Setelah bapak pensiun kondisi keuangan kami sangat memprihatinkan. Bapak adalah seorang yang teguh dalam memegang prinsip. Sebagai pegawai negeri yang bertugas memeriksa keuangan di kantor-kantor cabang seluruh Jawa sebetulnya jabatan bapak sangat diincar oleh banyak orang sebab dapat memberikan penghasilan tambahan diluar gajinya yang kecil. Tapi bapak tegas dan menjunjung tinggi prinsip hidupnya untuk bekerja dengan jujur. Dia tidak mau menerima uang yang bukan menjadi haknya. Dia bangga bahwa dia bisa tahan terhadap godaan untuk korupsi. Beberapa temannya jauh lebih kaya dibandingkan kami, tapi bapak mengatakan bahwa kejujuran sangat penting dalam hidup. Akibat menjunjung tinggi kejujuran maka bapak disingkirkan oleh teman-temannya dan hidup kami sangat kekurangan.
Menjelang pensiun bapak menyerahkan rumah dinasnya agar dipakai oleh temannya. Baginya rumah dinas bukanlah miliknya. Bapak tidak peduli ketika ibu protes mengapa beberapa temannya tetap mendiami rumah dinas meski sudah pensiun. Dengan uang pensiun yang kecil dimana anak-anak masih membutuhkan biaya untuk sekolah, tidak mempunyai rumah sehingga harus kontrak maka hidup menjadi sangat berat. Belum lagi nenek, kakek dan beberapa kerabat ikut keluarga kami, sehingga hidup semakin berat. Tidak jarang kami kehabisan beras. Dalam situasi seperti itu ibu tetap berusaha menguatkan kami. Ibu selalu mengatakan agar kami jangan kuatir tidak bisa makan. Dia selalu mengatakan “ono dino ono upo,” (ada hari ada nasi). Sampai suatu hari tidak ada nasi sama sekali, maka ibu menyediakan ubi. Ketika kutanya mengapa kok makan ubi? Ibu mengatakan “ora ono sego ono telo” (tidak ada nasi masih ada ketela). Dalam situasi sulit ibu selalu memiliki harapan akan hari esok yang lebih baik. Harapan inilah yang menguatkan kami untuk bertahan.
“Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai.” (Mat 6:31). Yesus bersabda agar kita jangan kuatir dengan banyak hal, sebab Allah akan memelihara kita. Manusia adalah ciptaanNya yang paling berharga, sehingga Allah menciptakan manusia setelah Dia menciptakan semuanya, sehingga manusia dapat hidup. Sabda Yesus ini dapat ditangkap salah oleh orang. Dengan keyakinan jangan kuatir, maka dia menyerahkan semuanya kepada Allah tanpa mau berusaha. Seorang yang sakit dia mengatakan bahwa Allah pasti menyembuhkan, maka dia tidak mau pergi ke dokter untuk berobat. Inilah salah satu contoh kesalahan dalam menafsirkan sabda Yesus.
Yesus mengajar agar kita jangan kuatir bukan berarti bahwa Dia akan menyediakan segala kebutuhan kita tanpa kita berusaha. Kekuatiran dapat membuat orang hidup menjadi pesimis. Dia takut untuk menghadapi dan melakukan segala sesuatu sebab kuatir gagal. Dia menghadapi hidup dengan berat sebab merasa bahwa segalanya telah berakhir. Orang yang tidak kuatir selalu memiliki harapan. Harapan ini mendorong orang untuk berusaha lebih giat lagi. Dia tidak mudah putus asa seperti ibu yang kreatif mengganti upo dengan telo. Dia masih mempunyai semangat untuk terus berjuang meski semua jalan terlihat buntu. Harapan terbesar adalah keyakinan bahwa Allah melindungi dan tidak akan meninggalkan umatNya.
Ibu tidak kuatir akan mati kelaparan sebab mempunyai keyakinan bahwa Allah tidak akan pernah meninggalkan umatNya. Bapak dan ibu dapat dikatakan bukan pemeluk agama yang aktif. Mereka hanya mencantumkan agama di KTP. Tapi mereka berdua mengikuti ajaran falsafah Jawa dan salah satu yang dihayati adalah “Gusti ora nate sare” (Allah tidak pernah tidur). Keyakinan bahwa Allah selalu terjaga, melihat dan memperhatikan umatNya sehingga membuat mereka yakin bahwa akan mampu keluar dari aneka masalah hidup. Keyakinan ini pula yang membuat bapak tegas dalam menjunjung prinsip kejujuran di kantornya walau menghadapi tantangan. Kekuatiran timbul disebabkan kita tidak yakin akan kuasa dan perlindungan Allah pada umatNya.
Menjelang pensiun bapak menyerahkan rumah dinasnya agar dipakai oleh temannya. Baginya rumah dinas bukanlah miliknya. Bapak tidak peduli ketika ibu protes mengapa beberapa temannya tetap mendiami rumah dinas meski sudah pensiun. Dengan uang pensiun yang kecil dimana anak-anak masih membutuhkan biaya untuk sekolah, tidak mempunyai rumah sehingga harus kontrak maka hidup menjadi sangat berat. Belum lagi nenek, kakek dan beberapa kerabat ikut keluarga kami, sehingga hidup semakin berat. Tidak jarang kami kehabisan beras. Dalam situasi seperti itu ibu tetap berusaha menguatkan kami. Ibu selalu mengatakan agar kami jangan kuatir tidak bisa makan. Dia selalu mengatakan “ono dino ono upo,” (ada hari ada nasi). Sampai suatu hari tidak ada nasi sama sekali, maka ibu menyediakan ubi. Ketika kutanya mengapa kok makan ubi? Ibu mengatakan “ora ono sego ono telo” (tidak ada nasi masih ada ketela). Dalam situasi sulit ibu selalu memiliki harapan akan hari esok yang lebih baik. Harapan inilah yang menguatkan kami untuk bertahan.
“Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai.” (Mat 6:31). Yesus bersabda agar kita jangan kuatir dengan banyak hal, sebab Allah akan memelihara kita. Manusia adalah ciptaanNya yang paling berharga, sehingga Allah menciptakan manusia setelah Dia menciptakan semuanya, sehingga manusia dapat hidup. Sabda Yesus ini dapat ditangkap salah oleh orang. Dengan keyakinan jangan kuatir, maka dia menyerahkan semuanya kepada Allah tanpa mau berusaha. Seorang yang sakit dia mengatakan bahwa Allah pasti menyembuhkan, maka dia tidak mau pergi ke dokter untuk berobat. Inilah salah satu contoh kesalahan dalam menafsirkan sabda Yesus.
Yesus mengajar agar kita jangan kuatir bukan berarti bahwa Dia akan menyediakan segala kebutuhan kita tanpa kita berusaha. Kekuatiran dapat membuat orang hidup menjadi pesimis. Dia takut untuk menghadapi dan melakukan segala sesuatu sebab kuatir gagal. Dia menghadapi hidup dengan berat sebab merasa bahwa segalanya telah berakhir. Orang yang tidak kuatir selalu memiliki harapan. Harapan ini mendorong orang untuk berusaha lebih giat lagi. Dia tidak mudah putus asa seperti ibu yang kreatif mengganti upo dengan telo. Dia masih mempunyai semangat untuk terus berjuang meski semua jalan terlihat buntu. Harapan terbesar adalah keyakinan bahwa Allah melindungi dan tidak akan meninggalkan umatNya.
Ibu tidak kuatir akan mati kelaparan sebab mempunyai keyakinan bahwa Allah tidak akan pernah meninggalkan umatNya. Bapak dan ibu dapat dikatakan bukan pemeluk agama yang aktif. Mereka hanya mencantumkan agama di KTP. Tapi mereka berdua mengikuti ajaran falsafah Jawa dan salah satu yang dihayati adalah “Gusti ora nate sare” (Allah tidak pernah tidur). Keyakinan bahwa Allah selalu terjaga, melihat dan memperhatikan umatNya sehingga membuat mereka yakin bahwa akan mampu keluar dari aneka masalah hidup. Keyakinan ini pula yang membuat bapak tegas dalam menjunjung prinsip kejujuran di kantornya walau menghadapi tantangan. Kekuatiran timbul disebabkan kita tidak yakin akan kuasa dan perlindungan Allah pada umatNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar