan orang mati akibat ada orang yang berusaha menjadi penguasa dunia. Adolf Hitler (20 April 1889-30 April 1945) adalah salah satu orang yang berambisi untuk menjadi penguasa dunia sehingga pecah perang dunia II yang menelan jutaan nyawa manusia. Bila Hitler adalah orang yang menyembah Allah maka dia tidak akan mendirikan kamp-kamp kosentrasi untuk membunuh dan menyiksa jutaan orang Yahudi dan musuh-musuhnya.

Yesus tahu bahaya dari godaan ini. Ketika para murid bertengkar mengenai siapa yang paling besar dan memperebutkan kekuasaan, maka Yesus mengingatkan bahwa yang terbesar adalah orang yang mau melayani. “Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan.” (Luk 22:26). Menjadi yang paling muda berarti siap untuk tidak dihargai atau diperhitungkan. Menjadi pelayan memposisikan diri untuk melayani sesamanya. Jarang ada orang yang tidak ingin diperhitungan dan sanggup untuk menjadi pelayan bagi sesamanya. Semua orang ingin menikmati yang sebaliknya. Tapi bila mengejar kekuasaan maka ada kemungkinan akan menjauh dari Allah dan segala perintahNya atau dia sudah menyembah iblis. Kekuasaan sebagai kekuasaan tidaklah jahat atau salah tapi mengejar kekuasaan dapat dan melaksanakan kekuasaan dapat membuat orang menjadi jahat.

Kita setiap hari disuguhi berita tentang orang yang mengejar kekuasaan dan berusaha mempertahankan kekuasaannya dengan melegalkan aneka cara. Tidak jarang berbuat mereka melakukan kekerasan sampai membunuh sesamanya. Hal ini dilakukan sebab kekuasaan dapat memberikan kekayaan, popularitas, penghargaan dan sebagainya. Inilah kenikmatan yang dapat menjauhkan orang dari sesama dan Allah. Selain itu orang juga ingin menjadi yang tertinggi atau satu-satunya yang berkuasa, sehingga orang lain dianggap sebagai pesaing yang harus disingkirkan. Dengan demikian mereka telah menyembah iblis yaitu kekuatan yang ingin menjauhkan orang dari Allah yang terwujud dari sikapnya yang ingin menghancurkan sesamanya.

Dalam masa puasa ini kita diingatkan bahwa kita pun dapat menjadi penyembah iblis ketika kita telah mengejar kekuasaan. Kekuasaan tidak hanya disempitkan pada suatu kedudukan dalam masyarakat, tapi dapat diartikan lebih luas yaitu sikap dimana kita tidak ingin disepelekan dan melayani sesama. Menyerobot dalam antrian, memacu kendaraan tanpa peduli orang lain, memerintah orang dengan sewenang-wenang dan masih banyak lagi contoh dimana kita ingin menjadi yang utama dan pertama atau ingin menunjukkan kekuatan dan kekuasaan. Puasa mengajak kita untuk mengendalikan diri sehingga rela menjadi orang yang tidak diperhitungkan dan siap untuk melayani sesama terutama yang lemah.

Rabu, 16 Maret 2011

PUASA: MENGENDALIKAN DIRI UNTUK MENJADI ALLAH

Godaan kedua yang dialami oleh Yesus adalah iblis dengan cerdik memprovokasi Yesus akan perlindungan yang akan diberikan oleh Allah kepadaNya. Pertanyaan iblis sangat menantang Yesus dengan membuka pertanyaan dengan mempertanyakan soal statusNya sebagai Putra Allah, "Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu." (Mat 4:6). Dengan satu pertanyaan iblis hendak menguji Yesus untuk membuktikan siapa diriNya dan menantang kuasa perlindungan Allah pada Yesus. Maka pertanyaan itu dijawab dengan tegas, “Yesus berkata kepadanya: "Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” (Mat 4:7).

Pertanyaan iblis itu dikutip dari Mazmur 91:10-12. Mazmur 91 merupakan jenis Mazmur kepercayaan yaitu doa kepercayaan umat pada Allah yang akan melindunginya dari segala bahaya. Dalam Mazmur 91 ini bahaya itu adalah penyakit yang menakutkan yaitu wabah sampar. Iblis menggunakan kepercayaan umat Israel sebagai titik tolak untuk mencobai Allah. Maka Yesus pun menjawab dengan menggunakan kutipan dari Firman Allah yaitu dari Ulangan 6:16. Iblis senantiasa berusaha melawan Allah dan mengajak manusia untuk melawan Allah. Dalam kitab Ayub pun iblis meminta ijin pada Allah untuk menghancurkan Ayub, sebab bila dia hancur maka dia akan melawan Allah.

Iblis terus menggoda manusia sampai saat ini. Dia mencari saat yang tepat untuk mencobai manusia. “Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari pada-Nya dan menunggu waktu yang baik.” (Luk 4:13). Iblis ingin menjauhkan manusia dari Allah atau melawan Allah seperti yang diharapkan terjadi pada Ayub atau membuat manusia ingin menjadi Allah seperti yang dikatakan pada Hawa. Dengan makan buah yang dilarang maka Hawa akan tahu yang baik dan jahat. Godaan semacam ini terus terjadi dalam sejarah hidup manusia. Penderitaan yang hebat dan terjadi bukan karena kesalahannya memungkinkan seseorang untuk meninggalkan bahkan mengutuki Allah. Pemahaman akan Allah yang Mahakasih, Mahaadil dan sebagainya menjadi runtuh. Allah dilihat sebagai sosok yang keji dan sewenang-wenang.

Hal yang sering terjadi adalah iblis membujuk orang untuk menjadi allah yang berkuasa untuk menentukan baik buruk sesamanya. Orang dengan sombong mengatakan bahwa orang lain salah dan dialah yang benar. Dia dapat dengan kekuasaannya menghukum sesamanya seturut kebenaran yang dimilikinya. Kekerasan yang berdasarkan agama disebabkan ada orang yang merasa bahwa agamanya yang paling benar, maka agama yang dianggap tidak benar harus dimusnahkan. Bahkan lebih mengerikan lagi dia dapat menentukan manusia mana yang dapat masuk surga dan neraka. Seolah merekalah yang mempunyai dan menguasai surga dan neraka, sehingga berhak menentukan siapa saja yang dapat masuk surga. Padahal yang berhak menentukan manusia masuk neraka atau surga hanya Allah. Ini hak privilege Allah, tapi orang ingin mengambilnya alih hak ini. Manusia hanya mengetahui bagaimana cara untuk masuk surga tapi tidak dapat menentukan bahwa dia masuk surga dan orang lain tidak.

Seruan yang sangat kuat pada masa puasa adalah pertobatan, maka masa puasa juga disebut sebagai masa pertobatan. Pertobatan adalah usaha untuk kembali pada Allah dan menyadari bahwa kita adalah mahluk yang lemah dan membutuhkan belas kasih Allah. Seperti kata pemazmur "Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai.” (Mzm 91:2). Bila Tuhan adalah perlindungan kita, maka dalam kepahitan hidup kita tetap bersandar pada Tuhan bukan sebaliknya menjauh dan mengutuki Tuhan. Kita adalah hamba bukan tuannya Tuhan. Kita pun belajar untuk rendah hati sehingga tidak mudah mengadili orang, menyalahkan dan menghukum orang bahkan menentukan seseorang masuk neraka atau surga. Seperti seruan Yesaya 58:1-11 tentang puasa, bahwa kita tidak boleh memfitnah dan menyalahkan sesama melainkan kita harus berbelas kasih pada orang yang menderita.

Sabtu, 12 Maret 2011

PUASA DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR

Ketika sedang berpuasa Yesus dicobai oleh iblis (Mat 4:1-11). Ada 3 tantangan yang diajukan oleh iblis yaitu pemenuhan kebutuhan hidup, status dirinya sebagai Putra Allah dan kekuasaan. Yesus sedang lapar, maka iblis mencobaiNya untuk membuktikan kekuasaanNya sebagai Putra Allah yang dapat membuat roti dari batu. Tantangan ini ditolak lalu iblis membawa Yesus untuk menantang perlindungan Allah padaNya. Dia adalah Putra Allah yang akan dilindungi Allah meski melakukan hal yang sangat berbahaya pasti akan selamat. Ketiga, Yesus ditawari kekuasaan untuk menjadi raja yang mempunyai kekuasaan yang sangat besar. Hal ini pun ditolaknya dan iblis meninggalkan Dia untuk mencari waktu yang tepat.

Abraham Maslow (1 April 1908 – 8 Juni 1970) membuat teori piramida kebutuhan manusia. Menurut Maslow kebutuhan manusia dibagi dalam dua hal besar yaitu D-Needs (Deficiency Needs) dan B-Needs (Being Needs). D-Needs adalah kebutuhan yang terkait dengan kebutuhan fisik, kebutuhan keamanan, kebutuhan dicintai, dan kebutuhan dihargai. Sedangkan B-Needs adalah kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan ini membentuk piramida dan yang paling dasar adalah pemenuhan kebutuhan fisik yaitu makan, istirahat dan sebagainya sedangkan puncaknya adalah kebutuhan aktualisasi diri. Untuk dapat memenuhi kebutuhan tingkat atas harus dipenuhi dulu kebutuhan di bawahnya. Orang harus makan dulu baru dapat diajak untuk berpikir soal keamanan, cinta dan sebagainya. Maka iblis menggoda Yesus untuk memenuhi kebutuhan dasar yaitu makan. Yesus menolaknya "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” (Mat 4:4). Yesus menunjukkan bahwa kebutuhanNya bukan lagi soal pemenuhan kebutuhan dasariah tapi sudah mencapai puncak dari piramida Maslow yaitu kebutuhan spiritual.

Kita pada umumnya tidak mampu “meloncat” seperti Yesus. Kita berusaha memenuhi kebutuhan dasar terlebih dahulu baru dapat berpikir tentang spiritual. Seseorang mengatakan bagaimana mungkin kita dapat mengajak orang berdoa bila dia perutnya kosong? Maka kita harus memberinya makan dulu baru diajak berdoa. Orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan paling dasarnya juga dapat melakukan hal-hal yang dapat merendahkan hakekatnya sebagai manusia. Pernah ada cerita tentang pesawat terbang yang jatuh di tengah hutan belantara. Penumpang yang selamat untuk mempertahankan hidupnya dia tega memakan penumpang lain yang tewas. Kebutuhan dasar adalah kebutuhan untuk mempertahankan hidup, maka orang berusaha untuk memenuhinya meski harus melakukan hal yang sangat tidak manusiawi. Yesus pun ditantang untuk mengubah batu menjadi roti.

Pada saat ini pemenuhan kebutuhan dasar manusia yaitu makan, minum, rumah dan sebagainya sudah banyak yang bergeser maknanya. Orang makan bukan lagi untuk mempertahankan diri agar dapat hidup dan menuju tahap selanjutnya dalam piramida kebutuhan menurut Maslow, melainkan untuk menunjukkan siapa dirinya. Seorang teman bercerita bahwa dia berdua bersama temannya makan di sebuah restoran dan menghabiskan Rp 400.000 lebih. Aku hanya mampu menelan air ludah. Dalam hal ini makan bukan untuk menghilangkan rasa lapar melainkan untuk mencari nilai lain lagi. Apakah dia sudah masuk ke tahap berikutnya dari piramida kebutuhan?

Dalam puasa kita diingatkan kembali bahwa pemenuhan kebutuhan hidup dasariah bukanlah segala-galanya. Masih ada kebutuhan lain yang lebih penting yang harus kita raih yaitu relasi dengan Allah. Saat perut kosong atau kebutuhan dasar tidak terpenuhi, kita tetap dapat bersandar pada Allah. Yesus bukan hendak menyepelekan pentingnya pemenuhan kebutuhan dasar atau makan, tapi Dia mengajak kita untuk meraih nilai yang lebih jauh lagi yaitu nilai spiritual. Hidup bukan hanya terpusat untuk memenuhi kebutuhan dasar tapi terus berusaha meraih kebutuhan yang lain. Maka puasa adalah sebuah ujian bagi kita untuk tetap dapat bersandar pada Allah dan mencari nilai spiritual meski kebutuhan dasar kita masih belum terpenuhi.

Jumat, 11 Maret 2011

YESUS DAN POHON ARA: SEMUA MILIK ALLAH


Pohon ara dalam kisah Injil Markus 11: 12-14, mungkin sudah hidup puluhan tahun. Dia mungkin tergolong pohon yang baik, yang menghasilkan buah berlimpah pada musimnya. Pohon yang mungkin menjadi kesayangan banyak orang di sekitar tempat itu. Pohon yang buahnya diharapkan oleh banyak orang di sekitarnya. Tapi segalanya menjadi hancur ketika Yesus datang dan menemukan dia tidak berbuah, meski itu bukan kesalahannya. Dia berjalan sesuai dengan waktu dan apa yang seharusnya terjadi. Tapi Yesus tampaknya tidak peduli akan hal itu. Yesus ingin pada saat Dia membutuhkan maka pohon ara itu harus siap memberikan buahnya. Seandainya Yesus mau tentu saat Dia lapar maka Dia bisa menciptakan roti atau buah ara dari apa saja untuk dimakanNya. Tapi Yesus tidak mau melakukan hal itu. Dia ingin pohon ara itu memberinya buah untuk dimakanNya.

Kisah pohon ara dapat menjadi gambaran hidup kita. Selama ini kita hidup dengan baik. Kita pun mentaati apa saja perintah dan ajaran Gereja. Hidup rukun dan rela berbagi dengan sesama. Berdoa setiap hari dan mengikuti perayaan ekaristi setiap minggu. Aktif dalam pelayanan di Gereja maupun dalam masyarakat. Kita menjadi orang yang disenangi oleh masyarakat sekitar dan dikagumi sebab apa yang telah kita lakukan. Sampai suatu saat tiba-tiba datang malapetaka yang menyakitkan. Kita seperti orang yang terkena kutuk sehingga mati semuanya. Apa yang kita banggakan tidak berarti lagi. Kebahagiaan kita hancur. Lalu kita mulai bertanya mengapa aku kena masalah seperti ini? Bukankah aku sudah hidup baik selama ini? Kita bagaikan pohon ara yang mati mengenaskan karena dituntut sesuatu yang tidak mungkin dan tidak kita miliki.

Allah memang berkarya dalam hidup manusia secara misterius. Apa yang indah dan megah saat ini dapat berubah menjadi puing tidak berarti pada esok hari. Ketenangan dan kebahagiaan hidup kita dapat berubah menjadi kegelisahan dan kekacauan dalam sekejap saja. Hal ini tidak jarang membuat kita protes soal keadilan Allah. Kita menjadi ragu akan pemahaman Allah yang Mahakasih. Bila Allah Mahakasih dan adil tentu kita tidak mengalami hal yang mengerikan seperti saat ini. Pohon ara pun dapat bertanya pada Yesus mengapa dia dikutuki sampai menjadi kering, padahal dia tidak melanggar apapun juga. Kalau Yesus tidak menemukan buah di rantingnya, hal ini bukan karena dia tidak mau berbuah tapi memang belum saatnya dia berbuah. Mengapa dia harus menjadi kering karena sesuatu yang bukan kesalahannya?

Dalam hidup segala sesuatu adalah milik Allah yang dipercayakan pada kita. Seperti dalam perumpamaan kebun anggur yang dipercayakan pada penggarap-penggarap setelah dipersiapkan dengan baik oleh tuannya. Allah telah mempersiapkan segala sesuatunya agar manusia dapat hidup, maka manusia diciptakan pada saat akhir penciptaan. Tapi sering kali manusia mengubah posisi dari mahluk yang dipercaya untuk merawat berubah menjadi mahluk yang ingin menguasai apa yang dipercayakan padanya. Manusia lahir telanjang dan diperlengkapi oleh Allah segala sesuatu sehingga dia dapat hidup. Apa yang ada dalam hidup adalah anugerah yang dipercayakan Allah pada kita. Oleh karena titipan maka adalah hak Allah untuk mengambil kembali apa yang dipercayakan pada kita. Rasa protes dan pemberontakan disebabkan kita merasa apa yang ada dalam hidup kita adalah milik kita sendiri.

Allah bisa datang pada kita kapan saja Dia mau dan meminta kembali apa yang ada pada kita tanpa harus menunggu saat dimana kita sudah siap memberikan apa yang ada. Seperti pohon ara yang diminta buahnya tanpa harus menunggu musim buah. Disinilah perlu sikap kebebasan dan kerendahan hati untuk memberikan kepada Allah apa yang ada pada kita. Kita bebas dari keterlekatan terhadap apa saja yang ada pada kita, sehingga bila suatu saat Allah memintanya maka kita siap memberikan. Dalam hal ini membutuhkan iman yang kuat, sehingga ketika hal itu terjadi kita tidak goyah. Kita tetap percaya pada Allah dan bersandar padaNya. Ujian iman sesungguhnya ketika hidup tidak berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan.

Kamis, 10 Maret 2011

YESUS DAN POHON ARA


Dalam Injil Markus diceritakan Yesus yang mengutuk pohon ara sebab ketika Dia lapar dan hendak mengambil buahnya ternyata pohon itu sedang tidak berbuah (Mrk 11:12-14.20-22). Apa yang dilakukan Yesus sebetulnya dapat dianggap sebuah perbuatan yang sewenang-wenang. Pada waktu itu bukan musim pohon ara berbuah, maka wajar saja bila Dia tidak menemukan satupun buah ara. Yesus pun pasti tahu kapan saat musim buah ara. Maka ketika Dia tidak menemukan buah ara mengapa Dia mengutuki pohon yang tidak bersalah itu sehingga pohon itu menjadi mati kekeringan? Apakah Dia seorang yang egois dan menggunakan kekuasaan yang dimilikiNya dengan sewenang-wenang? Bukankah dalam berbagai kesempatan Dia menunjukkan belas kasih yang begitu besar kepada sesama manusia?

Bila membaca kisah itu dan melepaskan dari konteksnya, maka kita akan mendapat gambaran Yesus yang kurang baik. Dia tampak sebagai orang yang arogan. Orang yang menggunakan kekuasaan yang dimilikiNya untuk memaksakan kehendakNya dan bila kehendakNya tidak terwujud maka Dia marah. Kisah itu terkait dalam pembelajaran mengenai iman. Yesus menunjukkan bahwa bila kita mempunyai iman maka kita bisa melakukan semua hal bahkan melakukan hal-hal yang diluar akal sehat. “Yesus menjawab mereka: "Percayalah kepada Allah! Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! Asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya.” (Mrk 11:22-23)

Yesus memberi pelajaran betapa dengan iman orang dapat melakukan hal-hal besar bahkan sampai diluar batas kemampuan manusiawi, meski pembelajaran itu dari sudut negatif yaitu membuat pohon ara itu mati. Dalam hal ini iman tidak hanya dilihat sebagai keputusan seseorang untuk percaya pada Allah tapi dari rasa percaya itu tumbuh kekuatan dalam diri seseorang untuk melakukan segala sesuatu. Bahkan berbuat sesuatu yang besar dan diluar kemampuan akal sehat manusia. Beberapa kali Yesus memberikan contoh kekuatan iman. Dia mengajak Petrus berjalan diatas air ketika badai. Dia mampu membangkitkan orang mati dan sebagainya. Tapi seperti Petrus yang ragu maka kekuatan itu tidak terwujud, sehingga dia tenggelam.

Kekuatan iman ini sering diabaikan oleh banyak orang, meski dia mengaku sudah mengikuti Yesus berpuluh tahun. Tidak jarang kita mendengar orang mengeluh sebab doanya tidak dikabulkan Tuhan. Mereka yakin bahwa mereka sudah berdoa dengan sungguh tapi tetap saja semua doanya tidak terkabul. Yesus dalam kisah dalam Injil Markus tidak berbicara mengenai doa, melainkan Dia berbicara mengenai tindakan. Tindakan hebat yang berdasarkan dari rasa percaya yang mendalam kepada Allah. Dia mengajarkan bahwa kita dalam berbuat sesuatu harus berdasarkan rasa percaya pada Allah, tapi kita dalam berbuat sesuatu sering bersandar pada perhitungan kita sendiri tanpa melibatkan Allah. Baru setelah perbuatan itu berujung pada kegagalan kita mulai bertanya pada Allah dan memohon bantuan Allah untuk menyelesaikan masalah kita.

Ada sebuah cerita pendek tentang pasukan Jepang yang akan berperang melawan musuh. Mereka kalah dalam hal jumlah, maka semua prajurit yakin mereka akan kalah. Lalu sang panglima mengajak mereka berdoa dalam kuil dan melemparkan koin. Bila yang muncul gambar burung maka mereka menang, sebaliknya bila yang muncul tulisan maka mereka kalah. Akhirnya yang muncul gambar burung. Dengan keyakinan itu mereka maju berperang dan menang. Setelah menang seorang bertanya bagaimana bila yang muncul tulisan? Panglima itu menjawab tidak mungkin, sebab uangnya dirangkap dua dan semua sisi bergambar burung. Bila pasukan itu percaya pada koin dan menang kita seharusnya akan lebih hebat lagi dan dapat memenangkan segala sesuatu sebab percaya pada Allah. Hanya apakah segala tindakan kita berdasarkan pada keyakinan pada Allah? “Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” (Luk 18:8)

Jumat, 04 Maret 2011

INJIL BARNABAS iii

SIAPA PENULIS BARNABAS?

Dari berbagai pembuktian teks dan sejarah maka kita dapat mengetahui bahwa penulis apa yang disebut sebagai Injil Barnabas adalah bukan Rasul Barnabas yang bersama Rasul Paulus mewartakan Injil ke bangsa-bangsa asing atau bangsa bukan Yahudi. Maka perlu dipertanyakan siapakah sesunguhnya penulis Injil Barnabas ini? Dari beberapa ciri yang dilihat maka kita dapat membayangkan si penulis Injil ini, meski kita tidak akan tahu nama aslinya. Semua yang ditulis disini hanyalah gambaran si penulis saja dan tidak menunjuk secara pribadi siapa sejatinya orang itu.

1. Dia orang yang memahami PL dan PB meski pengetahuannya kurang baik.
2. Dia mungkin seorang Islam, sehingga memuji Muhammad dan Ismael (ps 191; 192).
3. Dilihat dari bahasanya mugkin dia adalah orang berbahasa ibu Spanyol, tapi tinggal di Italia. Pada abad XVI banyak orang Spanyol yang lari ke Italia utara disebabkan tidak tahan penindasan yang dilakukan oleh Gereja Katolik.
4. Pada abad XVI di Spanyol muncul beberapa Injil yang ditulis dalam bahasa Arab dengan memakai wibawa nama para rasul. Buku ini dikarang oleh Alfonso de Castillo dan Miguel da Luna. Dalam Injil Barnabas ps 54 ada kata denarius (Rahnip:"sepotong emas") yang terbagi dalam 60 minuti (Rahnip:"bagian"). Kata itu merupakan uang Spanyol kuno. Maka besar kemungkinan penulis adalah orang Spanyol atau pernah tinggal di Spanyol.
5. Dalam Injil Barnabas berbahasa Italia dikisahkan bahwa Fr. Marrin mencuri buku itu dari perpustakaan Paus Sixtus V. Dalam Injil Barnabas berbahasa Spanyol disebutkan bahwa penulisnya ialah Mustafa de Aranda. Dia seorang Spanyol dan lari ke Italia lalu ke Turki. Menurut ahli, catatan dalam bahas Arab yang ada di Injil Barnabas bahasa Italia terpengaruh bahasa Turki. Mungkin Mustafa de Aranda adalah Fr. Marrin sendiri.
6. Injil Barnabas menyangkal Yesus sebagai Mesias (ps 42;96). Ini konsep agama Yahudi, sebab agama Islam mengakui bahwa Yesus adalah Almasih (Mesias). Mungkin penulis Barnabas ialah orang Yahudi yang dipaksa masuk Katolik, lalu keluar dan masuk Islam. Pendapat ini juga tertulis dalam Injil Barnabas bahasa Arab yang diterjemahkan oleh Abubakar dan Basjmeleh. Penulis mungkin meninggalkan Spanyol lalu pergi ke Bologna (Italia). Di kota ini ia menulis Injil Barnabas dalam bahasa Italia.

ISI BARNABAS

1. Ps 1-9 merupakan gabungan Injil Matius dan Lukas.
2. Ada tambahan yang tidak ada di keempat Injil (ps 22;26;35)
3. Peran Ismael sangat menonjol (ps 19;44;192;212).
4. Kisah sengsara yang sangat berbeda dengan keempat Injil. Orang yang disalib ialah Yudas (ps 215;218), Yesus menampakan diri pada ibuNya (ps 219). Dia bicara pada Barnabas (ps 220), diangkat ke surga oleh empat malaikat (ps 221).
5. Menyerang ajaran Yesus sebagai Putra Allah yang diwartakan oleh Paulus (ps 222)
6. Tidak adanya Yohanes Pembaptis sebagai konsekwensi perannya telah digantikan oleh Yesus. Ini sangat aneh, sebab Yohanes Pembaptis juga disebut dalam Al Quran (Surah 19:12-15)
7. Barnabas termasuk rasul (ps 14:100) dan terlibat dalam peristiwa penting (112:221). Padahal menurut PB nama Barnabas baru muncul dalam Kis 4:36.

PENUTUP

Injil Barnabas merupakan salah satu dari bermacam kitab yang entah sengaja atau tidak berusaha mengubah iman Kristen. Sebenarnya usaha untuk merusak iman Kristen melalui tulisan telah terjadi sejak Gereja awali, maka ada daftar kitab apokrif. Kitab-kitab apokrif biasanya ceritanya mirip dengan legenda atau menekankan Yesus dalam satu sisi saja. Sayang saya tidak mampu membaca kitab-kitab itu, sebab hanya terdapat dalam perpustakaan khusus dan kebanyakan tidak diterjemahkan dalam bahasa asing lain.

Injil Barnabas berusaha untuk menyatukan keempat Injil.Tapi tujuan penulisan bukan seperti para penulis Injil lain yaitu pengajaran, pembelaan dan pembuktian bahwa Yesus adalah Mesias. Barnabas bertujuan untuk melecehkan Yesus dan menghina orang Kristen, maka hendaklah kita hati-hati untuk mempercayai suatu tulisan meskipun di situ banyak memuat nama Yesus atau memakai wibawa nama Yesus. Sumber kita hanya KS dan Tradisi serta ajaran Magisterium. Itulah kebenaran iman kita.

INJIL BARNABAS ii

KAPAN INJIL BARNABAS DITULIS?

Pada saat Gereja purba banyak sekali tulisan-tulisan yang menggunakan wibawa nama seorang rasul dan disebut Injil, misalnya Injil Petrus, Thomas dan sebagainya. Paus Gelasius (492-496) menetapkan daftar Injil yang diakui oleh Gereja disebut kanonik (berwibawa) dan daftar Injil yang ditolak oleh Gereja disebut Decretum Pseudo Gelasianum (keputusan Gelasius tentang kitab yang tidak asli). Injil Barnabas termasuk dalam daftar itu. Dengan demikian berita yang paling tua tentang Injil Barnabas baru pada abad VI.

Menurut penelitian sulit sekali menemukan tanda adanya Gereja yang menggunakan Injil Barnabas sampai dekrit itu ditulis. Saat itu yang ada ialah "surat apokrif Barnabas" dan "kisah rasul Barnabas" yang merupakan pemalsuan dari abad V yang ditulis untuk memuliakan P. Siprus, dimana penduduknya meyakini bahwa disitu rasul Barnabas dimakamkan. Menurut legenda, para uskup Siprus menggali makam rasul Barnabas dan menemukan jenasah rasul Barnabas yang sedang mendekap buku Injil Matius yang telah disalinnya. Dalam "kisah rasul Barnabas" juga ditulis bahwa dia mengabarkan Injil yang berasal dari kawan sepelayanannya yaitu Matius. Dengan demikian sulit untuk membuktikan bahwa Injil Barnabas dalam bahasa Italia merupakan salah satu dari tulisan yang diyakini ditulis oleh Barnabas yang tercantum dalam dekrit Pseudo Gelasianum.

Dapat dipastikan bahwa pengarang Barnabas bukan salah seorang rasul yang hidup pada jaman Yesus dan kemungkinan dia tidak tahu geografi Israel. Hal ini bisa dibuktikan:
  1. Dia tidak faham kesamaan kata "Kristus" dan "Mesias". “Yesus menjawab, “Demi Allah pada hadiratnya jiwaku berdiri, aku bukanlah Mesias itu.” (ps 96)
  2. Yesus lahir pada jaman Pilatus, “Di sana ketika itu memerintah di tanah Yudea ialah Herodes atas perutusan Caesar Agustus dan Pilatus adalah Gubernur, sedangkan jabatan kepala agama dipegang oleh Annas dan Cayaphas.” Oleh sebab dekrit Caesar Agustus semua penduduk didaftarkan namanya.” (ps 3) Padahal Pilatus menjadi gubernur pada tahun 26/27.
  3. Yesus berlayar ke Nazaret “Yesus pergi ke laut Galilea dan naik ke dalam sebuah perahu berlayar ke kotanya Nazaret.” (ps 20), padahal Nazaret jauh dari danau Galilea.
  4. Di Yudea ada 600.000 tentara, “Dalam hal itu di Misbah telah berkumpul 3 pasukan, setiap pasukan terdiri dari 200.000 orang.” (ps 91) ini mustahil, sebab seluruh tentara Romawi di daerah jajahan tidak lebih dari 300.000.
  5. Yesus dan para murid pergi ke bukit Sinai untuk menjalankan syariat puasa 40 hari (ps 91). Seolah-olah puasa semacam itu sudah merupakan adat, padahal saat itu belum ada.

Pengarang pasti hidup setelah jaman Muhammad. Hal ini dapat dibuktikan:
  1. Yesus menunjuk Muhammad sebagai Mesias “O Muhammad semoga Allah beserta engkau dan mudah-mudahan Dia mungkin menjadikan aku layak untuk membuka tali sepatumu.” (ps 44) “Allah besabda, “Tunggulah Muhammad karena demi engkau, Aku berkehendak untuk menciptakan surga.” (ps 97). Ini sulit diyakini. Dalam PL juga telah diramalkan akan kehadiran Mesias, tapi tidak menunjuk nama dengan jelas.
  2. Peran Yesus dalam Injil ini berubah menjadi Yohanes Pemandi, yang meramalkan kehadiran Mesias, maka Yohanes Pembaptis tidak ada.
  3. Ada kalimat syahadat, “Hanya ada Allah Maha Esa dan Muhammad adalah pesuruh Allah itu." (ps 39)
  4. Ps 48,98,222 menunjukan Yesus bukan Al Masih dan hanya diutus pada orang Israel sedang Muhammad diutus pada segala bangsa (ps 82). Adanya kitab yang akan ditulis lagi untuk menggantikan kitab yang telah diselewengkan (ps 124,44,191,192).
  5. Yang dipersembahkan Abraham adalah Ismael bukan Ishak “Kemudian firman Allah berkata kepada Ibrahim “Ambilah puteramu, putera sulungmu Ismail dan mendakilah ke atas bukit itu untuk mengurbankan dia.” (ps 44), Ismael merupakan nenek moyang bangsa Arab, sedang Ishak adalah bangsa Israel.
  6. Orang yang disalib ialah Yudas bukan Yesus (ps 216-221), sebab Yesus melarikan diri masuk ke dalam rumah ketika mau ditangkap lalu dia dibawa oleh malaikat Jibril, Mikael, Rafail dan Uriel berpergian dari dunia ini. (ps 215) Atas kuasa Allah maka Yudas berubah rupa menjadi Yesus sehingga ditangkap (216) dan seterusnya dia diadili sampai disalibkan. Ketika Yesus datang lagi dan bertemu dengan penulis, dia menekankan kembali akan penyaliban Yudas (221)
Pengarang pasti hidup setelah tahun 1300
  1. Ps 82 menyinggung tahun Yobel yang dirayakan 100 th sekali. Dalam PL tahun Yobel dirayakan 50 th sekali (Im 25:8-55; 27:16-25). Yesus tidak mengubahnya, baru Paus Bonifacius VIII mengubah menjadi 100 th sekali.
  2. Banyaknya tradisi abad pertengahan yang masuk dalam Injil ini, misalnya:
  • ps 61, Yesus berdoa malam dengan mengutip 1Ptr 5:8, padahal kebiasaan itu baru pada abad pertengahan sampai sekarang.
  • Ps 3, Maria melahirkan tanpa rasa sakit. Ini merupakan ajaran yang muncul pada abad pertengahan.
  • c. Ps 194, Lazarus mempunyai 2 desa. Ini tidak mungkin pada jaman Yesus, tapi lebih pada gambaran situasi abad pertengahan.
  1. Pada abad II ada beberapa Injil yang mencoba mempersatukan keempat Injil. Buku ini disebut Diatessaron. Pada abad XIV di Italia muncul beberapa diatessaron dalam bahasa dialek Tuska Venesia. Injil Barnabas mempunyai kesamaan dengan buku itu dalam dialek, susunan cerita dan tambahan cerita yang tidak ada dalam keempat Injil.
Lebih jauh mungkin hidup setelah abad XVI atau semasa Paus Sixtus V (1585-1590).
  1. Menurut Barnabas tahun Yobel dirayakan 100 th sekali. Padahal penentuan itu baru oleh Paus Bonifacius. Tapi pada tahun 1349 diputuskan tahun Yobel dirayakan 50 th sekali. Pada tahun 1470 ditentukan 25 th sekali. Pada tahun 1585 Paus Sixtus V menentukan tahun itu sebagai tahun Yobel. Hal ini hanya untuk merayakan pengangkatannya sebagai Paus, bukan karena tiba saatnya. Mungkin penulis Barnabas ingat bahwa ada beberapa kali perubahan masa tahun Yobel, maka dia ingin mengembalikan tahun Yobel pada asalnya yaitu 100 th sekali.
  2. Alasan kedua, ialah adanya catatan dalam Injil Barnabas bahwa Injil ini diketemukan pada perpustakaan Paus Sixtus V dan kisah ini mirip dengan apa yang tertulis dalam kitab itu sendiri (ps 191). Seperti tanda tangannya penulis. Beberapa kisah dalam injil Barnabas cocok dengan situasi abad XVI. Dulu orang Katolik menindas dan memaksa orang Islam dan orang Yahudi untuk memeluk agama Katolik. Orang Islam yang terpaksa masuk Katolik disebut golongan Morisko sedang orang Yahudi disebut golongan Morrano. Paus Sixtus V sebelum menjadi Paus bernama Felice Perreti de Montalto. Dia sangat aktif "mempertobatkan" dengan kekerasan orang non Katolik. Mungkin pengarang Barnabas adalah orang yang benci pada Paus Sixtus, sehingga menulis Injil yang diselewengkan. Abad XVI adalah puncak penindasan terhadap orang non Katolik.

INJIL BARNABAS

Dalam bahasa Indonesia ada 3 terjemahan Injil Barnabas yaitu oleh J. Bachtiar Affandie (1969); Husein Abubakar dan Abubakar Basjmeleh (1970) dan Rahnip M. BA (1980). Naskah asli Injil Barnabas yang bisa diketemukan sampai saat ini ditulis dalam bahasa Italia dengan berbagai catatan di tepi buku dalam bahasa Arab yang jelek. Naskah ini diterjemahkan oleh Londsdale Ragg dan Laura Ragg dalam bahasa Inggris pada tahun 1907. Sejak saat itulah orang mulai membicarakan Injil Barnabas. Terjemahan ini diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Rahnip BA, dengan banyak kesalahan.

Sedang Abubakar dan Bachtiar menterjemahkan Injil Barnabas dari bahasa Arab. Injil Barnabas dalam bahasa Arab merupakan terjemahan dari bahasa Inggris dan mungkin dipengaruhi Injil Barnabas dalam bahasa Italia. Dengan demikian terjemahan Injil Barnabas dalam bahasa Indonesia bersumber dari terjemahan bahasa Inggris yang ditulis oleh Lonsdale dan Laura. Injil Barnabas dalam bahasa Italia disimpan di perpustakaan negara Wina, Austria. Memang ada Injil Barnabas, yang tidak lengkap, ditulis dalam bahasa Spanyol sekitar abad XVIII dan kini tersimpan di Sydney. Injil ini merupakan terjemahan dari bahasa Italia oleh seorang muslim bernama Mustafa de Aranda.

KAPAN INJIL BARNABAS BAHASA ITALIA DITULIS?

Dari penelitian cara penulisan, kertas yang dipakai dan cara menjilidnya, maka diperkirakan buku ini ditulis setelah pertengahan kedua abad XVI. Jika melihat bahasa Italia yang digunakan sangat banyak perbedaan dengan bahasa Italia yang digunakan oleh orang Italia, misalnya dengan banyaknya penambahan huruf "h" (anno ditulis hanno, dst). Menurut Prof. M. de Epalza seorang cendikiawan Spanyol, melihat dialek yang digunakan oleh penulis, kemungkinan besar si penulis adalah orang yang menggunakan bahasa Italia dalam dialek Tuska. Dialek ini digunakan di daerah Italia Utara oleh orang yang berbahasa Spanyol sebagai bahasa ibu.

Apakah Injil Barnabas dalam bahasa Italia merupakan terjemahan dari bahasa lain? Sulit untuk mengatakan "ya", sebab jika suatu buku merupakan terjemahan, maka bahasa aslinya masih tampak dalam susunan kalimatnya, bagitu pula gaya bahasa dan sebagainya. Dalam Injil Barnabas hal itu tidak tampak. Maka dapat dipastikan bahwa Injil Barnabas yang asli ditulis dalam bahasa Italia. Bahasa Italia sendiri baru menjadi bahasa tulis pada abad XIII.

Menurut Mustafa de Aranda, penulis dalam bahasa Spanyol, Injil Barnabas bahasa Italia semula berada di perpustakaan Vatikan. Pada saat Paus Sixtus berkuasa (1585-1590) seorang rahib bernama Fr. Marino melihat Injil itu diperpustakaan dan mencurinya. Fr. Marino kemudian masuk Islam. Kisah ini dapat dipastikan isapan jempol belaka, sebab hampir sama dengan kisah dalam Injil Barnabas ps 191 dan 192 yang menceritakan dialog antara Yesus dengan seorang ahli Taurat sampai akhirnya ahli Taurat itu berkata, “Seluruh kitab ini aku belum membacanya, karena pejabat tinggi agama itu – di dalam perpustaakaannya aku membaca- telah melarang aku mengatakan bahwa seorang keturunan Ismael telah menulisnya”. (ps 192) Kemungkinan besar kalimat ini merupakan gambaran diri si pengarang.

KETIKA AKU DIKALAHKAN OLEH ALAT


Seorang mengeluh tentang apa yang baru dialaminya. Dia sedang mempunyai masalah dalam perusahaannya. Lalu dia meminta bantuan seorang ahli hukum untuk mencari jalan yang aman dari segi hukum. Setelah mengadakan perjanjian untuk bertemu, maka dia datang ke kantor ahli hukum itu. Ketika sedang membahas masalahnya, tiba-tiba telpon ahli hukum itu berbunyi. Dia lalu mengangkat dan mengadakan pembicaraan yang menghabiskan waktu beberapa menit lalu melanjutkan kembali membahas masalah. Tapi beberapa menit kemudian telpon itu berbunyi lagi dan diterima lagi. Hal ini terjadi beberapa kali. Akhirnya orang itu pulang dengan perasaan mendongkol. Dia merasa bahwa lebih baik bertanya melalui telepon daripada harus datang sendiri, sebab untuk datang dia harus meninggalkan pekerjaannya. Menunggu giliran berbicara. Membayar biaya konsultasi. Tapi kenapa dikalahkan oleh telpon yang masuk?

Sejak munculnya HP seolah telepon telah menguasai kehidupan manusia. Dia menjadi tuan dari manusia. Dimana saja dan kapan saja orang tidak bisa lepas dari HP. Tidak jarang orang menjadi begitu terlekat pada HP, sehingga mengabaikan sesamanya yang ada di sekitarnya. Pengalaman temanku bukanlan pengalaman satu-satunya. Banyak orang mengalami hal yang menjengkelkan seperti itu. Manusia dikalahkan oleh dering telpon. Seharusnya orang harus lebih menghargai sesamanya yang ada di sekitarnya daripada orang yang jauh, kecuali dalam hal darurat. Apalagi bagi orang-orang yang menjual jasa seperti pengacara, dokter, pegawai bank dan sebagainya. Tapi meskipun bukan orang bukan orang penjual jasa pun seharusnya lebih diutamakan orang yang ada di dekatnya daripada orang yang jauh. Beberapa kali aku pun mengalami ketika sedang berbicara dengan seseorang tiba-tiba dia menghentikan pembicaraannya ketika ada SMS atau telepon yang masuk.

Kadang banyaknya telepon yang masuk dapat menjadi ukuran tingkat kesibukan seseorang. Semakin banyak dia ditelepon oleh orang-orang, semakin menunjukkan bahwa dia adalah orang penting yang dicari atau dibutuhkan oleh banyak orang. Padahal belum tentu telepon yang masuk adalah telepon yang penting dan mendesak. Pada jaman ini orang bangga bila dikatakan sebagai orang sibuk. Bahkan tidak jarang orang menyatakan dirinya sebagai orang yang sibuk. Maka menerima banyak telepon adalah sebuah kebanggaan tersendiri untuk menunjukkan kepentingan dan kesibukan dirinya dihadapan umum. Ada pula orang yang mensetting suara teleponnya begitu keras sehingga semua orang yang disekitarnya akan tahu bahwa ada orang yang sedang menelepon dirinya. Ada pula yang bila menerima telepon suaranya yang cukup keras seolah tidak ada orang di sekitarnya. Dengan demikian semuanya kembali pada diri yang ingin dianggap sibuk dan penting sesuai dengan tuntutan jaman.

Akhir-akhir ini dengan munculnya black berry dan telepon sejenisnya yang dapat berfungsi bukan hanya sebagai telepon dan SMS tapi juga membuat grup, mengakses twiter, facebook dan sebagainya, sehingga setiap menit ada saja pesan yang masuk. Orang dapat tenggelam dalam menjawab pesan-pesan yang masuk, sehingga meski duduk berdua pun orang dapat tidak berkomunikasi satu dengan yang lain melainkan tenggelam dalam sarana komunikasi yang ada dalam genggamannya. Dengan demikian sebetulnya kita mengalami krisis kemanusiaan nyata. Kita menjadi manusia maya yang tenggelam dalam dunia maya daripada menjadi manusia nyata yang berbicara dengan teman yang ada didekat kita. Merasakan kehadiran dan menjadi bagian dari komunitas nyata.

Bila Yesus berbicara soal mammon maka HP dan BB adalah mammon pada jaman ini. Mammon adalah sesuatu yang membuat manusia terlekat padanya sehingga dapat memisahkan manusia dengan Allah dan sesamanya. Maka perlu ketegasan pada diri sendiri dan membuat prioritas tentang membangun sebuah relasi. Prioritas utama adalah membangun relasi yang nyata dengan orang nyata yang ada di sekitar kita. Kita pun harus menghargai orang nyata yang sudah merelakan diri datang pada kita.

Kamis, 03 Maret 2011

MELARIKAN DIRI

Hampir semua anak-anak yang ada di rumah singgah suka minum minuman beralkohol sampai mabuk. Kadang mereka mengoplos berapa bahan tanpa peduli akan resiko keracunan yang dapat membawa kematian. Bagi mereka yang penting mabuk. Pernah ada satu anak dilarikan ke UGD sebab nyaris mati karena minum kopi dicampur dengan kecubung, suatu tanaman perdu yang beracun serta minuman suplemen. Pernah juga mereka membeli alkohol 70% dicampur minuman suplemen dan soft drink. Akibatnya mereka juga hampir mati. Belum lagi bila minuman itu dicampur oleh obat-obatan yang memang dapat membuat orang teler. Meskipun pernah hampir mati dan tahu akibat setelah minum tubuh mereka menjadi sakit semua, tapi mereka tidak pernah kapok. Selalu saja ada anak yang mabuk dan teler akibat obat atau minuman beralkohol.

Salah satu alasan mereka mabuk adalah mereka ingin melarikan diri dari kenyataan. Mereka ingin melupakan hidupnya yang berat dan penuh luka. Bagi mereka dengan mabok mereka dapat sejenak melupakan realita kepahitan yang harus dijalani. Banyak orang juga berusaha melarikan diri dari kepahitan hidup. Mereka menciptakan mimpi indah yang ingin diraihnya. Dulu seorang bapak terjebak kasus hutang yang sangat besar akibat judi. Semula dia adalah bapak yang baik dan bertanggungjawab. Suatu saat usahanya hancur. Dia ingin mempunyai modal lagi dari apa yang tersisa. Maka dia nekad mempertaruhkan sisa hartanya untuk berjudi dengan harapan bila menang maka dia dapat mempunyai modal kembali untuk membangun usahanya kembali. Ternyata dia sering kalah sehingga semua hartanya ludes dan terjebak rentenir. Masih banyak lagi cerita tentang orang yang dengan berbagai cara berusaha melarikan diri dari realita hidup yang tidak diinginkannya.

Usaha melarikan diri dari kepahitan hidup adalah usaha yang sia-sia. Kepahitan dan masalah harus dihadapi dengan penuh keberanian. Memang bila masalah datang bertubi-tubi dapat membuat orang menjadi frustasi, sehingga berusaha melarikan diri dari kenyataan. Bahkan tidak jarang meninggalkan Tuhannya, sebab dia menganggap bahwa Tuhan tidak akan mampu menolongnya. Memang Tuhan tidak akan mengambil masalah kita tapi Tuhan memberikan kita sudut pandang baru bagaimana menghadapi masalah. “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” (Mat 11:28-29). Yesus tidak mengambil beban kita tapi mengajak kita agar datang padanya dan belajar dari padaNya bagaimana menghadapi masalah.

Dalam kisah sengsara Yesus menunjukkan bagaimana seharusnya kita menghadapi masalah. Yesus berdoa pada Bapa beberapa kali tapi tidak ada jawaban. Inti doanya adalah Yesus ingin agar masalah itu berlalu. Dalam keheningan dan kesendirian Yesus menyadari bahwa semua adalah kehendak Tuhan yang harus dihadapiNya. Kepahitan memang bisa datang kepada kita tanpa kita duga. Dalam kepahitan itu kita berdoa dan terus berdoa. Kita ingin segala kepahitan itu berlalu. Hidup kita berjalan seperti yang kita inginkan. Tapi kita lupa untuk berserah dan sampai kesadaran bahwa semua itu memang harus kita jalani sebab Allah menginginkan semua itu terjadi. Bila sampai pada rasa berserah maka kita akan mampu menghadapi segala kepahitan hidup dengan tenang. Kita tidak ingin melarikan diri tapi menjalaninya dengan tenang.

“Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38). Ucapan Maria ini adalah sebuah doa. Maria menyerahkan segala peristiwa hidupnya pada Tuhan. Apapun yang dikehendaki Tuhan akan dijalani dengan berani. Orang yang melarikan diri adalah orang penakut yang tidak berani menghadapi kenyataan hidupnya. Bahkan ada orang yang tidak berani menghadapi atau menerima dirinya sendiri dan sejarah hidupnya. Dia terus berusaha untuk berlari tapi tidak mampu sebab semua melekat pada dirinya. Maka kita perlu datang pada Yesus dan Maria untuk belajar bagaimana menghadapi masa sulit dalam hidup kita.

Rabu, 02 Maret 2011

SAHABAT


Misa anak SD seperti biasa ramai. Anak-anak memang menyimpan energi yang tidak ada habisnya, sehingga sulit untuk duduk diam dan tenang. Dalam kotbah aku bertanya tentang sahabat. Siapakah orang yang dapat disebut sahabat? Beberapa anak lalu maju dan mengemukakan pendapatnya. Bagi mereka sahabat adalah teman yang menyenangkan baginya. Teman yang dapat diajak bermain. Teman yang membantu ketika mereka sedang sedih. Teman yang mencintainya dan masih banyak lagi pendapat yang mereka kemukakan sambil berdesak-desakan dekat altar. Apa yang diungkapkan oleh anak-anak SD ini masih banyak diyakini oleh orang yang menganggap dirinya dewasa. Banyak orang masih menggambarkan bahwa sahabat adalah orang yang memahami, membantu, menyenangkan, mencintai dan sebagainya. Tapi semua berujung kepada kepentingan dan kesenangan diri sendiri.

Oleh karena pusatnya adalah diri sendiri, maka persahabatan dapat terjalin bila orang lain dapat menyenangkan diri kita. Sebaliknya orang yang tidak dapat menyenangkan kita maka kita anggap sebagai musuh. Maka sering kali terjadi persahabatan menjadi putus bila salah satu dianggap tidak menyenangkan. Pada jaman ini dimana mentalitas banyak orang sudah terpengaruh oleh neoliberalisme dimana semua diukur dari untung rugi, maka persahabatan semakin sulit terjadi. Orang membangun relasi bila relasi itu menguntungkan bagi dirinya atau menyenangkan dirinya. Sirakh mengingatkan agar kita berhati-hati dalam memilih sahabat, sebab tidak semua orang yang mengaku sebagai sahabat adalah orang yang dapat setia baik dalam suka maupun duka. “Ada juga sahabat yang berubah menjadi musuh, lalu menceritakan persengketaan untuk menistakan dikau. Ada lagi sahabat yang ikut serta dalam perjamuan makan, tapi tidak bertahan pada hari kesukaranmu.” (Sir 6:9-10)

Dalam kehidupan beriman pun orang mengatakan bahwa Yesus adalah sahabat, sebab Yesus baik, melindungi, menolong dan sebagainya. Semua tetap berpusat pada diri sendiri. Maka tidak jarang orang meninggalkan Yesus sebab dia mengalami hal yang berbeda dari yang diharapkanya. Yesus sudah mengangkat kita menjadi sahabatNya. Sahabat bagi Yesus adalah orang yang tahu semua apa yang Dia kerjakan. Orang yang menjalankan perintahNya. Orang yang membuatNya berani menyerahkan nyawaNya. (Yoh 15:13-15). Yesus tidak mengambil keuntungan dari persahabatan yang dibangunnya dengan kita. Sebaliknya Dia mengurbankan diri bagi kita.

Sahabat bukan sekedar orang yang menyenangkan, melainkan orang yang menuntun kita atau membuat kita menjadi manusia yang lebih baik lagi. Yesus menuntun dan membuat para murid lebih baik, maka beberapa kali Dia berkata keras dan tegas pada para muridNya, sehingga membuat banyak orang meninggalkanNya. Petrus sebagai murid yang dipercayapun pernah ditegur keras. “Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” (Mat 16:23). Semua teguran itu demi kebaikan Petrus sendiri. Tapi teguran dan kritik dari seorang sahabat bisa dianggap sebagai hal yang menyakitkan bagi kita sehingga kita pun merasa bahwa sahabat telah berubah menjadi musuh.

Dengan demikian orang yang menyenangkan belum tentu dia adalah sahabat dan orang yang menjengkelkan belum tentu dia adalah musuh. Kita perlu mengkajinya dalam perjalanan waktu apakah sahabat kita membuat hidup kita lebih baik atau tidak. “Orang yang takut akan Tuhan memelihara persahabatan dengan lurus hati, sebab seperti ia sendiri demikianpun temannya.” (Sir 6:17). Sirakh menegaskan bahwa orang dapat bersahabat bila dia sungguh orang beriman atau orang yang takut pada Tuhan. Dia akan mengarahkan sahabatnya untuk lebih mencintai Tuhan seperti yang telah dialaminya. Bila persahabatan didasarkan pada takut akan Tuhan maka tidak akan ada kejahatan dan dosa di dalamnya. Tuhan adalah kasih maka persahabatan menjadi perwujudan kasih dan pengurbanan seperti yang telah diajarkan Yesus.

Powered By Blogger