Minggu, 17 Oktober 2010

SUWUK NENEK

Konon nenek dari pihak ibu adalah seorang yang sakti. Tapi bagiku nenek adalah tempat berlindung bila sedang aku dimarahi atau orang yang selalu memanjakan kami, cucunya, dengan kue-kue. Beberapa orang percaya bila sakit dan disuwuk nenek maka akan sembuh. Disuwuk adalah ketika nenek meniup kepala orang yang sakit sambil mulutnya berkumat kamit membaca mantera. Setelah itu orang yang disuwuk diberi segelas air putih untuk diminum. Kadang kala nenek juga meminum air sedikit lalu disemburkan kekepala orang yang sedang sakit. Bagiku cukup menjijikan, sebab nenek suka sekali makan sirih, sehingga bibirnya merah kehitaman. Di ujung bibirnya terselip segumpal tembakau yang digulung sebesar bola bekel. Aku membayangkan bila kepala ditiup nenek tentu akan menimbulkan bau yang kurang nyaman. Apalagi bila disembur oleh air yang sudah dikumurnya.

Bapak dan ibu melarang nenek menyuwuk kami, sebab bagi mereka itu hal yang kotor. Maka sekalipun aku belum pernah disuwuk nenek. Bagi bapak dan ibu kalau sakit harus pergi ke dokter bukan disembur oleh air dari mulut nenek atau ditiup kepalanya. Tapi kadang aku ingin disuwuk daripada harus ke dokter dan disuntik. Atau harus minum puyer yang pahit. Sekali suwuk maka penyakit hilang tanpa rasa sakit sama sekali sedangkan bila ke dokter harus disuntik dan minum obat selama beberapa hari. Tapi bapak dan ibu tidak percaya akan hal seperti itu.

Apakah suwuk nenek sangat manjur? Bagi beberapa orang memang manjur tapi bagiku tidak sebab aku diajar untuk tidak percaya. Kesembuhan bukan karena kesaktian suwuk nenek tapi karena kepercayaan orang yang datang. Berulang kali Yesus dalam proses penyembuhan bersabda, “imanmu menyelematkan engkau,”. Orang yang minta kesembuhan pada Yesus bukan hanya percaya tapi beriman. Iman adalah penyerahan diri secara total kepada Allah. Penyerahan diri ini dilakukan dengan bebas, utuh dan bertanggungjawab. Oleh karena iman terkait dengan Allah yang tidak dapat diindrai, maka iman bukan hanya sekedar pertimbangan akal budi melainkan ada dorongan Roh Allah sendiri. Allah adalah Roh (2Kor 3:17) maka yang dapat membuat kita berserah dan menyatu denganNya adalah Roh.

Dengan iman kita dapat melakukan segala hal yang besar, tetapi Yesus sendiri bila kita masih memiliki iman. “Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?" (Luk 18: 8). Agama Katolik memang sudah menyebar di seluruh dunia dan berjuta orang mengaku beriman Katolik. Tapi apakah orang yang mengaku Katolik sungguh beriman? Bila sungguh maka keraguan Yesus dapat dinyatakan salah. Bila keraguan Yesus benar, maka apakah orang Katolik tidak beriman lalu apa? Mungkin kita masih dalam batas percaya bahwa Yesus adalah Juru selamat. Kita percaya akan Allah Bapa dan Roh Kudus. Kita percaya tapi belum beriman. Kita belum menyerahkan seluruh diri dan hidup kita pada Allah. Kita berdoa pada Allah tapi dalam pikiran kita muncul keraguan akan doa-doa kita. Atau pengalaman hidup membuat kita meragukan doa-doa kita. Pengalaman hidup dimana kita pernah berdoa tapi segala doa kita tidak terjawab atau ada pengalaman dimana pemeluk agama lain dapat mudah mendapat berkah dari Allah. Seolah bila dia berdoa Allahnya selalu langsung mengabulkannya. Semua ini membuat kita menjadi ragu akan iman kita.

Iman memang membutuhkan akal budi untuk mempertanggungjawabkannya agar kita tidak beriman secara membabi buta. Tapi dalam beriman tidak perlu kita berusaha meragukannya dengan akal budi. Naaman merasa terhina ketika disuruh mandi di sungai Yordan, sebab dia melihat bahwa sungai di Damsyik jauh lebih bagus daripada sungai Yordan. Seandainya dia mempertahankan pertimbangannya maka dia tidak akan mendapat kesembuhan. Petrus yang mampu berjalan di atas air yang sedang diterjang badai pun akhirnya tenggelam setelah menjadi ragu. Bila suwuk nenek dapat menyembuhkan apalagi kuasa Yesus. Hanya kita kurang beriman sehingga harapan yang kita hunjukkan pada Allah tidak terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger