Pohon ara dalam kisah Injil Markus 11: 12-14, mungkin sudah hidup puluhan tahun. Dia mungkin tergolong pohon yang baik, yang menghasilkan buah berlimpah pada musimnya. Pohon yang mungkin menjadi kesayangan banyak orang di sekitar tempat itu. Pohon yang buahnya diharapkan oleh banyak orang di sekitarnya. Tapi segalanya menjadi hancur ketika Yesus datang dan menemukan dia tidak berbuah, meski itu bukan kesalahannya. Dia berjalan sesuai dengan waktu dan apa yang seharusnya terjadi. Tapi Yesus tampaknya tidak peduli akan hal itu. Yesus ingin pada saat Dia membutuhkan maka pohon ara itu harus siap memberikan buahnya. Seandainya Yesus mau tentu saat Dia lapar maka Dia bisa menciptakan roti atau buah ara dari apa saja untuk dimakanNya. Tapi Yesus tidak mau melakukan hal itu. Dia ingin pohon ara itu memberinya buah untuk dimakanNya.
Kisah pohon ara dapat menjadi gambaran hidup kita. Selama ini kita hidup dengan baik. Kita pun mentaati apa saja perintah dan ajaran Gereja. Hidup rukun dan rela berbagi dengan sesama. Berdoa setiap hari dan mengikuti perayaan ekaristi setiap minggu. Aktif dalam pelayanan di Gereja maupun dalam masyarakat. Kita menjadi orang yang disenangi oleh masyarakat sekitar dan dikagumi sebab apa yang telah kita lakukan. Sampai suatu saat tiba-tiba datang malapetaka yang menyakitkan. Kita seperti orang yang terkena kutuk sehingga mati semuanya. Apa yang kita banggakan tidak berarti lagi. Kebahagiaan kita hancur. Lalu kita mulai bertanya mengapa aku kena masalah seperti ini? Bukankah aku sudah hidup baik selama ini? Kita bagaikan pohon ara yang mati mengenaskan karena dituntut sesuatu yang tidak mungkin dan tidak kita miliki.
Allah memang berkarya dalam hidup manusia secara misterius. Apa yang indah dan megah saat ini dapat berubah menjadi puing tidak berarti pada esok hari. Ketenangan dan kebahagiaan hidup kita dapat berubah menjadi kegelisahan dan kekacauan dalam sekejap saja. Hal ini tidak jarang membuat kita protes soal keadilan Allah. Kita menjadi ragu akan pemahaman Allah yang Mahakasih. Bila Allah Mahakasih dan adil tentu kita tidak mengalami hal yang mengerikan seperti saat ini. Pohon ara pun dapat bertanya pada Yesus mengapa dia dikutuki sampai menjadi kering, padahal dia tidak melanggar apapun juga. Kalau Yesus tidak menemukan buah di rantingnya, hal ini bukan karena dia tidak mau berbuah tapi memang belum saatnya dia berbuah. Mengapa dia harus menjadi kering karena sesuatu yang bukan kesalahannya?
Dalam hidup segala sesuatu adalah milik Allah yang dipercayakan pada kita. Seperti dalam perumpamaan kebun anggur yang dipercayakan pada penggarap-penggarap setelah dipersiapkan dengan baik oleh tuannya. Allah telah mempersiapkan segala sesuatunya agar manusia dapat hidup, maka manusia diciptakan pada saat akhir penciptaan. Tapi sering kali manusia mengubah posisi dari mahluk yang dipercaya untuk merawat berubah menjadi mahluk yang ingin menguasai apa yang dipercayakan padanya. Manusia lahir telanjang dan diperlengkapi oleh Allah segala sesuatu sehingga dia dapat hidup. Apa yang ada dalam hidup adalah anugerah yang dipercayakan Allah pada kita. Oleh karena titipan maka adalah hak Allah untuk mengambil kembali apa yang dipercayakan pada kita. Rasa protes dan pemberontakan disebabkan kita merasa apa yang ada dalam hidup kita adalah milik kita sendiri.
Allah bisa datang pada kita kapan saja Dia mau dan meminta kembali apa yang ada pada kita tanpa harus menunggu saat dimana kita sudah siap memberikan apa yang ada. Seperti pohon ara yang diminta buahnya tanpa harus menunggu musim buah. Disinilah perlu sikap kebebasan dan kerendahan hati untuk memberikan kepada Allah apa yang ada pada kita. Kita bebas dari keterlekatan terhadap apa saja yang ada pada kita, sehingga bila suatu saat Allah memintanya maka kita siap memberikan. Dalam hal ini membutuhkan iman yang kuat, sehingga ketika hal itu terjadi kita tidak goyah. Kita tetap percaya pada Allah dan bersandar padaNya. Ujian iman sesungguhnya ketika hidup tidak berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Kisah pohon ara dapat menjadi gambaran hidup kita. Selama ini kita hidup dengan baik. Kita pun mentaati apa saja perintah dan ajaran Gereja. Hidup rukun dan rela berbagi dengan sesama. Berdoa setiap hari dan mengikuti perayaan ekaristi setiap minggu. Aktif dalam pelayanan di Gereja maupun dalam masyarakat. Kita menjadi orang yang disenangi oleh masyarakat sekitar dan dikagumi sebab apa yang telah kita lakukan. Sampai suatu saat tiba-tiba datang malapetaka yang menyakitkan. Kita seperti orang yang terkena kutuk sehingga mati semuanya. Apa yang kita banggakan tidak berarti lagi. Kebahagiaan kita hancur. Lalu kita mulai bertanya mengapa aku kena masalah seperti ini? Bukankah aku sudah hidup baik selama ini? Kita bagaikan pohon ara yang mati mengenaskan karena dituntut sesuatu yang tidak mungkin dan tidak kita miliki.
Allah memang berkarya dalam hidup manusia secara misterius. Apa yang indah dan megah saat ini dapat berubah menjadi puing tidak berarti pada esok hari. Ketenangan dan kebahagiaan hidup kita dapat berubah menjadi kegelisahan dan kekacauan dalam sekejap saja. Hal ini tidak jarang membuat kita protes soal keadilan Allah. Kita menjadi ragu akan pemahaman Allah yang Mahakasih. Bila Allah Mahakasih dan adil tentu kita tidak mengalami hal yang mengerikan seperti saat ini. Pohon ara pun dapat bertanya pada Yesus mengapa dia dikutuki sampai menjadi kering, padahal dia tidak melanggar apapun juga. Kalau Yesus tidak menemukan buah di rantingnya, hal ini bukan karena dia tidak mau berbuah tapi memang belum saatnya dia berbuah. Mengapa dia harus menjadi kering karena sesuatu yang bukan kesalahannya?
Dalam hidup segala sesuatu adalah milik Allah yang dipercayakan pada kita. Seperti dalam perumpamaan kebun anggur yang dipercayakan pada penggarap-penggarap setelah dipersiapkan dengan baik oleh tuannya. Allah telah mempersiapkan segala sesuatunya agar manusia dapat hidup, maka manusia diciptakan pada saat akhir penciptaan. Tapi sering kali manusia mengubah posisi dari mahluk yang dipercaya untuk merawat berubah menjadi mahluk yang ingin menguasai apa yang dipercayakan padanya. Manusia lahir telanjang dan diperlengkapi oleh Allah segala sesuatu sehingga dia dapat hidup. Apa yang ada dalam hidup adalah anugerah yang dipercayakan Allah pada kita. Oleh karena titipan maka adalah hak Allah untuk mengambil kembali apa yang dipercayakan pada kita. Rasa protes dan pemberontakan disebabkan kita merasa apa yang ada dalam hidup kita adalah milik kita sendiri.
Allah bisa datang pada kita kapan saja Dia mau dan meminta kembali apa yang ada pada kita tanpa harus menunggu saat dimana kita sudah siap memberikan apa yang ada. Seperti pohon ara yang diminta buahnya tanpa harus menunggu musim buah. Disinilah perlu sikap kebebasan dan kerendahan hati untuk memberikan kepada Allah apa yang ada pada kita. Kita bebas dari keterlekatan terhadap apa saja yang ada pada kita, sehingga bila suatu saat Allah memintanya maka kita siap memberikan. Dalam hal ini membutuhkan iman yang kuat, sehingga ketika hal itu terjadi kita tidak goyah. Kita tetap percaya pada Allah dan bersandar padaNya. Ujian iman sesungguhnya ketika hidup tidak berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar