Perempuan Kanaan ketika melihat Yesus dia berteriak "Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita." (Mat 15:22). Dalam Injil beberapa kali Yesus menyembuhkan orang yang kerasukan setan. Orang yang dianggap kerasukan setan dia dapat berbahaya (Mat 8:28), mereka bisu dan tuli (Mat 12:22), sakit ayan sehingga membahayakan dirinya (Mat 17:15-18). Matius tidak menjelaskan sakit apa yang sedang diderita oleh anak itu. Tapi kemungkinan sakit itu sudah parah dan bertahun-tahun sehingga merepotkan ibunya. Mungkin juga sakit itu membuat ibunya menjadi malu dan terbeban. Dalam beberapa peristiwa ditampilkan ibu-ibu yang memohon kesembuhan bagi anaknya. Mungkin budaya saat itu ibulah yang bertanggungjawab merawat anak yang sakit. Maka merekalah yang sering tampil untuk memohon pada Yesus kesembuhan bagi anaknya.
Perempuan Kanaan itu mengatakan “Kasihanilah aku,” Dia tahu bahwa Yesus adalah orang yang penuh belas kasih. Dia beberapa kali melakukan mujijat karena didorong oleh rasa belas kasih. Orang dapat jatuh kasihan bila melihat orang yang menderita. Rasa kasihan ini tidak terkait dengan iman. Siapapun dapat merasakan hal itu. Orang pun dapat menunjukkan penderitaannya supaya mendapat belas kasih sesamanya. Bahkan ada orang yang sengaja “menjual” penderitaan agar mendapat belas kasihan. Beberapa kali aku menemui orang semacam ini. Bagiku mereka bermental pengemis. Orang yang kurang memiliki semangat juang untuk keluar dari masalah hidupnya tapi lebih suka bergantung pada orang lain.
Ke-diam-an Yesus mungkin Dia hendak menguji sampai dimana kekuatan permohonan perempuan Kanaan itu. Beberapa kali orang yang memohon belaskasihan mereka pergi setelah mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Ternyata perempuan ini bukanlah perempuan biasa. Dia bersujud di depan Yesus dan berkata, “Tuhan tolonglah aku.” Kalimat yang sama muncul dalam Matius sebanyak 3 kali. Pertama oleh para murid yang sangat ketakutan ketika perahu mereka diterjang badai (Mat 8:25) dan diucapkan Petrus ketika akan tenggelam (Mat 14:30). Sebuah ungkapan keputusasaan dan kurang percaya pada Yesus, sehingga Yesus menegur mereka. Dalam peristiwa perempuan Kanaan, Yesus tidak menegur iman perempuan itu. Dia mengatakan pernyataan yang semakin keras. Tapi perempuan itu tampaknya tidak terpengaruh kata-kata Yesus. Dia tetap teguh dalam pendiriannya. Dia bukan mencari perhatian atau bermental pengemis, tapi dia adalah orang yang bersandar penuh pada Yesus.
Ketika kita sedang menanggung penderitaan sering kita berdoa pada Allah agar Dia berbelas kasih pada kita sehingga kita dapat terbebas dari penderitaan yang sedang kita tanggung. Tidak jarang kita menunjukkan apa saja yang harus kita tanggung. Kita berharap dengan banyaknya penderitaan maka Allah akan semakin berbelas kasih dan semakin cepat menolong. Dalam doa sebetulnya kita bukan mencari belas kasihan dari Allah melainkan kita bersandar padaNya. Kita mencari kehendak dan berserah padaNya. Yesus tahu bahwa saat yang sangat mengerikan akan segera tiba. Dia tidak memaparkan penderitaan yang akan dilaluiNya tapi menyerahkan semua kepada Bapa. "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi. (Luk 22:42). Dia tidak mencari belas kasihan dari Bapa tapi Dia menyerahkan seluruh hidupNya kepada Bapa.
“Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.” (Rm 8:26) Rasul Paulus menekankan peran Roh yang akan berdoa untuk mengucapkan penderitaan kita. Dengan demikian kita tidak perlu repot memaparkan penderitaan kita, sebab Roh yang akan berbicara pada Allah. Kita hanya membutuhkan iman yang tidak tergoyahkan dan kekuatan untuk terus bersandar pada Yesus, meski semua tampak mustahil. Perempuan Kanaan mengubah doanya dari meminta-minta menjadi ungkapan iman yang tidak tergoyahkan.
Perempuan Kanaan itu mengatakan “Kasihanilah aku,” Dia tahu bahwa Yesus adalah orang yang penuh belas kasih. Dia beberapa kali melakukan mujijat karena didorong oleh rasa belas kasih. Orang dapat jatuh kasihan bila melihat orang yang menderita. Rasa kasihan ini tidak terkait dengan iman. Siapapun dapat merasakan hal itu. Orang pun dapat menunjukkan penderitaannya supaya mendapat belas kasih sesamanya. Bahkan ada orang yang sengaja “menjual” penderitaan agar mendapat belas kasihan. Beberapa kali aku menemui orang semacam ini. Bagiku mereka bermental pengemis. Orang yang kurang memiliki semangat juang untuk keluar dari masalah hidupnya tapi lebih suka bergantung pada orang lain.
Ke-diam-an Yesus mungkin Dia hendak menguji sampai dimana kekuatan permohonan perempuan Kanaan itu. Beberapa kali orang yang memohon belaskasihan mereka pergi setelah mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Ternyata perempuan ini bukanlah perempuan biasa. Dia bersujud di depan Yesus dan berkata, “Tuhan tolonglah aku.” Kalimat yang sama muncul dalam Matius sebanyak 3 kali. Pertama oleh para murid yang sangat ketakutan ketika perahu mereka diterjang badai (Mat 8:25) dan diucapkan Petrus ketika akan tenggelam (Mat 14:30). Sebuah ungkapan keputusasaan dan kurang percaya pada Yesus, sehingga Yesus menegur mereka. Dalam peristiwa perempuan Kanaan, Yesus tidak menegur iman perempuan itu. Dia mengatakan pernyataan yang semakin keras. Tapi perempuan itu tampaknya tidak terpengaruh kata-kata Yesus. Dia tetap teguh dalam pendiriannya. Dia bukan mencari perhatian atau bermental pengemis, tapi dia adalah orang yang bersandar penuh pada Yesus.
Ketika kita sedang menanggung penderitaan sering kita berdoa pada Allah agar Dia berbelas kasih pada kita sehingga kita dapat terbebas dari penderitaan yang sedang kita tanggung. Tidak jarang kita menunjukkan apa saja yang harus kita tanggung. Kita berharap dengan banyaknya penderitaan maka Allah akan semakin berbelas kasih dan semakin cepat menolong. Dalam doa sebetulnya kita bukan mencari belas kasihan dari Allah melainkan kita bersandar padaNya. Kita mencari kehendak dan berserah padaNya. Yesus tahu bahwa saat yang sangat mengerikan akan segera tiba. Dia tidak memaparkan penderitaan yang akan dilaluiNya tapi menyerahkan semua kepada Bapa. "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi. (Luk 22:42). Dia tidak mencari belas kasihan dari Bapa tapi Dia menyerahkan seluruh hidupNya kepada Bapa.
“Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.” (Rm 8:26) Rasul Paulus menekankan peran Roh yang akan berdoa untuk mengucapkan penderitaan kita. Dengan demikian kita tidak perlu repot memaparkan penderitaan kita, sebab Roh yang akan berbicara pada Allah. Kita hanya membutuhkan iman yang tidak tergoyahkan dan kekuatan untuk terus bersandar pada Yesus, meski semua tampak mustahil. Perempuan Kanaan mengubah doanya dari meminta-minta menjadi ungkapan iman yang tidak tergoyahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar