Jumat, 29 Oktober 2010

DIAM

Seorang teman mengajakku makan di rumah makan yang semua menu masakan terbuat dari ikan. Katanya ini rumah makan baru dan rasanya lumayan enak. Bagiku semua ikan rasanya hampir sama, sehingga tidak ada yang spesial. Apalagi sebetulnya aku kurang suka ikan sebab mempunyai pengalaman buruk tentang ikan. Kami makan sambil bercerita aneka hal. Ketika aku sedang makan dan mendengarkan temanku bercerita mataku menatap seorang bapak yang sudah beberapa lama berdiri sambil menatapku dari balik dinding kaca yang menjadi pembatas ruang makan dengan tempat parkir. Sebetulnya aku merasa tidak nyaman, sebab hatiku mengatakan ada yang aneh dari bapak itu. Aku ingin menyapanya tapi temanku terus bercerita.

Bapak itu sudah sangat tua. Menurut dugaanku usianya sekitar 70 th lebih. Tubuhnya kurus dibalut pakaian agak kumal. Sebuah topi agak lebar menutupi kepalanya. Dia berdiri sambil memegangi stang sepeda kumbang. Di belakang sepedanya ada dua buah tempat untuk berjualan. Aku menduga bapak itu sedang berjualan. Tapi mengapa sejak tadi hanya berdiri sambil menatapku? Apakah itu hanya perasaanku belaka? Beberapa kali aku mencoba menatapnya. Bapak itu seperti sebuah patung yang tidak bergerak. Wajahnya tampak kelelahan dan sedih.

Setelah selesai makan aku dan temanku menuju tempat parkir. Mobil kami tidak jauh dari bapak tua itu berdiri. Ketika aku akan masuk mobil bapak itu masih menatapku seolah ada sesuatu yang hendak dia katakan. Aku mengajak temanku untuk membeli daganganya. Dia ternyata menjual beberapa macam kue. Aku membeli beberapa buah. Sambil lalu aku tanya mengapa dia terus menerus menatapku? Bapak itu mengatakan bahwa ban sepedanya meletus dan dia tidak dapat berjualan lagi. Kulihat ban belakang sepedanya kempis. Sekarang aku tahu bahwa sebetulnya bapak itu membutuhkan bantuan uang untuk membeli atau menambal ban sepedanya yang meletus.

Bapak penjual donat itu adalah gambaran sebagian dari masyarakat miskin negara kita. Mereka menghadapi kesulitan dalam hidupnya tapi tidak tahu harus bagaimana menyelesaikanya. Mereka tidak tahu harus kemana dan kepada siapa untuk meminta pertolongan yang sangat dibutuhkan saat itu. Pemerintah mengatakan ada bantuan untuk usaha mikro tapi orang semacam bapak itu sulit untuk mendapatkan fasilitas pinjaman yang membutuhkan syarat tidak sedikit. Belum lagi mereka kadang kala di ping pong oleh orang yang memiliki kuasa. Akhirnya mereka hanya mampu diam. Tidak mampu mengungkapkan penderitaannya, sehingga hanya mampu menatap. Mereka adalah masyarakat yang tidak mampu berkata-kata atau dibisukan oleh situasi hidup.

Kebisuan masyarakat ini dapat dianggap bahwa mereka tidak mempunyai masalah. Kemiskinan mereka yang tidak terungkapkan dianggap tidak ada. Maka setiap tahun pemerintah mengeluarkan data bahwa angka kemiskinan di negara kita semakin berkurang. Bila angka kemiskinan setiap tahun berkurang seharusnya negara kita telah menjadi negara yang makmur. Tapi kenyataannya kaum miskin semakin banyak dan kemiskinan menjadi semakin kompleks. Maka perlu melihat kemiskinan bukan hanya berpedoman dari data melainkan juga dari situasi di lapangan. Berusaha mendengar suara orang yang tidak mampu bersuara.

Bapak penjual donat itu hanya berdiri diam dan melihat. Mungkin di dalam hatinya berharap ada orang yang mau membantu untuk memperbaiki sepedanya, sebagai alat untuk menyambung hidup. Aku dapat melaluinya begitu saja, sebab tidak mendengar dia meminta uang. Ketika aku beli donatnya pun dia hanya menatapku. Setelah aku bertanya-tanya baru dia bercerita bahwa ban sepedanya meletus. Dia hanya bercerita. Tidak meminta belas kasih. Aku harus tahu sendiri apa yang harus kulakukan. Kita perlu menafsirkan sikap diam kaum miskin. Menafsirkan ini membutuhkan empati atau menempatkan diriku pada posisinya saat itu. Sikap inilah yang sering kali diambaikan sehingga aku dapat berlalu begitu saja meski ada orang miskin di depanku.

Kamis, 28 Oktober 2010

YESUS DAN ZAKHEUS: BUAH PERTOBATAN



Zakheus sangat suka cita sebab diperlakukan oleh Yesus sebagai orang terhormat. Dia disadarkan oleh Yesus akan hakekatnya sebagai manusia yang mulia, citra Allah. Manusia. Dia yang dipulihkan dan diterima oleh Yesus membuatnya menyadari segala kesalahan dan dosanya. Zakheus bertobat dengan mengembalikan hartanya pada yang berhak. Dosa Zakheus adalah dosa keserakahan akan uang, maka wujud pertobatanya adalah mengembalikan apa yang telah dirampasnya kepada kaum miskin dan orang yang pernah ditindasnya. Dia mengembalikan berlipat ganda sebab dalam aturan dia seharusnya hanya mengembalikan apa yang telah dirampasnya ditambah seperlima (Im 6:1-5). Tapi Zakheus mengganti 4 kali lipat atau 400% dari yang dirampasnya.

Pertobatan harus nyata dalam perbuatan. Pertobatan bukan hanya penyesalan dalam hati tapi kesadaran akan kesalahan yang mendorong untuk memperbaiki kesalahannya dengan mengubah tingkah laku yang melawan keadilan atau menyebabkan sesama kehilangan martabatnya sebagai citra Allah. “Jadi hasilkanlah buah-buah yang sesuai dengan pertobatan.” Luk 3:8). Perubahan tingkah laku itu sesuai dengan apa yang telah dilanggarnya. Zakheus telah merampas dan korupsi maka wujud pertobatannya ialah dengan memberikan hartanya pada kaum miskin dan mengembalikan apa yang dirampasnya secara berlipat ganda.

Menurut Political and Economic Risk Consultan (PERC), yang dikeluarkan pada Maret 2010 Indonesia adalah negara paling korup di kawasan Asia Pasifik. Urutan nomor dua adalah Kamboja dan yang paling bersih adalah Singapura. Memang korupsi dan pemerasan seperti sudah menjadi bagian hidup sehari-hari. Dimana-mana kita dapat menemukan kasus korupsi dan pemerasan, bahkan yang sangat memprihatinkan departemen yang paling korup adalah departemen agama. Kita pun mungkin sering mengalami pemerasan dalam segala bidang. Pada akhir-akhir ini memang sudah ada KPK yang berusaha mengusut para koruptor. Tapi KPK seperti menghadapi sebuah gurita yang sangat besar, sehingga tidak mampu melakukannya dengan tuntas. Para koruptor pun yang terbukti bersalah sering kali mendapat hukuman yang cukup ringan dibanding kejahatan obat terlarang atau pembunuhan. Mereka hanya menjalani hukuman tapi tidak ada pertobatan seperti Zakheus.

Kita sering mendengar bahwa negara kita adalah negara beragama. Tapi maksud negara agama adalah bahwa semua penduduk harus mencantumkan salah satu agama yang telah disahkan oleh pemerintah pada tanda pengenal resmi seperti KTP, SIM, KTM dan sebagainya. Pada akhir-akhir ini memang ada kelompok-kelompok yang gencar bertindak atas nama agama untuk menyerang apa yang dianggap melanggar agamanya bahkan ada orang yang rela mati demi agama. Saat ini juga semakin banyak orang yang memakai atribut agamanya. Tapi bila melihat korupsi yang merajalela yang mengakibatkan kemiskinan yang semakin parah, maka timbul pertanyaan apakah agama tidak mengajarkan pertobatan? Semua agama mengajarkan agar orang yang berdosa bertobat, tapi pertobatan itu hanya berhenti pada rasa sesal dalam hati dan tidak terwujud dalam perubahan tingkah laku atau tidak menghasilkan buah yang sesuai dengan pertobatannya itu.

Ajaran pertobatan yang sering aku dengar adalah agar kaum pendosa dapat masuk surga atau agar dia tidak akan tertimpa penderitaan yang dianggap sebagai hukuman dari Allah atau hidup mereka akan diberkati Allah. Semua hanya berpusat pada diri sendiri. Padahal setiap dosa mempunyai akibat pada sesama. Bila hanya ditekankan untuk memperbaiki hubungan dengan Allah maka apa yang kita rusak dalam hidup sesama belum kita perbaiki. Bertobat bukan hanya memperbanyak doa atau melakukan ibada atau tidak melakukan dosa lagi. Bertobat juga usaha untuk memperbaiki tata dunia menjadi lebih baik lagi. Memperbaiki relasi dengan sesama yang telah kita rusak. Pertobatan Zakheus bukan sekedar menyesali dan mengarahkan hati kepada Allah tapi berwujud nyata yang dapat dirasakan oleh orang yang pernah diperlakukan tidak adil.

Rabu, 27 Oktober 2010

YESUS DAN ZAKHEUS: KASIH MENGALAHKAN KEJAHATAN


Ketika Yesus mengatakan bahwa Dia akan menumpang di rumah Zakheus maka banyak orang menjadi bersungut-sungut. Orang yang mengikuti Yesus pada umumnya adalah rakyat jelata. Mereka selama ini sangat terbeban oleh banyaknya aturan pajak yang mengambil sebagian besar hasil kerjanya. Dalam masyarakat Yahudi ada pajak untuk Bait Allah dimana setiap lelaki dewasa harus membayarnya. Ada pajak untuk kekaisaran Romawi dimana setiap lelaki umur 14 – 65 tahun dan perempuan umur 12 – 65 tahun harus membayar. Pajak ini memang tidak besar tapi menunjukkan bahwa mereka adalah bangsa jajahan Romawi. Masih ada lagi pajak bila orang melakukan bisnis yang akan diserahkan pada kekaisaran Romawi. Pajak ini menjadi lahan korupsi. Zakheus adalah petugas pajak yang menarik pajak untuk kepentingan Romawi.

Para pengikut Yesus berharap bahwa Yesus adalah Mesias yang akan membebaskan bangsa Israel dari penjajahan dan mengembalikan kejayaan kerajaan Daud. Zakheus sebagai pemungut pajak adalah lambang kekuasaan penjajah Romawi yang tampak dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Kekejaman dan kecurangan Zakheus dirasakan langsung oleh masyarakat. Kebencian masyarakat terhadap kekaisaran Romawi tertuju pada Zakheus dan para pemungut cukai lainnya, sehingga mereka dikucilkan dan dianggap sebagai orang berdosa, sebab mereka dianggap menghianati bangsanya dengan bekerja sebagai antek penjajah. Maka ketika Yesus menawarkan persahabat pada Zakheus jelas hal ini membuat mereka kecewa. Bagaimana mungkin Yesus sebagai pemimpin perjuangan sekarang berteman dengan antek penjajah?

Yesus bukanlah seorang pejuang politik yang ingin menumbangkan kekuasaan Romawi dan mengukuhkan diri sebagai raja Yahudi. Jika Dia seorang pejuang kemerdekaan bangsa Yahudi pasti Dia tidak akan mau berteman dengan antek penjajah. Dia pun akan mengajak orang agar tidak membayar pajak sebagai bentuk perlawanan. Hal ini juga yang akhirnya menjadi alasan untuk menghukumNya. Yesus menghindari konflik dengan kekuasaan Romawi. Dia datang untuk membebaskan manusia secara penuh bukan pembebasan dari kekuasaan bangsa asing, sebab penjajahan bukan hanya datang dari bangsa asing tapi juga dapat datang dari bangsa sendiri. Kaum Farisi dan para imam kepala juga menjajah rakyat dengan aneka aturan dan pajak. Bahkan bangsa sendiri bisa lebih kejam menjajah sesamanya daripada bangsa kolonial.

Zakheus juga seorang penjajah. Dia menggunakan kekuasanya untuk menindas dan memeras rakyat kecil, sehingga dapat memperkaya diri sendiri. Bila dia dimusuhi, maka dia dapat lebih kejam lagi. Sebetulnya dalam hati kecilnya dia tahu bahwa tindakan memeras dan merampas adalah suatu tindakan yang salah. Tapi karena selama ini dia dikucilkan dan dicap sebagai pendosa oleh masyarakat, maka dia membalas perlakuan masyarakat dengan bertindak lebih kejam lagi. Beberapa orang ketika kuajak berteman dengan teman-temanku di jalan mereka mengatakan takut, sebab mereka jahat dan tidak tahu aturan. Sikap dan pandangan ini membuat teman-teman di jalan merasa dimarginalkan, direndahkan, maka mereka membalas dengan melakukan kekerasan pada orang yang dianggap turut memarginalkan mereka.

Yesus mau berteman dengan Zakheus bukan untuk membenarkan tindakan Zakheus. Dia ingin mempertobatkannya. Yesus memposisikan Zakheus sebagai orang yang penting dan dibutuhkan. Semua orang merasa bangga bila dianggap penting dan dibutuhkan apalagi yang menganggapnya penting adalah seorang yang penting dan terkenal. Yesus juga tidak menyalahkan semua tindakannya di masa lalu. Tindakan ini ternyata berdampak besar dalam diri Zakheus. Dia memberikan separo hartanya pada kaum miskin dan mengembalikan empat kali lipat apa yang sudah diperasnya. Zakheus bukan hendak menyenangkan Yesus atau ingin tampak hebat dimuka teman-temannya. Tapi Yesus telah mampu membuka mata hati Zakheus akan siapa dirinya dan tugas perutusannya. Pertemuan dengan Zakheus adalah pembelajaran yang penting bagi para murid bahwa kejahatan hanya dapat dikalahkan olah kasih yang tulus.

Selasa, 26 Oktober 2010

YESUS DAN ZAKHEUS: MEMUTUS LINGKARAN SETAN


Mungkin Yesus sudah mendengar tentang Zakheus sebagai seorang pejabat. Ketika Yesus lewat Dia melihat Zakheus yang sedang duduk di atas sebuah dahan. Yesus tentu mendongakkan kepalaNya. Yesus ada di bawah dan Zakheus ada di atas. Dia yang adalah Mesias harus menatap ke atas kepada seorang yang dianggap pendosa. Yesus memposisikan diri sebagai hamba yang mendongakkan kepala kepada tuannya. Tapi Yesus sadar akan posisinya sebagai Mesias, maka Dia memerintah Zakheus agar segera turun. Dia tidak mengajukan penawaran tapi sebuah perintah tegas. Kekuasaan Yesus tampak dalam perintahNya. Hal yang sama dilakukan ketika Dia mencuci kaki para murid. Dia memposisikan sebagai hamba tapi dia tetap menunjukkan kuasanya sebagai Guru dan Tuhan. “Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu.” (Yoh 13:14).

Zakheus yang biasa dipandang rendah oleh masyarakat Yahudi kini dipandang tinggi oleh Yesus yang adalah Mesias. Suatu pengalaman yang mengagumkan bagi Zakheus. Sebagai orang yang dicap sebagai musuh dan pendosa sebab telah menggunakan kekuasaan dan jabatannya untuk memperkaya diri, maka banyak orang membenci dan merendahkan Zakheus. Tubuhnya yang pendek tentu menjadi bahan olok-olokan oleh masyarakat. Zakheus kaya tapi mungkin dia adalah orang kesepian dan tersingkirkan atau termarginalkan. Sebagai manusia tentu dia ingin mendapat penghormatan dan penghargaan dari sesamanya. Tapi oleh karena jabatan dan kekuasaannya dia tidak memperoleh apa yang didambakannya.

Yesus datang ke dunia untuk memulihkan martabat manusia yang rusak akibat dosa dan sikap sesama yang menyingkirkan dan mengacuhkannya. Banyak orang yang disingkirkan oleh masyarakat akibat penyakitnya, sikapnya, situasi hidupnya dan lain sebagainya. PSK adalah salah satu komunitas yang dimarginalkan oleh masyarakat meski kehadiran mereka dibutuhkan. Bila tidak dibutuhkan tentu mereka tidak pernah akan ada. Mereka dianggap sebagai manusia yang jatuh dalam lembah dosa, meski orang yang menggunakan jasa pelayanannya tidak pernah dianggap sebagai orang yang jatuh dalam lembah dosa. Oleh karena pekerjaannya maka PSK kehilangan martabatnya sebagai manusia yang setara.

Zakheus adalah pejabat yang korup. Keserakahan telah menghilangkan martabatnya sebagai manusia yang hakekatnya adalah mahluk sosial. Orang yang terarah pada sesamanya. Pemulihan martabat terjadi bila ada pertobatan dari pihak pendosa dan kesiapan masyarakan untuk menerimanya kembali. Hal yang sering terjadi adalah orang sudah bertobat tapi masyarakat tetap menolak mereka. Sering kali seorang penjahat setelah menjalani hukuman di LP kembali melakukan kejahatan sebab masyarakat mengucilkannya. Tidak memberi kesempatan untuk hidup sebagai bagian dari masyarakat. Mereka terus dicurigai gerak geriknya. Penolakan itu membuatnya jatuh dalam dosa lagi. Ebiet G Ade dalam lagunya “Kalian Dengarkan Keluhanku” berkisah tentang beratnya hidup setelah keluar dari penjara. Sikap masyarakat yang menolak pendosa yang bertobat sehingga dia berbuat dosa lagi menjadi lingkaran setan. Yesus memutus lingkaran itu dengan mulai menerima Zakheus.

Yesus menyatakan di depan khalayak ramai bahwa Dia hendak menumpang di rumah Zakheus. Hal ini merupakan pemulihan martabat Zakheus di depan masyarakat. Dalam budaya Timur sangat kuat konsep patron, dimana orang mengikuti apa yang dilakukan oleh pemimpinnya. Budaya ini dapat menjadi berbahaya, sebab keputusan masyarakat sangat dipengaruhi oleh keputusan pemimpin. Di beberapa daerah bahkan dalam Gereja Katolik hal ini masih kuat. Maka pernyataan Yesus untuk menumpang di rumah Zakheus merupakan pernyataan yang sangat penting sebagai pemutus lingkaran setan yang terjadi antara orang berdosa dan masyarakat. Pertobatan tidak dapat datang dari satu pihak, maka sangat penting bagi kita untuk menerima orang yang bertobat dan memperlakukan mereka sebagai manusia yang bermartabat.

Senin, 25 Oktober 2010

YESUS DAN ZAKHEUS: PILIHAN YESUS


Zakheus yang semula hanya ingin melihat siapa gerangan Yesus itu sebenarnya ternyata disapa oleh Yesus. Dia disuruh turun sebab Yesus akan menumpang di rumahnya. Jelas hal ini suatu kejutan bagi Zakheus. Dilihat dan disapa saja oleh Yesus pasti sudah merupakan kebahagiaan bagi Zakheus. Ternyata Yesus ingin menumpang di rumahnya. Menumpang berarti Yesus akan menginap di rumahnya. Sebuah kehormatan yang luar biasa baginya, sebab dia sadar bahwa dirinya adalah seorang kepala pemungut cukai. Jabatan yang sangat dibenci oleh orang Yahudi. Sebagai pemungut cukai saja sudah dianggap sebagai orang berdosa dan dijauhi oleh orang Yahudi, apalagi dia adalah kepalanya. Dia dianggap sebagai kepalanya orang berdosa.

Dari antara sekian banyak orang yang mengikuti Yesus tapi Yesus memilih rumah Zakheus untuk menjadi tempat singgahNya sebelum Dia meneruskan perjalanan ke Jerusalem. Pilihan Yesus bukan karena Zakheus adalah seorang kaya dan pejabat atau karena dia melakukan tindakan yang aneh, sehingga menarik perhatian. Dia seorang yang sudah berumur dengan jubah kebesarannya sebagai seorang pejabat duduk di atas sebuah pohon. Yesus memilih orang dengan tujuan yang jauh daripada sekedar kekayaan, kekuasaan atau karena melakukan hal yang tidak wajar. Yesus adalah seorang yang berjalan sesuai dengan tugas perutusannya yaitu membangun Kerajaan Surga di bumi. Pilihan Yesus terkait dengan tugas perutusan itu. Maka setiap orang yang dipilih Yesus dia diutus untuk mewartakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat.

Yesus memilih orang juga agar mereka dapat menghasilkan buah. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap,” (Yoh 15:16). Buah adalah hasil dari pohon yang dinikmati oleh pihak lain. Pohon tidak memakan buahnya sendiri melainkan memberikannya untuk mahluk hidup lain. Dengan demikian bila kita dipilih Allah maka kita memberikan sesuatu yang dapat dinikmati oleh orang lain atau memberikan kehidupan bagi orang lain. Menjadi murid Yesus bukan untuk mencari kenikmatan pribadi atau hanya ingin masuk surga. Menjadi murid Yesus harus mampu berbuah. Penulis surat Yakobus menantang orang yang mengaku beriman tapi tidak mewujudkan imannya secara nyata dalam perbuatan. "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku." (Yak 2:18) Iman tampak dari perbuatan yang sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh Yesus sendiri.

Zakheus berusaha melihat Yesus hanya didorong rasa penasaran siapakah gerangan Yesus itu? Ternyata dari motivasi yang sederhana itu dia dipanggil oleh Yesus. Rasul Paulus didorong untuk menangkap jemaat Kristen maka dia pergi ke Damsyik. Ternyata dia dipilih oleh Yesus untuk menjadi penyebar Injil ke daerah orang bukan Yahudi. Motivasi awal untuk menemukan Yesus belum tentu sebuah motivasi yang bagus dan benar untuk mengimani Yesus. St. Vincentius a Paulo, pada awalnya memutuskan menjadi imam agar dia menjadi kaya sehingga dapat menolong keluarganya yang miskin. Dalam sebuah suratnya dia mengatakan bahwa setelah menjadi imam dia akan mengumpulkan harta lalu tinggal bersama ibunya di desa. Tapi ternyata dia dipilih oleh Allah untuk memperbaharui Gereja. Jasanya yang besar adalah mendirikan kemunitas suster yang melayani kaum miskin diluar tembok biara. Suatu keputusan yang sangat berani sebab pada jaman itu tidak wajar seorang suster berada di luar tembok biara.

Allah memilih orang dengan berbagai cara yang tidak dipahami dan kadang kala tidak terduga. Pilihan Allah membutuhkan kerja sama. Pilihan Yesus terhadap Zakheus dimulai dari keinginan Zakheus untuk melihat Yesus. Seandainya Zakheus sibuk dengan tugasnya di rumah cukai mungkin Yesus tidak akan singgah di rumahnya. Atau seandainya dia menolak maka Yesus tidak dapat memaksanya. Allah memang telah menentukan kita sejak awal, tapi Dia tetap memberi kita kebebasan untuk menentukan diri sendiri sampai pada saatnya Dia akan menentukan kita sebagai muridNya.

YESUS DAN ZAKHEUS


Kisah pertemuan Yesus dan Zakheus dalam Injil Lukas 19:1-10 merupakan khas Lukas, sebab tidak diceritakan dalam Injil lain. Injil Matius juga menceritakan pertemuan Yesus dengan seorang pemungut cukai bernama Matius. Tapi Lukas juga menulis cerita yang sama antara Yesus dengan Lewi. Mungkin Matius dan Lewi adalah orang yang sama sedangkan Zakheus adalah orang lain lagi. Zakheus adalah seorang kaya karena dia adalah kepala pemungut cukai. Dia tinggal di Jericho, kota yang berjarak sekitar 16 km dari laut mati, yang merupakan kota tua dan penting sejak berabad-abad sebelum masehi. Dari Jericho ada jalan menuju Jerusalem, maka Yesus melintasi daerah itu dalam perjalananNya ke Jerusalem.

Zakheus sebagai kepala pemungut cukai mungkin sudah banyak mendengar tentang Yesus dari orang-orang yang keluar masuk kota Jericho. Tapi dia belum pernah melihat sendiri. Maka ketika dia mendengar Yesus sedang melintasi Jericho dia ingin melihat siapa gerangan Yesus itu yang telah menjadi pembicaraan orang banyak sebab mujijat dan pengajaran yang telah dilakukanNya. Zakheus bukan orang yang hendak mengikuti Yesus atau menjadi muridNya. Dia hanya ingin membuktikan apakah Yesus yang dia dengar sama dengan Yesus yang dilihatnya. Hal ini umum terjadi dalam masyarakat. Kita pun sering ingin melihat bila ada tokoh yang banyak dibicarakan oleh orang. Kita hanya ingin membuktikan sendiri apakah gambaran tokoh yang kita dengar dari cerita orang sama dengan penampilan aslinya.

Hal yang membuat aneh dalam kisah Zakheus ini adalah tindakannya untuk melihat Yesus. Dia orang kaya dan sebagai kepala pemungut cukai maka dia termasuk pejabat tinggi di Jericho. Tapi dia berlari-lari lalu memanjat pohon. Bila hal itu dilakukan oleh rakyat biasa mungkin tidak akan tampak aneh. Tapi Zakheus adalah seorang pejabat kekaisaran Romawi. Sebagai seorang pejabat yang sedang bertugas tentu dia memakai baju kebesaran yang menunjukkan status jabatannya. Bagaimana mungkin dia berlari-lari mendahului orang lalu memanjat pohon? Apa kata anak buahnya yang melihatnya bertindak seperti itu? Sebagai pejabat yang kaya dia dapat menggunakan kekuasaan dan kekayaannya untuk mendapatkan tempat yang baik agar dia dapat melihat Yesus. Tapi hal itu tidak dilakukannya. Dia lebih memilih hal yang tidak wajar.

Dalam masyarakat kita sering melihat orang yang menggunakan kekuasaan atau kekayaannya untuk mendapatkan fasilitas. Aku pernah mau naik pesawat dan terpaksa dialihkan sebab pesawat yang akan kunaiki dibooking oleh rombongan seorang istri mantan pejabat negara yang akan pulang kampung. Beberapa orang yang mengalami nasib sepertiku menyatakan keberatan tapi petugas penerbangan tidak kuasa menolak rombongan ibu-ibu itu. Kami hanya dapat melihat dengan jengkel ketika rombongan itu lewat sambil berbicara ribut seolah merekalah penguasa bandara. Seorang yang berkuasa cenderung ingin menunjukkan siapa dirinya dari kekuasaannya. Dengan mampu menyerobot tiket orang maka dia hendak menunjukkan bahwa dialah penguasa yang harus mendapat prioritas utama.

Zakheus tidak ingin menunjukkan siapa dirinya dari kekuasaan dan kekayaannya. Maka dia rela lari-lari mendahului banyak orang lalu memanjat pohon agar dapat melihat Yesus dengan jelas. Jika melihat sikap ini kita dapat membayangkan bahwa sebetulnya Zakheus adalah orang yang rendah hati dan spontan. Meski dia kaya dan berkuasa tapi dia tidak menggunakan semua itu untuk melihat Yesus. Dia menyetarakan diri dengan orang banyak yang harus berjuang untuk melihat Yesus bahkan dia mengambil sikap seperti anak kecil. Mungkin dia tahu bahwa Yesus bukanlah orang yang dapat dibeli oleh kekayaan atau takut pada kekuasaan. Maka percuma bila dia ingin mengundang Yesus dengan mengandalkan kekayaan dan jabatannya. Satu-satunya jalan adalah menggunakan caranya sendiri meski dia akan menjadi bahan tertawaan. Dorongan untuk melihat Yesus membuatnya berani melepaskan segalanya dan tidak peduli apa penilaian orang padanya. Sikap inilah yang dibutuhkan untuk bertemu dengan Tuhan.

Sabtu, 23 Oktober 2010

SUPERMAN


Waktu SMP aku bersama teman-teman nonton film Superman. Seperti layaknya anak-anak yang masih mencari identitas diri, maka aku kadang membayangkan menjadi Superman. Seorang gagah perkasa yang dapat terbang dan berpihak pada kebaikan. Seorang teman pun meniru gaya rambut Superman yang tersisir rapi dan ada sebagian yang menjuntai di dahi. Aku kagum pada pemeran Superman yaitu Christopher Reeve (25 September 1952 – 10 Oktober 2004). Dia begitu gagah, tampan dan tampak tenang dalam menghadapi masalah, meski kadang sangat kikuk saat menyamar sebagai Clark Kent apalagi bila sedang berhadapan dengan Lois Lane. Tapi sayang pada tahun 1995 Christopher Reeve jatuh dari kuda yang mengakibatkannya lumpuh total, sehingga film Superman tidak muncul lagi atau memang sudah habis ceritanya.

Aku membayangkan seandainya suatu malam Christopher Reeve duduk di atas kursi rodanya sambil menonton film Superman yang dibintanginya apa yang dia rasakan? Di film dia memerankan tokoh super hero yang dapat terbang dan mempunyai tubuh super kuat sehingga tidak mempan berbagai senjata. Tapi dalam kehidupan nyata dia hanya mampu duduk di atas kursi roda tanpa daya. Pasti pada awal kelumpuhan bukan saat yang mudah baginya. Dia aktor yang terkenal dan identik dengan Superman tapi kini tidak berdaya. Suatu pengalaman hidup yang sangat getir.

Harold S Kushner dalam bukunya yang berjudul “Ketika Mimpi-Mimpi Tak Terwujud” memberi saran pada saat orang menderita agar tidak memfokuskan diri pada apa yang telah diambil dari kita tapi memfokuskan apa yang masih ada pada kita. Pada saat kehilangan kita sering memfokuskan diri pada apa yang hilang. Hidup menjadi penuh penyesalan diri dengan membayangkan seandainya tidak begini atau begitu sehingga petaka itu tidak menimpanya. Christopher Reeve pun dapat membayangkan andai dia tidak mengikuti olah raga berkuda mungkin dia tidak akan jatuh yang menyebabkan kelumpuhan. Rasa penyesalan ini dapat menimbulkan rasa frustasi bahkan depresi. Beberapa orang menjadi kehilangan gairah hidupnya bahkan berusaha bunuh diri.

Kita sering kali marah dan kecewa bila apa yang ada pada kita atau menjadi milik kita hilang. Seorang menjadi mudah marah dan histeris sejak anak lelakinya meninggal. Seorang suami meninggalkan imannya ketika istrinya meninggal. Dia merasa Allah sangat kejam dan tidak adil. Mengapa istrinya meninggal padahal anak-anak mereka masih kecil-kecil dan membutuhkan kasih sayang seorang ibu. Kita semua tahu bahwa apa yang kita miliki di dunia ini tidak ada yang kekal. Saat ini menjadi milik kita besok mungkin sudah bukan menjadi milik kita lagi. Maka kehilangan adalah sesuatu yang akan terjadi dalam hidup kita meski kita tidak tahu waktunya.

Saran Kusher sangat positip yaitu kita diajak untuk fokus pada apa yang masih ada. Ketika istri meninggal maka suami itu diharapkan memfokuskan diri pada anak-anak bukan tenggelam dalam kekecewaan akibat ditinggalkan istrinya. Memfokuskan diri pada apa yang ada membuat orang akan berusaha bangkit dan terus berjuang. Dia tidak larut dan tenggelam dalam kekecewaan tapi akan melanjutkan hidupnya dengan penuh semangat. Hal ini memang tidak mudah, sebab kita ingin mencengkeram apa yang seolah menjadi milik kita. Kita dapat belajar dari Ayub. Ketika dia kehilangan semua yang dimilikinya, maka dia mengucapkan doa pendek, “TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!” (Ayb 1:21).

Segala yang ada dalam diri kita bukanlah milik kita untuk selamanya. Maka semua itu kita letakkan dalam tangan terbuka. Dengan telapak tangan terbuka lebar maka Tuhan bebas meletakkan atau mengambil segala sesuatu dari atasnya. Rasa sakit disebabkan kita berusaha menggenggamnya. Semakin erat genggaman akan semakin sakit bila hal itu ditarik dari genggaman. Hal ini membutuhkan sikap rendah hati yang mengatar pada sikap pasrah sebagai orang beriman. Kita menyerahkan semua milik kita pada Allah, sehingga apabila Allah mengambilnya maka kita tidak akan goyah seperti Ayub.

PANGANANE WONG URIP

Ketika pertama kali datang ke Surabaya dari Bogor ada dua orang yang sangat menarik perhatianku. Pertama adalah Cak Miskun, seorang lelaki yang jalannya khas, sering memukul gong kecil keluar masuk kampung untuk memberitahu kalau ada orang yang meninggal dunia. Seolah dia selalu tahu dimana saja kalau ada orang meninggal dunia. Kedua, adalah seorang bapak bertubuh tinggi besar dan berjualan pluntir yaitu jajan yang terbuat dari singkong diparut dan campur gula merah lalu dibungkus daun pisang. Dengan suara berat dia menawarkan jajanannya. Ciri khas bapak itu ialah dia selalu menawarkan jualannya dengan berkata, “Panganan, panganane wong urip” (makanan, makanannya orang hidup). Aku tidak pernah membeli, sebab orang itu tampak kotor.

Dua orang ini aku anggap orang yang unik. Satu orang selalu mewartakan kematian, sedang yang lain menawarkan makanan untuk orang hidup. Memang semua makanan dibuat untuk orang yang hidup, sebab orang mati tidak membutuhkan makanan. Meski ada pula tradisi orang yang memberi makan pada arwah. Ibu beberapa kali meletakkan segelas kopi, rokok, kue-kue dan segelas air yang diberi bunga-bunga untuk para arwah leluhur. Hal yang sama juga dilakukan oleh banyak orang yang mentaati budaya Jawa. Kadang aku dan saudara-saudaraku meminum kopi itu sedikit. Esok harinya ibu akan mengatakan bahwa semalam arwah leluhur datang dan minum kopi.

Hidup manusia adalah perjalanan dari kelemahan pada saat lahir menuju kelemahan pada saat tua. Dari ketiadaan sebelum lahir menjadi ketiadaan setelah meninggal. Diantara dua titik itu manusia berusaha mempertahankan hidupnya dan mengisinya dengan segala aktifitas. Kita berusaha mempertahankan hidup dengan membangun kekuatan dan mekanisme pembelaan diri yang muncul dari segala ketakutan dan kekuatiran. Kita pun berusaha menikmati hidup sampai akhirnya terdengar suara gong Cak Miskun yang mewartakan kepada banyak orang bahwa kita mati.

Yesus bersabda "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.” (Yoh 6:35). Yesus adalah roti hidup. Bukan roti makanan orang hidup yang hanya untuk mempertahankan diri agar tidak mati kelaparan. Yesus adalah roti yang memberi hidup kekal. Menurut William Barclay orang Yahudi percaya bahwa Mesias akan memberi roti seperti Musa yang memberi manna, maka Yesus mengingatkan bahwa bukan Musa yang memberi manna melainkan Allah. Kini Allah tidak lagi memberi manna melainkan PutraNya untuk memberi hidup yang kekal. Pemberian diri Yesus bukan berarti kita memakanNya seperti makan roti, melainkan menghayati dan menyimpan Yesus dalam hati, seperti memakan Taurat. “Lalu firman-Nya kepadaku: "Hai anak manusia, makanlah gulungan kitab yang Kuberikan ini kepadamu dan isilah perutmu dengan itu." Lalu aku memakannya dan rasanya manis seperti madu dalam mulutku.” (Yeh 3:3).

Memakan Yesus berarti menyatukan diri dengan Yesus. Dia hidup dalam kita dan kita dalam Dia. “Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.” (Yoh 6:57). Hidup dalam Yesus membuat kita menjadi kuat. Tidak lagi membutuhkan mekanisme pembelaan atau pertahanan diri. Atau mengejar kehebatan untuk membuktikan diri. Seperti kata Rasul Paulus. “Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus,” (Flp 3:8) Menyatu dengan Kristus membuat kita berusaha sedekat mungkin dengan apa yang dilakukan oleh Kristus. Dia datang untuk sesama terlebih yang miskin dan menderita. Maka kita pun didorong ke arah yang sama. Kita menjadi roti hidup. Roti yang memberi kehidupan bukan sebagai roti bagi orang yang hidup yang dimakan lalu dibuang ke jamban, tapi roti yang dapat membangkitkan semangat orang yang putus asa dan mati jiwanya. Kita menawarkan pada semua orang bukan “pangan wong urip” melainkan “panganan sing nggawe urip” (makanan yang membuat hidup) sampai cak Miskun memukul gong di setiap jalanan kampung.

Jumat, 22 Oktober 2010

MENGGUNJING

Tetangga sebelah rumahku dulu suka sekali menggunjingkan orang lain. Setiap hari dia selalu menemukan kesalahan atau kelemahan orang lain untuk dibicarakan. Dia bisa tahan berlama-lama dalam menggunjing orang. Aku menjulukinya “tante radio” sebab suaranya yang khas dan seolah tidak pernah kehabisan bahan pembicaraan. Tapi aku dilarang untuk menyebut tante radio, sebab kuatir akan terdengar oleh orang itu yang seolah mempunyai seribu telinga dan mata. Ibu paling tidak suka bila tante radio datang. Dia merasa terganggu, sebab harus menemui dan mendengarkan segala berita yang kurang baik tentang orang lain sedangkan ibu harus mengerjakan pekerjaan hariannya. Tapi tante radio tetap bercerita meski tahu ibu sedang repot bekerja.

Tante radio merasa dirinya paling benar dan baik, sehingga dia dapat dengan cepat menunjukkan berbagai kesalahan orang lain. Sering kali orang begitu suka mengamati-amati orang lain dan berusaha menemukan kesalahannya. Seolah dia menjadi hebat bila dapat menemukan dan mengungkapkan sisi negatif sesamanya. Ada rasa puas yang kadang dibalut oleh nada dan wajah penuh keprihatinan yang palsu. Jika dia ingin memperbaiki orang maka dia tidak menceritakan kelemahannya tapi menasehatinya. “Tujuan nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas.” (1Tim 1:5). Rasul Paulus menunjukkan bahwa nasehat muncul dari hati yang penuh kasih dan bertujuan untuk menumbuhkan kasih. Sedang gunjingan muncul bukan dari kasih dan tanpa tujuan.

Dengan membicarakan kelemahan sesama tanpa sadar kita sudah masuk dalam kesombongan diri. Seolah kita lebih baik dan tidak memiliki kelemahan seperti orang yang kita bicarakan. Semua manusia memiliki sisi baik dan buruk. Yesus mengecam keras orang yang berusaha mencari kesalahan orang lain, “Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." (Mat 7:5) Maka kita perlu rendah hati dan menyadari bahwa kita juga memiliki kelemahan. Semakin kita menyadari akan kelemahan diri sendiri dan mau menerimanya sebagai bagian dari diri kita, maka kita akan mudah untuk memahami dan menerima kelemahan orang lain. Sebaliknya bila kita berusaha menolak kelemahan diri sendiri maka kita akan mudah mengadili orang lain, sebab orang lain adalah cermin dari diri kita.

Kesombongan juga akan masuk dalam hidup rohani. Perumpamaan tentang dua orang yang berdoa dalam Luk 18:9-14, satu Farisi dan satu pemungut cukai, menunjukkan bahwa orang Farisi membawa kesombongannya dalam hidup doa. Dia menunjukkan jasanya dan menunjukkan kelemahan pemungut cukai pada Allah. Dia merasa dengan semakin banyak jasa yang ditunjukkan pada Allah maka Allah akan mendengarkan doanya. Allah tahu apa yang kita lakukan, maka tidak perlu kita menunjukkannya. Apalah arti jasa kita dihadapan Allah? Tetapi orang sombong ingin menunjukkan apa yang sudah dikerjakan. Terlebih dia tidak ingin disamakan dengan orang lain yang dianggapnya berdosa. “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain,” (Luk 18:11)

Kesombongan dalam bidang rohani bukan saja seperti yang dilakukan oleh orang Farisi itu, tapi ada banyak hal. Saat ini orang membanggakan bahwa doanya atau gerejanya atau agamanya yang paling benar. Jika demikian maka dia sudah menunjukkan bahwa doa dan agama orang lain tidak benar. Atau orang kecewa sebab doanya tidak dikabulkan Allah. Bukankah Allah berhak menentukan apa saja seturut keinginannya? Mengapa kita kecewa bila kita menyadari diri bahwa kita adalah seorang hamba? Kita kecewa sebab kita merasa bahwa Allah harus mengabulkan apa saja yang kita minta. Inilah bentuk kesombongan yang lain. Untuk itu perlu sikap rendah hati dimana kita menyadari bahwa kita tidak ada apa-apanya dihadapan Allah. Kita pun menyadari bahwa kita manusia lemah yang tidak bedanya dengan orang lain. Kesadaran ini membuat kita tidak akan mudah menggunjing orang lain seperti tante radio.

Rabu, 20 Oktober 2010

DONGENG

Pada waktu aku masih kecil sarana hiburan masih sangat terbatas. Di rumah kami ada sebuah radio transistor kecil. Itu pun selalu berada di dekat bapak duduk, sebab bapak sangat senang mendengarkan lagu keroncong atau siaran sepak bola. Bila sudah tenggelam dalam lagu keroncong atau siaran sepak bola maka tidak ada orang yang berani mengusiknya. Ada pula TV 12” hitam putih. Tapi kami jarang menonton sebab siarannya membosankan. Acara TV terasa sangat monoton. Aku paling suka nonton film minggu siang seperti Little House, Combat, dan sebagainya. Sedang malam hari jarang menonton sebab selain acaranya jelek kami juga harus belajar. Bapak punya alasan membatasi menyetel TV yaitu untuk menghemat listrik. Jadi setelah belajar kami lebih sering bermain dengan teman-teman atau mendengarkan ibu mendongeng.

Dalam mendongeng ibu bukan hanya menceritakan tokoh-tokoh dongeng tapi juga menyisipkan ajaran mengenai kehidupan. Terlebih bila kami hari itu membuat masalah, maka dongeng pasti akhirnya akan menyentuh masalah itu. Nasehat tentang kenakalan kami dikemas dalam sebuah dongeng, sehingga kami tidak merasa sedang ditegur atau dimarahi. Kadang kami sampai tertidur mendengarkan nasehat itu. Nasehat itu dapat tertanam dalam diri kami sebab kami menerimanya tanpa paksaan dan mendengarkan dengan penuh minat. Kami membuka hati kami sehingga nasehat itu gampang dicerna.

Saat ini banyak orang mengeluh bahwa sepulang dari mengikuti ekaristi dia merasa tidak mendapatkan apa-apa. Maksudnya ialah bahwa dia tidak tersentuh oleh kotbah imam yang mempersembahkan misa. Kotbah bukanlah puncak perayaan ekaristi. Tapi sering kali kotbah menjadi tolok ukur bagi seseorang untuk mengatakan bahwa dia mendapat atau tidak mendapat sesuatu bagi dirinya. Ada umat yang memiliki romo favorit tapi ada juga yang sebaliknya, sehigga bila dia melihat romo tersembut yang mempersembahkan misa maka dia akan segera pulang tanpa mengikuti ekaristi.

Kotbah adalah pengajaran bagaimana agar Injil dapat hidup di jaman ini. Injil sebagai sabda Allah dapat meyapa umat dan menjadi tuntunan bagi umat agar hidup lebih baik sebagai perwujudan imannya. Dalam mendengarkan kotbah dibutuhkan sikap rendah hati untuk membuka diri. Sehebat-hebatnya seorang romo dalam berkotbah tapi bila kita sudah menutup diri maka semua kehebatan itu tidak akan tampak. Sama saja bila ibu sedang marah dan mengomel panjang lebar, meski apa yang dikatakan adalah benar dan baik bagiku, tapi karena aku sudah menutup diri maka semua akan berlalu begitu saja. Lain halnya bila semua itu dikatakan dalam dongeng, dimana aku sangat berminat, sehingga aku dapat meresapkan semua perkataan itu dalam hati. Dengan demikian dalam hal ini yang perlu diubah adalah sikap batin kita pada saat mendengarkan. Sikap batin yang tidak menilai melainkan terbuka dan penuh minat.

Hal yang sama juga ketika membaca Kitab Suci. Banyak orang enggan membaca Kitab Suci sebab merasa bosan, sebab merasa sudah tahu ceritanya atau melihatnya masa lalu sehingga buat apa membaca kisah masa lalu. Ada pula yang mengatakan bahwa bahasa Kitab Suci tidak menarik. Memang cerita Kitab Suci dapat dikatakan tidak menarik. Kisah Elia yang diceritakan kembali oleh Paulo Coelho dalam novelnya “Gunung Kelima” jauh lebih menarik daripada kisah Elia yang ada dalam Kitab Suci. Tapi meski menarik novel itu tidak dapat menjadi sumber. Setelah selesai membaca aku merasa kagum tapi hidupku tidak terpengaruh olehnya. Hal ini berbeda bila kita membaca Kitab Suci yang dapat menjadi sumber air yang tidak akan ada habisnya.

Membaca Kitab Suci adalah membaca Sabda Allah. Kita sedang mendengarkan Allah yang bersabda. Untuk itu kita perlu membuka hati dengan penuh minat. Mengosongkan diri sehingga pikiran kita tidak sibuk dengan aneka tafsir atau pemikiran sendiri. Kita seperti bagai bejana tanah liat yang siap menampung tetes demi tetes Sabda Allah dan meresapkan dalam hati. Suatu saat tetesan yang telah meresap akan muncul kembali dalam hidup tanpa kita sadari sehingga kita berjalan sesuai dengan SabdaNya.

Senin, 18 Oktober 2010

KETELADANAN

Ibu pada usia tuanya bila berdiri tidak mampu tegak. Tubuhnya menjadi agak bongkok. Apalagi bila berjalan maka akan terbongkok-bongkok seolah sedang memikul beban di punggungnya. Jalannya pun tertatih-tatih tampaknya kakinya sudah lelah menyangga tubuh dan digunakan berjalan sepanjang hidup. Meski fisiknya sudah rapuh tapi ibu tidak mau duduk berdiam diri saja. Dia selalu bergerak. Ada saja yang dilakukan mulai dari membersihkan rumah sampai jalan di depan rumah. Ibu tinggal di sebuah komplek perumahan. Beberapa rumah kosong dan rusak tidak terrawat. Rumput tumbuh subur di depan rumah dan jalanan. Maka setiap hari ibu membersihkan jalan dari ujung gang sampai ke ujung yang lain. Mencabuti rumput atau memotong dahan pohon yang mengotori jalan. Semua itu dilakukan dengan suka cita.

Tindakan ibu membersihkan jalanan membuat para tetangga yang lebih muda menjadi malu bila jalanan di depan rumahnya ditumbuhi rumput. Mereka yang semula tidak peduli pada jalan di sekitar rumah-rumah kosong yang tampak kumuh mulai tergerak untuk ikut membersihkan kotoran dan rerumputan. Mereka mengatakan malu sebab melihat eyang, panggilan ibu, membersihkan jalan. Manusia membutuhkan teladan yang mampu menggerakkan dirinya. Sebetulnya di dalam hati manusia sudah tahu apa yang harus dilakukan, tapi untuk mewujudkannya dalam sebuah tindakkan sering kali membutuhkan sebuah keteladanan. Dia ingin melihat orang lain dulu yang melakukan.

Dalam hati manusia sudah tahu bahwa melayani adalah sebuah tindakan yang baik. Tapi Yesus harus memulai dulu memberikan teladan melayani. “Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” (Yoh 13:14-15). Orang enggan untuk memulai sebab mereka berpikir tentang kepentingan dirinya. Dia memusatkan pada kenyamanan dirinya, atau tidak mau mengambil resiko, sehingga cenderung pasif. Keteladanan membutuhkan sikap aktif dan terpusat pada sesama.

Dalam dunia yang semakin egois dan individualis seperti jaman ini sangat dibutuhkan orang-orang yang berani memberikan teladan untuk melakukan perbuatan baik. Memberi teladan hidup baik bukanlah hal yang mudah. Orang harus rela berkurban dan tidak memusatkan hidup pada diri tapi pada sesama. Kadang kala dia harus berjalan sendirian dan dapat menimbulkan kesepian dan rasa frustasi. Maka tidak jarang orang mengakhiri tindakan baik, sebab orang disekitarnya tidak mau terlibat. Dia merasa lelah bila harus berjuang seorang diri. Akhirnya dia tidak memberikan keteladanan lagi.

Memberi keteladanan bukan mencari pujian. Dia hanya ingin memberikan contoh pada orang di sekitarnya. Agar orang disekitarnya pun terlibat untuk menyelesaikan situasi atau kondisi yang kurang menyenangkan yang terjadi di sekitarnya. Tapi mengajak orang untuk terlibat dalam masalah bersama bukanlah hal mudah, sebab terlibat dalam urusan sesama dianggap menambah beban hidupnya. Meskipun mungkin dirinya juga merasa kurang nyaman dengan situasi yang ada. Semua orang mengeluh soal korupsi yang terjadi di negara kita yang sudah merambah ke seluruh bidang kehidupan. Seruan anti korupsi dibicarakan dalam banyak forum, tapi korupsi tetap merajalela sebab orang enggan terlibat memberantas korupsi. Bila ditilang orang lebih suka menyogok polisi daripada melakukan sesuai prosedur. Alasan yang sering dikatakan adalah lebih mudah dan tidak membuang waktu. Bila demikian kita ikut melanggengkan korupsi.

Banyak orang telah memberikan teladan hidup yang baik. Kita sering membicarakan dengan kagum akan keteladannya. Tapi kita enggan terlibat. Keteladanan seseorang bukan untuk pamer melainkan untuk menggerakkan kita agar mau terlibat dalam aneka masalah yang membuat hidup kita tidak nyaman. Disini membutuhkan kepekaan hati, keberanian dan komitmen diri untuk meninggalkan kenyamanan diri sendiri demi suatu kebaikkan yang diimpikan bersama.

Minggu, 17 Oktober 2010

SUWUK NENEK

Konon nenek dari pihak ibu adalah seorang yang sakti. Tapi bagiku nenek adalah tempat berlindung bila sedang aku dimarahi atau orang yang selalu memanjakan kami, cucunya, dengan kue-kue. Beberapa orang percaya bila sakit dan disuwuk nenek maka akan sembuh. Disuwuk adalah ketika nenek meniup kepala orang yang sakit sambil mulutnya berkumat kamit membaca mantera. Setelah itu orang yang disuwuk diberi segelas air putih untuk diminum. Kadang kala nenek juga meminum air sedikit lalu disemburkan kekepala orang yang sedang sakit. Bagiku cukup menjijikan, sebab nenek suka sekali makan sirih, sehingga bibirnya merah kehitaman. Di ujung bibirnya terselip segumpal tembakau yang digulung sebesar bola bekel. Aku membayangkan bila kepala ditiup nenek tentu akan menimbulkan bau yang kurang nyaman. Apalagi bila disembur oleh air yang sudah dikumurnya.

Bapak dan ibu melarang nenek menyuwuk kami, sebab bagi mereka itu hal yang kotor. Maka sekalipun aku belum pernah disuwuk nenek. Bagi bapak dan ibu kalau sakit harus pergi ke dokter bukan disembur oleh air dari mulut nenek atau ditiup kepalanya. Tapi kadang aku ingin disuwuk daripada harus ke dokter dan disuntik. Atau harus minum puyer yang pahit. Sekali suwuk maka penyakit hilang tanpa rasa sakit sama sekali sedangkan bila ke dokter harus disuntik dan minum obat selama beberapa hari. Tapi bapak dan ibu tidak percaya akan hal seperti itu.

Apakah suwuk nenek sangat manjur? Bagi beberapa orang memang manjur tapi bagiku tidak sebab aku diajar untuk tidak percaya. Kesembuhan bukan karena kesaktian suwuk nenek tapi karena kepercayaan orang yang datang. Berulang kali Yesus dalam proses penyembuhan bersabda, “imanmu menyelematkan engkau,”. Orang yang minta kesembuhan pada Yesus bukan hanya percaya tapi beriman. Iman adalah penyerahan diri secara total kepada Allah. Penyerahan diri ini dilakukan dengan bebas, utuh dan bertanggungjawab. Oleh karena iman terkait dengan Allah yang tidak dapat diindrai, maka iman bukan hanya sekedar pertimbangan akal budi melainkan ada dorongan Roh Allah sendiri. Allah adalah Roh (2Kor 3:17) maka yang dapat membuat kita berserah dan menyatu denganNya adalah Roh.

Dengan iman kita dapat melakukan segala hal yang besar, tetapi Yesus sendiri bila kita masih memiliki iman. “Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?" (Luk 18: 8). Agama Katolik memang sudah menyebar di seluruh dunia dan berjuta orang mengaku beriman Katolik. Tapi apakah orang yang mengaku Katolik sungguh beriman? Bila sungguh maka keraguan Yesus dapat dinyatakan salah. Bila keraguan Yesus benar, maka apakah orang Katolik tidak beriman lalu apa? Mungkin kita masih dalam batas percaya bahwa Yesus adalah Juru selamat. Kita percaya akan Allah Bapa dan Roh Kudus. Kita percaya tapi belum beriman. Kita belum menyerahkan seluruh diri dan hidup kita pada Allah. Kita berdoa pada Allah tapi dalam pikiran kita muncul keraguan akan doa-doa kita. Atau pengalaman hidup membuat kita meragukan doa-doa kita. Pengalaman hidup dimana kita pernah berdoa tapi segala doa kita tidak terjawab atau ada pengalaman dimana pemeluk agama lain dapat mudah mendapat berkah dari Allah. Seolah bila dia berdoa Allahnya selalu langsung mengabulkannya. Semua ini membuat kita menjadi ragu akan iman kita.

Iman memang membutuhkan akal budi untuk mempertanggungjawabkannya agar kita tidak beriman secara membabi buta. Tapi dalam beriman tidak perlu kita berusaha meragukannya dengan akal budi. Naaman merasa terhina ketika disuruh mandi di sungai Yordan, sebab dia melihat bahwa sungai di Damsyik jauh lebih bagus daripada sungai Yordan. Seandainya dia mempertahankan pertimbangannya maka dia tidak akan mendapat kesembuhan. Petrus yang mampu berjalan di atas air yang sedang diterjang badai pun akhirnya tenggelam setelah menjadi ragu. Bila suwuk nenek dapat menyembuhkan apalagi kuasa Yesus. Hanya kita kurang beriman sehingga harapan yang kita hunjukkan pada Allah tidak terwujud.

Sabtu, 16 Oktober 2010

JANGAN KUATIR

Setelah bapak pensiun kondisi keuangan kami sangat memprihatinkan. Bapak adalah seorang yang teguh dalam memegang prinsip. Sebagai pegawai negeri yang bertugas memeriksa keuangan di kantor-kantor cabang seluruh Jawa sebetulnya jabatan bapak sangat diincar oleh banyak orang sebab dapat memberikan penghasilan tambahan diluar gajinya yang kecil. Tapi bapak tegas dan menjunjung tinggi prinsip hidupnya untuk bekerja dengan jujur. Dia tidak mau menerima uang yang bukan menjadi haknya. Dia bangga bahwa dia bisa tahan terhadap godaan untuk korupsi. Beberapa temannya jauh lebih kaya dibandingkan kami, tapi bapak mengatakan bahwa kejujuran sangat penting dalam hidup. Akibat menjunjung tinggi kejujuran maka bapak disingkirkan oleh teman-temannya dan hidup kami sangat kekurangan.

Menjelang pensiun bapak menyerahkan rumah dinasnya agar dipakai oleh temannya. Baginya rumah dinas bukanlah miliknya. Bapak tidak peduli ketika ibu protes mengapa beberapa temannya tetap mendiami rumah dinas meski sudah pensiun. Dengan uang pensiun yang kecil dimana anak-anak masih membutuhkan biaya untuk sekolah, tidak mempunyai rumah sehingga harus kontrak maka hidup menjadi sangat berat. Belum lagi nenek, kakek dan beberapa kerabat ikut keluarga kami, sehingga hidup semakin berat. Tidak jarang kami kehabisan beras. Dalam situasi seperti itu ibu tetap berusaha menguatkan kami. Ibu selalu mengatakan agar kami jangan kuatir tidak bisa makan. Dia selalu mengatakan “ono dino ono upo,” (ada hari ada nasi). Sampai suatu hari tidak ada nasi sama sekali, maka ibu menyediakan ubi. Ketika kutanya mengapa kok makan ubi? Ibu mengatakan “ora ono sego ono telo” (tidak ada nasi masih ada ketela). Dalam situasi sulit ibu selalu memiliki harapan akan hari esok yang lebih baik. Harapan inilah yang menguatkan kami untuk bertahan.

“Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai.” (Mat 6:31). Yesus bersabda agar kita jangan kuatir dengan banyak hal, sebab Allah akan memelihara kita. Manusia adalah ciptaanNya yang paling berharga, sehingga Allah menciptakan manusia setelah Dia menciptakan semuanya, sehingga manusia dapat hidup. Sabda Yesus ini dapat ditangkap salah oleh orang. Dengan keyakinan jangan kuatir, maka dia menyerahkan semuanya kepada Allah tanpa mau berusaha. Seorang yang sakit dia mengatakan bahwa Allah pasti menyembuhkan, maka dia tidak mau pergi ke dokter untuk berobat. Inilah salah satu contoh kesalahan dalam menafsirkan sabda Yesus.

Yesus mengajar agar kita jangan kuatir bukan berarti bahwa Dia akan menyediakan segala kebutuhan kita tanpa kita berusaha. Kekuatiran dapat membuat orang hidup menjadi pesimis. Dia takut untuk menghadapi dan melakukan segala sesuatu sebab kuatir gagal. Dia menghadapi hidup dengan berat sebab merasa bahwa segalanya telah berakhir. Orang yang tidak kuatir selalu memiliki harapan. Harapan ini mendorong orang untuk berusaha lebih giat lagi. Dia tidak mudah putus asa seperti ibu yang kreatif mengganti upo dengan telo. Dia masih mempunyai semangat untuk terus berjuang meski semua jalan terlihat buntu. Harapan terbesar adalah keyakinan bahwa Allah melindungi dan tidak akan meninggalkan umatNya.

Ibu tidak kuatir akan mati kelaparan sebab mempunyai keyakinan bahwa Allah tidak akan pernah meninggalkan umatNya. Bapak dan ibu dapat dikatakan bukan pemeluk agama yang aktif. Mereka hanya mencantumkan agama di KTP. Tapi mereka berdua mengikuti ajaran falsafah Jawa dan salah satu yang dihayati adalah “Gusti ora nate sare” (Allah tidak pernah tidur). Keyakinan bahwa Allah selalu terjaga, melihat dan memperhatikan umatNya sehingga membuat mereka yakin bahwa akan mampu keluar dari aneka masalah hidup. Keyakinan ini pula yang membuat bapak tegas dalam menjunjung prinsip kejujuran di kantornya walau menghadapi tantangan. Kekuatiran timbul disebabkan kita tidak yakin akan kuasa dan perlindungan Allah pada umatNya.

MERASAKAN CINTA ALLAH

Ketika ibu masih hidup hampir setiap minggu aku meluangkan waktu untuk menengok dia di Malang. Terkadang aku hanya makan dan ibu dengan setia menunggui saat aku makan atau aku mengantarnya ke pusat perbelanjaan untuk membeli kebutuhan hidup atau hanya duduk berdua sambil mengobrol ringan. Aku tidak bisa berlama-lama di rumah ibu, sebab harus kembali ke Surabaya. Pertemuan-pertemuan singkat ini tampak sederhana tapi sangat besar artinya bagi kami berdua. Kami memperteguh cinta kami meski kami tidak sering berkata-kata. Sering kali kami hanya duduk-duduk saja berdua. Namun dalam keheningan itu aku merasakan cinta yang terdalam. Lebih dalam dari sekedar kata-kata. Kadang ibu menatapku dengan penuh cinta atau secara sederhana mengelus rambutku atau tindakan kecil yang menunjukkan cinta.

Bila aku sedang mengalami masalah maka aku berusaha pulang untuk bertemu ibu. Aku tidak menceritakan segala pergulatanku sebab aku yakin bahwa ibu tidak akan mampu membantu menyelesaikannya. Pergulatanku dalam pendampingan anak-anak jalanan, pertemanan dengan para aktifis yang dicari penguasa, masalah iman dan sebagainya, semua itu tidak dikuasai oleh ibu yang sederhana. Kalau aku bercerita ibu hanya mendengarkan dan menghela nafas. Tidak ada kata atau saran yang keluar dari bibirnya. Beberapa kali hanya mengatakan hal biasa seperti sabar saja, banyak berdoa, berserah pada Gusti Allah dan sebagainya.

Dalam kehidupan beriman aku pun sering datang pada Tuhan melalui sakramen, doa atau refleksi. Dalam pertemuan dengan Tuhan aku berusaha mengungkapkan semua masalahku, meski aku sadar bahwa Tuhan tahu apa yang sedang terjadi dan kualami. Tapi aku ingin mengatakan. Aku tahu bahwa ketika aku mengatakan aku tidak akan mendapat jawaban dari Tuhan apa yang harus aku selesaikan. Tuhan pun tidak akan datang mengambil alih masalahku. Tapi kesadaran akan cintaNya membuatku akan bertahan menghadapi masalahku. Kesadaran akan cinta Tuhan dapat tumbuh dalam hati bila aku berusaha merasakannya dan berusaha mencintaiNya. Rasanya sulit bila aku tidak mempunyai cinta pada Tuhan berusaha merasakan cinta dari Tuhan. Sama bila aku membenci ibuku, maka aku tidak akan pernah merasakan cintanya, sebab dalam pikiranku hanya ada kebencian.

“Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." (Yoh 21:15). Yesus bertanya pada Simon sampai 3 kali dengan pertanyaan yang sama. Dia tidak bertanya, “Simon Aku mencintai kamu, apakah kamu mencintai Aku?” Cinta Allah sudah ada sepanjang hidup, hanya kita sering tidak merasakannya. Kita mengeluh Allah tidak adil. Tuhan tidak mendengar doa kita dan berbagai macam keluhan yang lain. Hal ini mungkin kita kurang mencintai Allah. Kita hanya mencintai diri sendiri dan memaksa Allah mencintai kita seperti yang kita inginkan. Atau kita mencari cinta Allah yang nyata dalam perbuatan atau kejadian yang dapat diindrai seperti kesembuhan dari sakit parah atau kejadian menganggumkan yang lain. Kita tenggelam dalam kesibukan mencari cinta Allah sehingga tidak merasakan cintaNya.

Cinta Tuhan dapat kita rasakan kalau kita mau hening. Dalam situasi yang diam aku dan ibu dapat merasakan cinta yang mengalir dari diri kami. Aku menatap wajah ibu yang semakin tua sambil mengenang kembali segala yang pernah kurasakan. Dalam hening aku masuk melihat semua peristiwa yang pernah aku alami bersamanya. Aku tidak disibukkan mencari kata dan bahan pembicaraan. Aku hanya berusaha menikmati pengalaman kasihnya. Demikian pula dengan Allah. Aku tidak perlu sibuk berbicara mengatakan masalahku. Aku hanya diajak diam untuk melihat dan merasakan kembali semua karya kasihNya. Dalam hening bukan lagi bibir yang berbicara tapi hati. Tapi ada pula orang percaya bahwa dengan lagu yang gegap gempita dan doa yang ribut dia mampu merasakan kasih Allah. Mungkin dia hanya mampu menyatakan kasih Allah dari pengalaman orang lain tapi tidak mampu merasakannya bagi dirinya sendiri.

BERSERAH

Aku masih ingat ketika masuk SD pertama kali. Umurku saat itu belum cukup, sehingga menjadi yang paling kecil di sekolah. Aku terpaksa masuk SD sebab di TK sudah 3 tahun. Aku anak nomor 4. Ketika kakakku yang nomor dua masuk TK aku diikutkan, sebab kata ibu aku selalu merengek ingin sekolah. Akhirnya aku diikutkan sekolah bersama kakakku. Kakak nomor dua masuk SD dan kakak nomor 3 masuk TK. Aku pun tetap sekolah di TK yang sama dengan status murid nunut. Setelah kakak lulus dan masuk SD, maka aku sekolah sendiri meski umurku masih belum cukup untuk TK. Tapi aku merasa nyaman sebab sudah mengenal guru-gurunya. Setelah setahun sekolah aku harus melanjutkan ke SD, sebab sudah terlalu lama di TK. Aku masuk SD sebagai murid yang paling kecil.

Pertama kali masuk SD aku sangat takut. Sebab semua menjadi asing. Kakak-kakakku memang sekolah disana tapi berbeda jam masuknya. Aku merengek ingin satu kelas dengan salah dari mereka, tapi tidak mungkin. Maka aku harus di kelas sendiri. Hari pertama ibu menunggui. Aku merasa aman dan tenang sebab melihat ibu ada di dekat pintu. Tapi ibu tidak mungkin harus menungguiku setiap hari, sebab harus memasak. Saat itu ibu jualan makanan. Aku merengek minta ditunggui. Ibu hanya bisa mengatar. Sebelum ibu pergi dia selalu mengatakan jangan takut sebab ibu akan melihat dari rumah. Aku percaya bahwa ibu akan menjagaku meski sosoknya tidak kulihat.

Iman adalah kepercayaan penuh kepada Allah yang diyakini sebagai kebenaran meski orang tidak pernah melihat Allah. Bagi orang yang tidak beriman apa yang tidak dapat dilihat itu tidak dapat dipercaya. Bertrand Russel (18 Mei 1872 – 2 Februari 1970), seorang filsuf dan ahli matematika dari Inggris berpendapat "Where there is evidence, no one speaks of 'faith'. We do not speak of faith that two and two are four or that the earth is round. We only speak of faith when we wish to substitute emotion for evidence.” Iman bukan hanya emosi tapi sebuah keputusan untuk menyerahkan seluruh diri dan hidup pada Allah. Memang Allah tidak dapat dibuktikan secara fisik seperti tapi bukan berarti yang tidak dapat dibuktikan secara fisik itu tidak ada. Sama ketika aku dikelas aku tidak dapat membuktikan ibuku secara fisik, sebab ibu ada di rumah. Tapi bukan berarti ibu tidak ada atau keberadaan ibu hanya rekaanku saja.

Aku percaya bahwa ibu akan menjagaku meski aku tidak melihatnya. Perkataan ibu agar aku jangan takut sebab dia akan menjagaku, merupakan janji yang kupegang. Di kelas aku menghadapi realita hidup yang sering membuatku takut, sedih, bahagia dan sebagainya. Pada saat ketakutan dan kecemasan datang, aku ingat perkataan ibu agar aku jangan takut, sebab ibu akan menjagaku. Aku menjadi berani untuk mengatasi masalah yang kuhadapi meski ibu di rumah tenggelam dalam kesibukannya memasak. Aku yakin seyakinnya bahwa ibu tidak akan selalu mengingatku seharian. Bila dia sedang melakukan pekerjaannya pasti semua pikiran dan perhatian ada dalam apa yang sedang dilakukannya. Tapi bukan berarti aku dilupakan oleh ibu.

Yesus bersabda, “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat 28:20). Yesus memang sudah tidak dapat dibuktikan secara fisik keberadaannya saat ini, tapi bukan berarti tidak ada. Dia juga bukan tokoh masa lalu yang tidak terkait dengan masa kini. Dari kisah hidupNya kita yakin bahwa Dia adalah Putra Allah yang berkuasa sepanjang segala jaman. Hal yang membuatku yakin bahwa Yesus tidak akan mengingkari janjinya karena Dia sudah terbukti sepanjang hidupNya punya kuasa yang tidak terbayangkan oleh manusia. Dia pun mencintai manusia dengan sepenuh diri sehingga rela mengurbankan nyawaNya. Cinta dan kuasa yang besar membuatku percaya bahwa apa yang dikatakanNya pasti bukan sebuah janji kosong. Jika dengan janji ibu saja aku percaya maka tidak mungkin aku tidak percaya pada Yesus. Tapi memang hal ini tidak mudah, sebab aku sering mencari pembuktian yang mengandaikan sesuatu yang dapat kuindrai. Maka perlu bagiku untuk memupuk cinta padaNya sehingga aku tanpa ragu menyerahkan segala hidupku padaNya.

Jumat, 15 Oktober 2010

YESUS DAN PEREMPUAN KANAAN: ALLAH BUKAN MESIN MINUMAN


Perempuan Kanaan terus memohon pada Yesus meski permohonan itu tampak ditolak. Dalam seluruh Injil hanya ada satu kisah penolakan Yesus terhadap permintaan seseorang. Dalam kisah perkawinan di Kanaan, Yesus lebih mempertanyakan sikap Maria yang menyodorkan masalah padaNya daripada penolakan. Pertanyaan Yesus disebabkan Dia merasa bahwa waktunya belum tiba untuk membuat mujijat di depan umum. Tapi Maria seolah memaksa Yesus untuk melakukan sesuatu ketika ada orang yang sedang kesulitan. Dalam kisah perempuan Kanaan ini Yesus jelas sekali menolak dan berkata kasar pada seorang perempuan yang sedang menderita.

Seandainya kita yang menjadi perempuan Kanaan itu apakah yang akan terjadi? Kemungkinan besar kita akan segera meninggalkan Yesus dengan hati yang panas. Kita akan mencaci maki Yesus dan tidak pernah akan percaya padaNya. Atau mungkin mengerahkan seluruh lelaki di Tirus dan Sidon untuk mengusir Yesus dari situ. Sudah sering aku mendengar kisah tentang orang yang meninggalkan agamanya karena merasa kecewa terhadap Allah. Ketika dia sedang menderita lalu dia berdoa memohon belas kasih Allah dan berharap Allah akan melepaskannya dari penderitaan. Ternyata yang terjadi adalah sebaliknya. Penderitaannya tidak terselesaikan bahkan semakin banyak penderitaan lain yang susul menyusul. Situasi hidup yang sedang dialami berbenturan dengan konsep Allah yang penuh belas kasihan yang sudah tertanam dalam dirinya. Kemarahan semakin kuat bila penderitaan ini bukan disebabkan oleh kesalahannya dan orang-orang meninggalkannya atau tidak peduli padanya.

Yesus memang pernah bersabda, "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” (Mat 7:7). Dia pun menjelaskan bahwa Allah adalah Bapa yang baik hati yang akan memberikan hal terbaik bagi anak-anakNya. Sabda Yesus ini menjadi pegangan kuat bagi banyak orang sehingga mereka yakin dengan berdoa maka Yesus akan memberikan apa yang dikehendakinya. Ketika aku masih kanak-kanak, bila baju atau sepatuku rusak, maka ibu akan mengatakan “jangan kuatir nanti ibu belikan yang bagus.” Tapi aku tahu ibu tidak akan membelikan saat itu juga. Ibu membutuhkan waktu untuk mengumpulkan uang terlebih dan setelah cukup baru membelikannya. Hal ini bukan ibu bohong padaku tapi ibu menunggu waktu yang tepat untuk memberikannya padaku.

Yesus pun tidak bersabda bahwa bila kita meminta maka langsung diberi. Yesus hanya sekali langsung memberikan apa yang diminta saat Dia tergantung di salib dan salah satu penjahat meminta agar Dia mengingatnya bila masuk ke dalam Surga, “Kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (Luk 23:43). Tuhan bukanlah seperti kotak mesin minuman ringan yang bila kita memasukan koin maka langsung keluar minuman seperti yang kita pesan. Bila kita berdoa langsung Allah memberi apa yang kita inginkan. Allah adalah pribadi yang berkuasa, sehingga dapat menentukan apa yang terbaik menurut Dia bukan menurut kita. Bila Allah seperti kotak minuman, maka Allah ada dalam kuasa kita. Dia menjadi hamba yang akan menuruti segala perintah kita. Padahal kita adalah hamba yang memohon belas kasihNya.

Beberapa orang berusaha menipu dengan orang dengan meyakinkan akan kebaikan Allah yang seperti kotak minuman. Memang kita akan senang mempunyai Allah seperti itu. Allah yang siap menuruti semua keinginan kita. Allah yang siap menyelesaikan masalah kita. Tapi hal ini bukan konsep Allah yang benar. Ini hanya iklan dari beberapa orang agar semakin banyak orang bergabung dengannya. Salah satu nilai yang menguat pada jaman ini adalah budaya instant. Semua ingin cepat dan mudah. Dengan sekali menuangkan air maka orang sudah dapat menikmati mie rebus. Tidak perlu bersusah payah. Budaya instan sudah merasuk dalam kehidupan beriman. Sekali doa maka segala masalah selesai. Kita perlu belajar dari perempuan Kanaan yang tekun dan teguh dalam berdoa. Dia tidak tergoyahkan untuk terus bersandar pada Yesus.

YESUS DAN PEREMPUAN KANAAN: DARI MEMINTA MENJADI BERIMAN


Perempuan Kanaan ketika melihat Yesus dia berteriak "Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita." (Mat 15:22). Dalam Injil beberapa kali Yesus menyembuhkan orang yang kerasukan setan. Orang yang dianggap kerasukan setan dia dapat berbahaya (Mat 8:28), mereka bisu dan tuli (Mat 12:22), sakit ayan sehingga membahayakan dirinya (Mat 17:15-18). Matius tidak menjelaskan sakit apa yang sedang diderita oleh anak itu. Tapi kemungkinan sakit itu sudah parah dan bertahun-tahun sehingga merepotkan ibunya. Mungkin juga sakit itu membuat ibunya menjadi malu dan terbeban. Dalam beberapa peristiwa ditampilkan ibu-ibu yang memohon kesembuhan bagi anaknya. Mungkin budaya saat itu ibulah yang bertanggungjawab merawat anak yang sakit. Maka merekalah yang sering tampil untuk memohon pada Yesus kesembuhan bagi anaknya.

Perempuan Kanaan itu mengatakan “Kasihanilah aku,” Dia tahu bahwa Yesus adalah orang yang penuh belas kasih. Dia beberapa kali melakukan mujijat karena didorong oleh rasa belas kasih. Orang dapat jatuh kasihan bila melihat orang yang menderita. Rasa kasihan ini tidak terkait dengan iman. Siapapun dapat merasakan hal itu. Orang pun dapat menunjukkan penderitaannya supaya mendapat belas kasih sesamanya. Bahkan ada orang yang sengaja “menjual” penderitaan agar mendapat belas kasihan. Beberapa kali aku menemui orang semacam ini. Bagiku mereka bermental pengemis. Orang yang kurang memiliki semangat juang untuk keluar dari masalah hidupnya tapi lebih suka bergantung pada orang lain.

Ke-diam-an Yesus mungkin Dia hendak menguji sampai dimana kekuatan permohonan perempuan Kanaan itu. Beberapa kali orang yang memohon belaskasihan mereka pergi setelah mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Ternyata perempuan ini bukanlah perempuan biasa. Dia bersujud di depan Yesus dan berkata, “Tuhan tolonglah aku.” Kalimat yang sama muncul dalam Matius sebanyak 3 kali. Pertama oleh para murid yang sangat ketakutan ketika perahu mereka diterjang badai (Mat 8:25) dan diucapkan Petrus ketika akan tenggelam (Mat 14:30). Sebuah ungkapan keputusasaan dan kurang percaya pada Yesus, sehingga Yesus menegur mereka. Dalam peristiwa perempuan Kanaan, Yesus tidak menegur iman perempuan itu. Dia mengatakan pernyataan yang semakin keras. Tapi perempuan itu tampaknya tidak terpengaruh kata-kata Yesus. Dia tetap teguh dalam pendiriannya. Dia bukan mencari perhatian atau bermental pengemis, tapi dia adalah orang yang bersandar penuh pada Yesus.

Ketika kita sedang menanggung penderitaan sering kita berdoa pada Allah agar Dia berbelas kasih pada kita sehingga kita dapat terbebas dari penderitaan yang sedang kita tanggung. Tidak jarang kita menunjukkan apa saja yang harus kita tanggung. Kita berharap dengan banyaknya penderitaan maka Allah akan semakin berbelas kasih dan semakin cepat menolong. Dalam doa sebetulnya kita bukan mencari belas kasihan dari Allah melainkan kita bersandar padaNya. Kita mencari kehendak dan berserah padaNya. Yesus tahu bahwa saat yang sangat mengerikan akan segera tiba. Dia tidak memaparkan penderitaan yang akan dilaluiNya tapi menyerahkan semua kepada Bapa. "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi. (Luk 22:42). Dia tidak mencari belas kasihan dari Bapa tapi Dia menyerahkan seluruh hidupNya kepada Bapa.

“Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.” (Rm 8:26) Rasul Paulus menekankan peran Roh yang akan berdoa untuk mengucapkan penderitaan kita. Dengan demikian kita tidak perlu repot memaparkan penderitaan kita, sebab Roh yang akan berbicara pada Allah. Kita hanya membutuhkan iman yang tidak tergoyahkan dan kekuatan untuk terus bersandar pada Yesus, meski semua tampak mustahil. Perempuan Kanaan mengubah doanya dari meminta-minta menjadi ungkapan iman yang tidak tergoyahkan.

Kamis, 14 Oktober 2010

YESUS DAN PEREMPUAN KANAAN: BERJAGA


Ketika perempuan Kanaan itu berteriak-teriak meminta pertolongan, para murid merasa terganggu. Maka mereka meminta pada Yesus agar mengusir perempuan itu. “Lalu murid-murid-Nya datang dan meminta kepada-Nya: "Suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita dengan berteriak-teriak.” (Mat 15:23). Para murid semula berharap bahwa kepergian mereka ke daerah kaum bukan Yahudi maka mereka tidak akan terganggu oleh orang yang meminta tolong. Mereka dapat bebas besama Yesus. Ternyata harapan itu sia-sia. Disini mereka bertemu dengan perempuaan Kanaan yang mungkin berteriak-teriak dengan suara keras atau histeris meminta agar Yesus menolong anaknya. Mungkin mereka tidak kuasa lagi untuk mengusir perempuan itu sehingga mereka meminta pada Yesus agar Dia mengusir perempuan itu.

Kita sering menginginkan memiliki waktu pribadi dimana kita dapat melakukan apa yang kita inginkan bagi diri kita atau menikmati segalanya untuk diri sendiri. Kita bebas melakukan segala sesuatu tanpa ada orang yang meminta pertolongan atau meminta kita untuk melakukan sesuatu. Maka kita ingin mencari tempat sepi atau tempat asing yang melepaskan kita dari segala rutinitas atau kesibukan yang harus kita jalani setiap harinya. Kita melepaskan segalanya dan menikmati waktu yang kita miliki. Suatu hari aku pernah akan pergi ke Jakarta naik kereta malam. Seharian aku bergerak dari satu tempat lain dan berharap nanti di kereta aku dapat tidur panjang atau membaca novel yang masih belum selesai kubaca. Ternyata di kereta aku duduk bersebelahan dengan seorang ibu setengah baya. Ketika makan ibu ini bertanya apakah aku seorang imam sebab melihat caraku berdoa sebelum makan seperti seorang imam. Ketika aku jawab ya maka dia mulai bercerita tentang penderitaannya. Sepanjang malam dia bercerita seolah ingin menumpahkan semua penderitaannya. Dalam hati aku bertanya mengapa aku harus duduk dengan seorang ibu beragama Katolik yang mempunyai masalah berat? Apakah Allah tidak mengijinkan aku ingin menikmati waktuku untuk sendiri?

“Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka.” (Luk 12:37). Yesus memuji hamba yang siap sedia untuk melayani tuannya kapan saja tuan itu datang. Kaum miskin dan menderita adalah tuan yang perlu dilayani kapan saja dia datang. Dia seperti tuan yang tidak peduli apakah yang sedang kita alami dan rencanakan. Bila kita ingin menjadi hamba yang baik maka kita akan bergegas melayani tuan kita. Kita siap meninggalkan kenikmatan yang kita alami demi tuan kita.

St Vincentius dalam sebuah suratnya menulis “Bila Anda terpaksa meninggalkan doa untuk melayani orang miskin, jangan cemas karena itu berarti meninggalkan Tuhan untuk bertemu dengan Tuhan dalam diri orang miskin,” Bagi St. Vincentius orang miskin adalah Tuhan yang harus didahulukan dan diutamakan. Maka kita diajak meninggalkan doa-doa kita demi kaum miskin. Hal ini bukan berarti kita tidak perlu berdoa, sebab St. Vincentius pun menekankan pentingnya doa dalam pelayanan. Tapi kita tidak boleh mengabaikan kaum miskin yang datang, sebab Yesus ada dalam diri kaum miskin.

Kesigapan untuk melayani kaum miskin yang datang pada kita kapan saja dia mau membutuhkan dalam diri kita semangat untuk rela berkorban dan matiraga. Dengan matiraga maka kita berusaha meninggalkan atau mengabaikan segala kepentingan diri demi orang lain. Kita berani memilih jalan yang kurang mengenakkan demi orang lain daripada jalan yang menyenangkan demi diri sendiri. Matiraga adalah kesanggupan kita untuk mengarahkan seluruh perhatian diri kita bagi kepentingan orang lain. Kita tidak lagi memiliki waktu, keinginan, bahkan diri kita lagi. Kita siap memberikan semuanya kepada orang yang membutuhkan seperti Yesus yang telah memberikan semuanya bagi keselamatan kita. Dasar matiraga adalah cinta kepada Allah dan kesadaran bahwa Allah telah mencintai kita terlebih dahulu. Segala yang ada pada kita adalah pemberian Allah yang suatu saat dapat dimintanya kembali melalui orang miskin.

YESUS DAN PEREMPUAN KANAAN: KETEGUHAN CINTA


Dalam Mat 15:21-28 dikisahkan pertemuan Yesus dengan seorang perempuan Kanaan yang memohon kesembuhan bagi anak perempuannya yang kerasukan setan. Saat itu Yesus sedang menyingkir ke daerah Tirus dan Sidon, sebuah daerah yang dihuni oleh bukan orang Yahudi dan sering disebut kaum kafir, sebab dianggap tidak beragama seperti agama kaum Yahudi. Perempuan itu datang pada Yesus yang sedang dikelilingi oleh para muridNya. Kemungkinan Yesus sedang mengajar secara khusus para murid sebab mereka tampaknya takut pada orang Farisi dan ahli Taurat. Ajaran Yesus dianggap telah melanggar adat istiadat Yahudi dan tidak sesuai dengan ajaran para nabi yang terdahulu, maka para murid mengingatkan Yesus akan ajaranNya “Maka datanglah murid-murid-Nya dan bertanya kepada-Nya: "Engkau tahu bahwa perkataan-Mu itu telah menjadi batu sandungan bagi orang-orang Farisi.” (Mat 15:12)

Ketika Yesus sedang mungkin repot dengan para murid, tiba-tiba datang perempuan yang berteriak-teriak. Hal ini sangat mengganggu para murid, maka mereka meminta agar Yesus mengusir perempuan itu. Yesus menanggapi permintaan para murid dengan menunjukkan tugas perutusanNya. Dia diutus untuk menyelamatkan domba yang hilang dari kaum Israel. Tapi jawaban tidak membuat perempuan itu surut. Dia sadar bahwa dia adalah perempuan Kanaan. Bukan salah satu dari orang Israel. Dia tetap memohon pada Yesus untuk keselamatan anaknya. Jawaban Yesus sangat diluar dugaan bagi perempuan itu dan mungkin juga para muridNya. "Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing."

Sebuah jawaban yang tegas dan sangat menghina. Yesus menyamakan perempuan itu sebagai anjing. Yesus yang terkenal penuh belas kasih dan sangat peduli pada orang yang sedang menderita ternyata menjawab secara kasar pada seorang perempuan yang sedang sangat membutuhkan pertolonganNya. Jawaban dan sikap Yesus ini sangat tidak dapat dipahami dan bertolak belakang dari apa yang ditunjukkan selama ini. Dapat dibayangkan perasaan perempuan Kanaan itu. Dia sangat membutuhkan belas kasih Yesus tapi yang diterima hanyalah sebuah penghinaan.

Ternyata penolakan Yesus tidak membuatnya mundur. Dia terus memohon demi anak perempuannya yang sedang sakit. Cinta pada anak perempuan membuatnya berani menghadapi segala penghinaan dan penolakan. Dia tidak mempedulikan dirinya sendiri sebab seluruh hidupnya hanya tertuju bagi keselamatan anaknya. Cinta semacam inilah yang diharapkan oleh Yesus tumbuh dalam diri para rasul. Cinta yang tidak mudah tergoyahkan meski harus menanggung penghinaan. Cinta yang berani menanggung penderitaan demi orang yang dicintainya.

Yesus sadar bahwa para murid akan menerima penghinaan dan penderitaan akibat memutuskan untuk mengikutiNya. Mereka akan dianggap melawan masyarakat Yahudi sebab menganut ajaran baru yang dianggap berbeda dan melawan adat masyarakat Yahudi yang telah dipertahankan selama beratus-ratus tahun dan dianggap sebagai warisan dari pada nabi pendahulu. Petrus sebagai wakil para murid pun mengalami ketakutan dan meminta agar Yesus mengubah ajaranNya atau menyesuaikan dengan ajaran kaum Farisi dan ahli Taurat. Maka dalam hal ini hanya dibutuhkan cinta yang kuat dan keteguhan dalam tujuan meski ada banyak hal yang harus ditanggung.

Perempuaan Kanaan tanpa sadar sudah digunakan oleh Yesus untuk mengajar para murid tentang cinta dan keteguhan hati. Cinta kita pun sering rapuh. Beberapa orang cerita padaku bahwa dia terpaksa meninggalkan pasangan hidup bahkan keluarganya sebab dia tidak tahan direndahkan oleh mereka. Dia mencintai pasangan dan keluarga tapi bila sering direndahkan maka lebih baik meninggalkan mereka. Dalam mengikuti Yesus pun kita sering direndahkan dan dihina oleh orang lain. Maka kita perlu belajar dari perempuan Kanaan yang memiliki cinta yang besar. Cinta yang membuatnya tetap tegar dan terus mengarahkan hatinya pada Yesus meski harus menelan kepahitan.

Sabtu, 09 Oktober 2010

MARIA DI PERKAWINAN KANA: KERJA SAMA

Catatan ini adalah catatan terakhir saya tentang Maria dalam perkawinan yang di Kana di Galilea. Terjadinya mujijat perubahan air menjadi anggur disebabkan adanya kerja sama antara banyak pihak. Maria adalah pribadi yang memaparkan masalah, Yesus yang menyelesaikan masalah dan para pelayan yang melayani apa kehendak Yesus. Adanya kerja sama diantara mereka maka ada orang yang dapat tertolong. Dalam kerja sama ini peran Maria sangat penting, sebab dia yang mengkoordinir kerja sama itu sehingga dapat berjalan dengan baik. Dia menjadi jembatan antara Yesus dengan para pelayan yang mewakili manusia di dunia ini.

Kerja sama sangat penting dalam menyelesaikan aneka masalah di dunia. Dalam kerja sama ada satu tujuan yang ingin dicapai bersama. Ada orang-orang yang sepakat untuk mencapai tujuan itu. Ada orang-orang yang ditempatkan secara tepat pada posisinya untuk melakukan tugas yang harus dijalankan. Ada sistem yang menunjang agar kerja sama itu dapat berjalan dengan baik. Terlebih adanya koordinator yang mengatur semua itu. Bila salah satu tidak dijalan atau tidak ada, maka kerja sama berubah menjadi kerja bersama-sama. Hal inilah yang sering terjadi di masyarakat.

Pada umumnya, artinya tidak selalu harus terjadi seperti itu, mujijat terjadi disebabkan adanya kerja sama antara manusia dengan Allah. Ada manusia yang membutuhkan pertolongan dan ada Allah yang ingin menolong. Dalam Injil beberapa kali Yesus melakukan mujijat karena terdorong oleh belas kasihNya pada manusia yang sedang menderita. Mereka tidak meminta tolong padaNya. Misalnya membangkitkan pemuda di Naim (Luk 7:11-16), mujijat pergandaan roti dan sebagainya. Sebaliknya ada pula orang yang terus menerus memohon belas kasih Allah tapi dia tidak mendapatkannya. Dalam Mazmur ada beberapa ungkapan orang yang meminta tolong tapi Allah seperti tidak peduli akan keluh kesah orang yang sedang menderita. Pada umumnya mujijat terjadi karena ada orang yang memohon pada Allah dan Allah mengabulkannya.

Dalam kerja sama membutuhkan kerendahan hati untuk siap mendengarkan pendapat orang lain. P van Bremen seorang imam ahli fisika nuklir menulis dalam bukunya yang berjudul “Kupanggil Engkau Dengan Namamu” bahwa manusia pada umumnya ingin berbicara daripada mendengarkan. Kadang demi sopan santun atau kesepakatan bersama maka dia berusaha mendengarkan ketika orang berbicara tapi di dalam dirinya sebetulnya dia sibuk menyusun argumen dan pendapatnya sendiri. Akibatnya dia tidak mendengarkan dengan sepenuh hati. Untuk menjadi seorang pendengar dibutuhkan keberanian untuk melepaskan pendapat atau alasan yang tersusun di kepala dan memusatkan perhatian pada pembicaraan.

Selain itu dalam kerja sama semua orang meleburkan diri satu dengan yang lain sehingga menjadi satu gerakan bersama. Banyak orang berusaha menonjolkan diri dan menjadi pusat dari suatu kerja sama, sehingga apa yang dilakukan untuk menunjukkan siapa dirinya. Dia merasa bahwa dirinyalah yang paling berperan dalam kerja sama. Jika demikian maka dia sudah merendahkan orang lain dan memposisikan orang lain sebagai pembantu segala rancangannya. Yesus mengajarkan kerendahan hati dengan menjadi pelayan bagi sesama. “Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu.” (Mat 20:26-27)

Maria memberikan teladan bagaimana bekerja sama dengan baik. Dengan sikap rendah hatinya, maka dia tidak ingin menjadi pusat pergerakkan. Dia menganggap semua orang penting dan memberikan peran sesuai dengan bidangnya. Dia pun tidak ikut campur apa yang dapat dilakukan oleh orang lain. Dalam kerja sama dengan Yesus dia pun tidak memaksa Yesus untuk melakukan seperti yang diinginkannya, sehingga Yesus dapat melakukan apa yang dikehendakiNya bukan kehendak Maria. Maka rendah hati merupakan modal awal yang sangat penting dalam melakukan kerja sama.

MARIA DI PERKAWINAN KANA: KERJA SAMA


Catatan ini adalah catatan terakhir saya tentang Maria dalam perkawinan yang di Kana di Galilea. Terjadinya mujijat perubahan air menjadi anggur disebabkan adanya kerja sama antara banyak pihak. Maria adalah pribadi yang memaparkan masalah, Yesus yang menyelesaikan masalah dan para pelayan yang melayani apa kehendak Yesus. Adanya kerja sama diantara mereka maka ada orang yang dapat tertolong. Dalam kerja sama ini peran Maria sangat penting, sebab dia yang mengkoordinir kerja sama itu sehingga dapat berjalan dengan baik. Dia menjadi jembatan antara Yesus dengan para pelayan yang mewakili manusia di dunia ini.

Kerja sama sangat penting dalam menyelesaikan aneka masalah di dunia. Dalam kerja sama ada satu tujuan yang ingin dicapai bersama. Ada orang-orang yang sepakat untuk mencapai tujuan itu. Ada orang-orang yang ditempatkan secara tepat pada posisinya untuk melakukan tugas yang harus dijalankan. Ada sistem yang menunjang agar kerja sama itu dapat berjalan dengan baik. Terlebih adanya koordinator yang mengatur semua itu. Bila salah satu tidak dijalan atau tidak ada, maka kerja sama berubah menjadi kerja bersama-sama. Hal inilah yang sering terjadi di masyarakat.

Pada umumnya, artinya tidak selalu harus terjadi seperti itu, mujijat terjadi disebabkan adanya kerja sama antara manusia dengan Allah. Ada manusia yang membutuhkan pertolongan dan ada Allah yang ingin menolong. Dalam Injil beberapa kali Yesus melakukan mujijat karena terdorong oleh belas kasihNya pada manusia yang sedang menderita. Mereka tidak meminta tolong padaNya. Misalnya membangkitkan pemuda di Naim (Luk 7:11-16), mujijat pergandaan roti dan sebagainya. Sebaliknya ada pula orang yang terus menerus memohon belas kasih Allah tapi dia tidak mendapatkannya. Dalam Mazmur ada beberapa ungkapan orang yang meminta tolong tapi Allah seperti tidak peduli akan keluh kesah orang yang sedang menderita. Pada umumnya mujijat terjadi karena ada orang yang memohon pada Allah dan Allah mengabulkannya.

Dalam kerja sama membutuhkan kerendahan hati untuk siap mendengarkan pendapat orang lain. P van Bremen seorang imam ahli fisika nuklir menulis dalam bukunya yang berjudul “Kupanggil Engkau Dengan Namamu” bahwa manusia pada umumnya ingin berbicara daripada mendengarkan. Kadang demi sopan santun atau kesepakatan bersama maka dia berusaha mendengarkan ketika orang berbicara tapi di dalam dirinya sebetulnya dia sibuk menyusun argumen dan pendapatnya sendiri. Akibatnya dia tidak mendengarkan dengan sepenuh hati. Untuk menjadi seorang pendengar dibutuhkan keberanian untuk melepaskan pendapat atau alasan yang tersusun di kepala dan memusatkan perhatian pada pembicaraan.

Selain itu dalam kerja sama semua orang meleburkan diri satu dengan yang lain sehingga menjadi satu gerakan bersama. Banyak orang berusaha menonjolkan diri dan menjadi pusat dari suatu kerja sama, sehingga apa yang dilakukan untuk menunjukkan siapa dirinya. Dia merasa bahwa dirinyalah yang paling berperan dalam kerja sama. Jika demikian maka dia sudah merendahkan orang lain dan memposisikan orang lain sebagai pembantu segala rancangannya. Yesus mengajarkan kerendahan hati dengan menjadi pelayan bagi sesama. “Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu.” (Mat 20:26-27)

Maria memberikan teladan bagaimana bekerja sama dengan baik. Dengan sikap rendah hatinya, maka dia tidak ingin menjadi pusat pergerakkan. Dia menganggap semua orang penting dan memberikan peran sesuai dengan bidangnya. Dia pun tidak ikut campur apa yang dapat dilakukan oleh orang lain. Dalam kerja sama dengan Yesus dia pun tidak memaksa Yesus untuk melakukan seperti yang diinginkannya, sehingga Yesus dapat melakukan apa yang dikehendakiNya bukan kehendak Maria. Maka rendah hati merupakan modal awal yang sangat penting dalam melakukan kerja sama.

Jumat, 08 Oktober 2010

MARIA DI PERKAWINAN KANA: REFLEKSI


Setelah air berubah menjadi anggur peran Maria tidak diceritakan lagi. Dia seolah hanya memaparkan masalah pada Yesus lalu pergi entah kemana. Padahal Maria pasti masih di pesta itu, sebab pesta belum berakhir. Memang fokus Injil adalah Yesus bukan Maria, jadi Maria hanya seperti pemain figuran yang muncul sebentar lalu menghilang dan baru muncul lagi pada akhir Injil ketika Yesus disalibkan. Dalam Injil Yohanes peran Maria sangat kecil. Dia hanya muncul dua kali, maka ada yang mengatakan Maria sebagai bingkai Injil Yohanes, sebab dari yang kecil itu Maria mengambil peran cukup besar. Di awal Injil dia menunjukkan peran sebagai perantara antara manusia yang sedang menderita dengan Yesus dan diakhir Injil dia ditegaskan oleh Yesus sebagai ibu dari para rasul atau Gereja.

Pada akhir kisah perkawinan di Kana, pemimpin pesta bertanya pada mempelai lelaki mengapa anggur yang baik tidak dikeluarkan lebih dahulu. Para pelayan yang tahu asal usul anggur itu tidak memberitahu pemimpin pesta apa yang sesungguhnya terjadi. Maria pun tidak. Banyak orang bangga bila salah satu anggota keluarganya menjadi orang yang hebat atau berprestasi. Seorang teman pernah bercerita padaku dengan sangat bangga bahwa baru saja dia makan bersama dengan seorang pejabat. Dia bercerita panjang lebar tentang pejabat itu seolah-olah sudah mengenal lama. Padahal mungkin dia baru saja bertemu muka dengan pejabat itu. Cerita semacam ini sering kudengar. Jika makan bersama dalam sebuah perjamuan makan saja sudah mampu membuat orang menjadi bangga apalagi seandainya pejabat itu adalah kakak atau adik atau anaknya. Tentu kebanggaan ini akan lebih besar lagi.

Maria adalah seorang yang sangat rendah hati. Dia tidak menonjolkan diri akan setiap pengalaman hebat yang dialaminya. Setelah mendapat kabar gembira dari malaikat Maria langsung bergegas pergi ke rumah Elisabet. Dia bukan hendak menceritakan pengalamannya tapi dia prihatin sebab Elisabet hamil pada masa tuanya. Sebagai seorang perempuan Maria paham akan beratnya hamil pada usia yang sudah sangat tua. Maka Maria tinggal di rumah Elisabet sampai Elisabet melahirkan anaknya. Ketika Maria tahu bahwa dia akan mengandung anak dari Roh Kudus, dia tidak bercerita mengenai hal ini kepada Yosep, sehingga Yosep berpikir akan menceraikannya.

Maria pun tidak mudah menjadi berbunga-bunga ketika orang bercerita dengan bangga anugerah yang dia terima. Ketika para gembala bercerita tentang siapa anak yang baru dilahirkan olehnya, Maria tidak bereaksi melainkan merenungkannya. “Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya.” (Luk 2:19) Sikap yang sama juga ditunjukkan ketika dia tidak paham akan sikap Yesus yang sibuk berdebat melawan para imam di Bait Allah ketika masih berusia 12 tahun. Yesus adalah Firman yang menjadi manusia. Segala yang dilakukan, dikatakan dan sikap hidupNya adalah Firman Allah pada manusia. Firman akan berbuah banyak ketika direnungkan dan dilaksanakan. “Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan.” (Luk 8:15) Maria melihat segala sesuatu yang dilakukan oleh Yesus dan yang terjadi dalam hidupNya baik kehebatan maupun saat paling mengerikan ketika tergantung di salib adalah Firman Allah kepadanya.

Allah berfirman pada kita melalui berbagai peristiwa hidup baik yang menyenangkan maupun yang pahit. Maria mengajarkan kepada kita agar melihat peran Allah dalam setiap peristiwa hidup. Mencari apa yang hendak dikatakan Allah melalui peristiwa itu. Pencarian kehendah Allah dalam setiap peristiwa membuat Maria tidak bangga ketika Yesus mengubah air menjadi anggur atau terpuruk dalam kesedihan saat berdiri di bawah kaki kayu salib Yesus. Dia akan menyimpannya dalam hati. Sering kali kita melihat peristiwa sebagai peristiwa dan tidak berusaha mencari kehendak Allah dibalik semua itu. Kita bangga dan bercerita kemana-mana bila mendapat kesuksesan atau terpuruk ketika mengalami penderitaan, tapi tidak mengkaitkan dengan kehendak Allah.

Powered By Blogger