Sabtu, 09 Oktober 2010

MARIA DI PERKAWINAN KANA: KERJA SAMA


Catatan ini adalah catatan terakhir saya tentang Maria dalam perkawinan yang di Kana di Galilea. Terjadinya mujijat perubahan air menjadi anggur disebabkan adanya kerja sama antara banyak pihak. Maria adalah pribadi yang memaparkan masalah, Yesus yang menyelesaikan masalah dan para pelayan yang melayani apa kehendak Yesus. Adanya kerja sama diantara mereka maka ada orang yang dapat tertolong. Dalam kerja sama ini peran Maria sangat penting, sebab dia yang mengkoordinir kerja sama itu sehingga dapat berjalan dengan baik. Dia menjadi jembatan antara Yesus dengan para pelayan yang mewakili manusia di dunia ini.

Kerja sama sangat penting dalam menyelesaikan aneka masalah di dunia. Dalam kerja sama ada satu tujuan yang ingin dicapai bersama. Ada orang-orang yang sepakat untuk mencapai tujuan itu. Ada orang-orang yang ditempatkan secara tepat pada posisinya untuk melakukan tugas yang harus dijalankan. Ada sistem yang menunjang agar kerja sama itu dapat berjalan dengan baik. Terlebih adanya koordinator yang mengatur semua itu. Bila salah satu tidak dijalan atau tidak ada, maka kerja sama berubah menjadi kerja bersama-sama. Hal inilah yang sering terjadi di masyarakat.

Pada umumnya, artinya tidak selalu harus terjadi seperti itu, mujijat terjadi disebabkan adanya kerja sama antara manusia dengan Allah. Ada manusia yang membutuhkan pertolongan dan ada Allah yang ingin menolong. Dalam Injil beberapa kali Yesus melakukan mujijat karena terdorong oleh belas kasihNya pada manusia yang sedang menderita. Mereka tidak meminta tolong padaNya. Misalnya membangkitkan pemuda di Naim (Luk 7:11-16), mujijat pergandaan roti dan sebagainya. Sebaliknya ada pula orang yang terus menerus memohon belas kasih Allah tapi dia tidak mendapatkannya. Dalam Mazmur ada beberapa ungkapan orang yang meminta tolong tapi Allah seperti tidak peduli akan keluh kesah orang yang sedang menderita. Pada umumnya mujijat terjadi karena ada orang yang memohon pada Allah dan Allah mengabulkannya.

Dalam kerja sama membutuhkan kerendahan hati untuk siap mendengarkan pendapat orang lain. P van Bremen seorang imam ahli fisika nuklir menulis dalam bukunya yang berjudul “Kupanggil Engkau Dengan Namamu” bahwa manusia pada umumnya ingin berbicara daripada mendengarkan. Kadang demi sopan santun atau kesepakatan bersama maka dia berusaha mendengarkan ketika orang berbicara tapi di dalam dirinya sebetulnya dia sibuk menyusun argumen dan pendapatnya sendiri. Akibatnya dia tidak mendengarkan dengan sepenuh hati. Untuk menjadi seorang pendengar dibutuhkan keberanian untuk melepaskan pendapat atau alasan yang tersusun di kepala dan memusatkan perhatian pada pembicaraan.

Selain itu dalam kerja sama semua orang meleburkan diri satu dengan yang lain sehingga menjadi satu gerakan bersama. Banyak orang berusaha menonjolkan diri dan menjadi pusat dari suatu kerja sama, sehingga apa yang dilakukan untuk menunjukkan siapa dirinya. Dia merasa bahwa dirinyalah yang paling berperan dalam kerja sama. Jika demikian maka dia sudah merendahkan orang lain dan memposisikan orang lain sebagai pembantu segala rancangannya. Yesus mengajarkan kerendahan hati dengan menjadi pelayan bagi sesama. “Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu.” (Mat 20:26-27)

Maria memberikan teladan bagaimana bekerja sama dengan baik. Dengan sikap rendah hatinya, maka dia tidak ingin menjadi pusat pergerakkan. Dia menganggap semua orang penting dan memberikan peran sesuai dengan bidangnya. Dia pun tidak ikut campur apa yang dapat dilakukan oleh orang lain. Dalam kerja sama dengan Yesus dia pun tidak memaksa Yesus untuk melakukan seperti yang diinginkannya, sehingga Yesus dapat melakukan apa yang dikehendakiNya bukan kehendak Maria. Maka rendah hati merupakan modal awal yang sangat penting dalam melakukan kerja sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger