Salah satu ciri khas sekawanan semut apapun jenisnya ialah bila mereka berpapasan akan saling menempelkan kepalanya. Menurut T.C. Schneirla, seorang peneliti di New York University, yang pernah mengadakan percobaan mengenai semut, ia berpendapat bahwa ketika seekor semut menemukan makanan atau bertemu musuhnya maka ada zat kimia yang menempel di antena yang ada di kepalanya. Jika dia bertemu temannya maka dia akan menempelkan antenanya ke antena temannya sehingga temannya tahu bahwa di sekitar mereka ada makanan atau musuh. Zat yang tertempel ini diteruskan kepada semua temannya, sehingga dalam sekejap akan banyak semut yang datang mengerebungi makanan atau akan menyingkir bila ada musuh. Dengan demikian semut adalah binatang yang rela berbagi informasi kepada semua temannya akan makanan atau bahaya yang ada di lingkungannya.
Dalam peradaban manusia jaman ini ditandai dengan semakin menguatnya sikap egois dan individualis. Orang tidak peduli pada sesamanya. Mereka seolah bisa hidup dengan dirinya sendiri. Tehnologi dan fasilitas hidup modern membuat orang semakin jauh dari sesamanya. Pada jaman dahulu bila orang berbelanja di pasar maka dia akan menjalin komunikasi dengan pedagang. Tapi pada jaman sekarang orang tinggal mengambil di rak barang lalu membayar ke kasir. Semua sudah ada harganya, sehingga tidak perlu lagi orang repot menawar barang yang merupakan salah satu cara berkomunikasi. Orang dapat tenggelam dalam acara TV atau dunia maya selama berjam-jam tanpa peduli sesama yang ada di sekitarnya. Masih banyak contoh lagi kehidupan dunia modern dimana orang tidak lagi membutuhkan komunikasi dengan sesamanya.
Pertambahan penduduk yang sangat cepat membuat persaingan semakin kuat. Untuk dapat sekolah orang harus bersaing. Setelah lulus sekolah orang pun harus bersaing untuk mendapatkan pekerjaan. Tahun 2010 Badan Pemeriksa Keuangan membutuhkan 314 pegawai lulusan S1 dalam berbagai bidang, tapi yang melamar mencapai 33.619 orang. Hal yang sama juga terjadi di berbagai departemen dan sektor swasta. Menurut data orang yang mencari pekerjaan dan lowong pekerjaan berbanding 1:30. Persaingan memaksa orang untuk menyingkirkan sesamanya, sebab sesama dianggap dapat mengambil apa yang ingin diraihnya. Orang tidak akan berbagi bahkan mungkin saling menjatuhkan demi keamanan dirinya. Manusia telah menjadi serigala bagi sesama.
Menguatnya sikap individualis semakin diperparah dengan sikap serakah. Orang ingin memiliki atau menguasai semua yang dapat dimiliki atau dikuasainya. Mereka takut bahwa bila sesuatu tidak diraihnya saat ini maka ada kemungkinan akan diambil orang lain dan dia akan berkekurangan. Orang yang gajinya telah cukup dan dapat hidup berkelimpahan dari gajinya masih tega untuk melakukan tindakan korupsi yang merugikan rakyat sampai milyardan rupiah. Mereka tidak peduli apakah orang lain akan menderita atau tidak. Mereka hanya berpikir bagaimana dapat mengumpulkan harta sebanyak mungkin, meski mereka sendiri tidak mampu menghabiskan harta itu.
Maka kita perlu belajar dari semut. Bila mereka mendapatkan makanan maka mereka rela berbagi informasi dengan sesamanya agar sesamanya pun mendapatkan makanan Kadang kala mereka menggotong makanan bersama-sama lalu memakannya bersama-sama. Sering terlihat seekor semut dengan susah payah menyeret makanan yang jauh lebih besar dari tubuhnya. Sesampainya di sarangnya makanan itu dimakan bersama-sama. Semut tidak terjebak dalam nafsu kerasakahan dan sikap individualis. Gereja perdana menerapkan sistem seperti semut. “Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.” (Kis 4:32). Para rasul menerapkan pola hidup baru yaitu kebersamaan. Tapi pola hidup ini telah ditinggalkan. Untuk itu Gereja perlu kembali ke semangat awali untuk menjadi seperti semut yang rela berbagi dengan sesamanya sehingga dapat melawan individualis dan keserakahan yang merugikan manusia.
Dalam peradaban manusia jaman ini ditandai dengan semakin menguatnya sikap egois dan individualis. Orang tidak peduli pada sesamanya. Mereka seolah bisa hidup dengan dirinya sendiri. Tehnologi dan fasilitas hidup modern membuat orang semakin jauh dari sesamanya. Pada jaman dahulu bila orang berbelanja di pasar maka dia akan menjalin komunikasi dengan pedagang. Tapi pada jaman sekarang orang tinggal mengambil di rak barang lalu membayar ke kasir. Semua sudah ada harganya, sehingga tidak perlu lagi orang repot menawar barang yang merupakan salah satu cara berkomunikasi. Orang dapat tenggelam dalam acara TV atau dunia maya selama berjam-jam tanpa peduli sesama yang ada di sekitarnya. Masih banyak contoh lagi kehidupan dunia modern dimana orang tidak lagi membutuhkan komunikasi dengan sesamanya.
Pertambahan penduduk yang sangat cepat membuat persaingan semakin kuat. Untuk dapat sekolah orang harus bersaing. Setelah lulus sekolah orang pun harus bersaing untuk mendapatkan pekerjaan. Tahun 2010 Badan Pemeriksa Keuangan membutuhkan 314 pegawai lulusan S1 dalam berbagai bidang, tapi yang melamar mencapai 33.619 orang. Hal yang sama juga terjadi di berbagai departemen dan sektor swasta. Menurut data orang yang mencari pekerjaan dan lowong pekerjaan berbanding 1:30. Persaingan memaksa orang untuk menyingkirkan sesamanya, sebab sesama dianggap dapat mengambil apa yang ingin diraihnya. Orang tidak akan berbagi bahkan mungkin saling menjatuhkan demi keamanan dirinya. Manusia telah menjadi serigala bagi sesama.
Menguatnya sikap individualis semakin diperparah dengan sikap serakah. Orang ingin memiliki atau menguasai semua yang dapat dimiliki atau dikuasainya. Mereka takut bahwa bila sesuatu tidak diraihnya saat ini maka ada kemungkinan akan diambil orang lain dan dia akan berkekurangan. Orang yang gajinya telah cukup dan dapat hidup berkelimpahan dari gajinya masih tega untuk melakukan tindakan korupsi yang merugikan rakyat sampai milyardan rupiah. Mereka tidak peduli apakah orang lain akan menderita atau tidak. Mereka hanya berpikir bagaimana dapat mengumpulkan harta sebanyak mungkin, meski mereka sendiri tidak mampu menghabiskan harta itu.
Maka kita perlu belajar dari semut. Bila mereka mendapatkan makanan maka mereka rela berbagi informasi dengan sesamanya agar sesamanya pun mendapatkan makanan Kadang kala mereka menggotong makanan bersama-sama lalu memakannya bersama-sama. Sering terlihat seekor semut dengan susah payah menyeret makanan yang jauh lebih besar dari tubuhnya. Sesampainya di sarangnya makanan itu dimakan bersama-sama. Semut tidak terjebak dalam nafsu kerasakahan dan sikap individualis. Gereja perdana menerapkan sistem seperti semut. “Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.” (Kis 4:32). Para rasul menerapkan pola hidup baru yaitu kebersamaan. Tapi pola hidup ini telah ditinggalkan. Untuk itu Gereja perlu kembali ke semangat awali untuk menjadi seperti semut yang rela berbagi dengan sesamanya sehingga dapat melawan individualis dan keserakahan yang merugikan manusia.
mo mohon ijin 'kopas' ke parokiku.org yaa.
BalasHapustq gbu herrisid..
http://www.parokiku.org/content/semut-yang-bersaudara