Jumat, 01 Oktober 2010

PAK KARTO DAN ALLAHNYA

Pagi hari sebelum berangkat ke sawah Pak Karto berdiri sejenak di muka pintu gubuknya. Sambil mendongak ke langit yang cerah, dia bergumam, “Duh Gusti semoga hari ini cerah sehingga aku bisa menanam jagung.” Lalu dia berangkat ke sawah yang sudah mengering dan siap ditanami jagung. Seharian dia melubangi tanah dengan sebatang kayu sebesar lengannya. Setiap lubang dimasuki 3 biji jagung pilihan dari seluruh benih yang dimilikinya. Sore hari pekerjaanya selesai. Dia pulang dengan tubuh lelah tapi hati penuh harapan bahwa 3 bulan mendatang dia akan panen jagung. Tiba-tiba malam hujan deras sekali. Sawah pasti tergenang air dan benih jagung membusuk. Sambil membaringkan tubuhnya yang penat, pak Karto bergumam, “O Allah, edan tenan baru saja benih jagung ditanam kok hujan deras seperti ini.”

Perkataan Pak Karto yang diucapkan pada pagi sebelum berangkat ke sawah dan malam sebelum tidur adalah perkataan yang sering diucapkan sehari-hari oleh orang desa yang sederhana. Suatu ungkapan hati memohon belas kasih pada Allah dan ungkapan kekecewaan pada Allah. Pada umumnya orang mendefinisikan doa sebagai dialog dengan Allah, dimana kita mengungkapkan isi hati dan mendengarkan suara Allah. Jika demikian maka ungkapan hati Pak Karto adalah doa meski tidak memakai ritus tanda salib atau mengatupkan tangan atau lainnya. Doa Pak Karto mengalir dari hati yang sederhana tanpa diikat oleh ritus atau tempat.

Doa yang sederhana seperti yang dilakukan oleh Pak Karto mengalir dari hubungan yang erat antara manusia dengan Allahnya. Sebagai petani yang hidupnya bergantung pada alam, maka hidup pak Karto bergantung pada pribadi yang menguasai tanah, cuaca, hama dan kehidupan benih yang ditanam. Pak Karto hanya bisa memprediksi bahwa bulan Juni tidak akan turun hujan, sebab biasanya bulan Juni sudah masuk musim kemarau. Tapi ternyata hujan turun dengan deras. Dia mampu membedakan benih jelek dan baik, tapi pertumbuhan benih sudah diluar kuasanya. Belum lagi hama dan sebagainya. Ketidakberdayaan ini membuatnya bergantung penuh pada Allah.

Keeratan hubungan pribadi dengan Allah membuat Allah bagi pak Karto bukanlah pribadi asing yang jauh. Dia bebas mengungkapkan isi hatinya. Dia tidak perlu formil dan mengambil tata cara serta sikap yang khusus bila ingin berbicara pada Allah. Dimana dan kapan saja dia ingin berbicara maka dia berbicara. Sambil menyakul dia berbicara pada Allah memohon agar tanahnya subur. Sambil berdiri di pematang sawah melihat padi yang menguning, maka dia bersyukur pada Allah yang telah memberkati sawah dan padinya. Sambil menatap bintang di langit dia berusaha mencari tanda musim yang diberikan Allah. Kedekatan dengan Allah membuat hatinya tenang dan damai penuh kepasrahan. Dia percaya bahwa semua sudah diatur oleh Allah, manusia hanya sebatas menjalankan saja apa yang seharusnya dijalankan.

Allah bagi pak Karto menjadi jauh ketika dia masuk dalam ibadat suatu agama. Dalam agama Allah menjadi penguasa yang jauh dan tidak tersentuh. Pak Karto tidak lagi bebas mengungkapkan apa yang dirasakannya seperti yang biasa dijalani. Semua harus sesuai dengan tata aturan yang sudah baku. Doa-doa diatur sedemikian rupa dan dia hanya mengikuti saja. Tidak bisa mengungkapkan apa yang sedang dirasakan. Saat sawahnya terendam air sehingga benih jagungnya membusuk, tapi dia diminta untuk bernyanyi dengan suara keras “Alleluya. Alleluya” atau “Pujilah Tuhan. Pujilah Tuhan,” Bagaimana dia dapat memuji Tuhan bila hatinya sedang gundah? Allah harus dihormati sedemikian rupa sehingga dia tidak dapat mengatakan kata yang dikategorikan tidak sopan. Bahkan Allah perlu dibela bila ada orang yang berani mengatakan sesuatu yang dianggap salah tentang Dia. Dia pun bingung mengapa disuruh berlutut, duduk, atau berdiri? Aturan ini sering berganti-ganti. Apakah bedanya ketika sedang berdoa tobat orang berdiri atau berlutut? Kalau tidak ada bedanya mengapa beberapa kali diganti? Dalam doa menurut agama, pak Karto telah kehilangan Allahnya yang dihayati sangat personal. Allah yang seperti alam yang telah menyatu dengan dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger