Rabu, 20 Oktober 2010

DONGENG

Pada waktu aku masih kecil sarana hiburan masih sangat terbatas. Di rumah kami ada sebuah radio transistor kecil. Itu pun selalu berada di dekat bapak duduk, sebab bapak sangat senang mendengarkan lagu keroncong atau siaran sepak bola. Bila sudah tenggelam dalam lagu keroncong atau siaran sepak bola maka tidak ada orang yang berani mengusiknya. Ada pula TV 12” hitam putih. Tapi kami jarang menonton sebab siarannya membosankan. Acara TV terasa sangat monoton. Aku paling suka nonton film minggu siang seperti Little House, Combat, dan sebagainya. Sedang malam hari jarang menonton sebab selain acaranya jelek kami juga harus belajar. Bapak punya alasan membatasi menyetel TV yaitu untuk menghemat listrik. Jadi setelah belajar kami lebih sering bermain dengan teman-teman atau mendengarkan ibu mendongeng.

Dalam mendongeng ibu bukan hanya menceritakan tokoh-tokoh dongeng tapi juga menyisipkan ajaran mengenai kehidupan. Terlebih bila kami hari itu membuat masalah, maka dongeng pasti akhirnya akan menyentuh masalah itu. Nasehat tentang kenakalan kami dikemas dalam sebuah dongeng, sehingga kami tidak merasa sedang ditegur atau dimarahi. Kadang kami sampai tertidur mendengarkan nasehat itu. Nasehat itu dapat tertanam dalam diri kami sebab kami menerimanya tanpa paksaan dan mendengarkan dengan penuh minat. Kami membuka hati kami sehingga nasehat itu gampang dicerna.

Saat ini banyak orang mengeluh bahwa sepulang dari mengikuti ekaristi dia merasa tidak mendapatkan apa-apa. Maksudnya ialah bahwa dia tidak tersentuh oleh kotbah imam yang mempersembahkan misa. Kotbah bukanlah puncak perayaan ekaristi. Tapi sering kali kotbah menjadi tolok ukur bagi seseorang untuk mengatakan bahwa dia mendapat atau tidak mendapat sesuatu bagi dirinya. Ada umat yang memiliki romo favorit tapi ada juga yang sebaliknya, sehigga bila dia melihat romo tersembut yang mempersembahkan misa maka dia akan segera pulang tanpa mengikuti ekaristi.

Kotbah adalah pengajaran bagaimana agar Injil dapat hidup di jaman ini. Injil sebagai sabda Allah dapat meyapa umat dan menjadi tuntunan bagi umat agar hidup lebih baik sebagai perwujudan imannya. Dalam mendengarkan kotbah dibutuhkan sikap rendah hati untuk membuka diri. Sehebat-hebatnya seorang romo dalam berkotbah tapi bila kita sudah menutup diri maka semua kehebatan itu tidak akan tampak. Sama saja bila ibu sedang marah dan mengomel panjang lebar, meski apa yang dikatakan adalah benar dan baik bagiku, tapi karena aku sudah menutup diri maka semua akan berlalu begitu saja. Lain halnya bila semua itu dikatakan dalam dongeng, dimana aku sangat berminat, sehingga aku dapat meresapkan semua perkataan itu dalam hati. Dengan demikian dalam hal ini yang perlu diubah adalah sikap batin kita pada saat mendengarkan. Sikap batin yang tidak menilai melainkan terbuka dan penuh minat.

Hal yang sama juga ketika membaca Kitab Suci. Banyak orang enggan membaca Kitab Suci sebab merasa bosan, sebab merasa sudah tahu ceritanya atau melihatnya masa lalu sehingga buat apa membaca kisah masa lalu. Ada pula yang mengatakan bahwa bahasa Kitab Suci tidak menarik. Memang cerita Kitab Suci dapat dikatakan tidak menarik. Kisah Elia yang diceritakan kembali oleh Paulo Coelho dalam novelnya “Gunung Kelima” jauh lebih menarik daripada kisah Elia yang ada dalam Kitab Suci. Tapi meski menarik novel itu tidak dapat menjadi sumber. Setelah selesai membaca aku merasa kagum tapi hidupku tidak terpengaruh olehnya. Hal ini berbeda bila kita membaca Kitab Suci yang dapat menjadi sumber air yang tidak akan ada habisnya.

Membaca Kitab Suci adalah membaca Sabda Allah. Kita sedang mendengarkan Allah yang bersabda. Untuk itu kita perlu membuka hati dengan penuh minat. Mengosongkan diri sehingga pikiran kita tidak sibuk dengan aneka tafsir atau pemikiran sendiri. Kita seperti bagai bejana tanah liat yang siap menampung tetes demi tetes Sabda Allah dan meresapkan dalam hati. Suatu saat tetesan yang telah meresap akan muncul kembali dalam hidup tanpa kita sadari sehingga kita berjalan sesuai dengan SabdaNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger