Saat ini banyak orang sedang ribut berebut untuk menjadi pemimpin kota. Foto-foto mereka dipasang di berbagai sudut kota. Disekitar foto mereka yang tampak ramah, ditulis slogan-slogan dan panggilan-panggilan yang tampak sangat familiar bagi orang yang membacanya. Mereka ingin menampilkan sosok pemimpin yang dekat dengan rakyat dan membela rakyat miskin. Entah mengapa fokus pada rakyat miskin seolah rakyat kaya tidak dipedulikan. Padahal merekalah yang mendukung dana untuk membuat semua biaya dalam mencalonkan diri sebagai pemimpin kota. Desas desus yang beredar untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin butuh dana milyardan rupiah. Dari mana mereka mendapat dana sebesar itu bila tidak dari orang kaya? Tidak jarang setelah menjadi pemimpin semua slogan, panggilan dan keramahan menjadi hilang.
Yesus adalah seorang pemimpin sejati. Dia tidak pernah membuat slogan palsu atau menawarkan sebuah panggilan untuk sekedar keakraban palsu. Dia membuat slogan pada awal misiNya (Luk 4:18-19) dan itu dilaksankan secara konsekwen sepanjang hidupnya. Segala panggilan diberikan oleh rakyat maupun iblis sebab mereka tahu apa yang sudah dikerjakan olehNya atau tahu darimana asalNya. Dia tidak membuat sesuatu demi mengajak orang bermimpi tapi demi orang menjadi lebih baik.
Puncak keteladanan kepemimpinan adalah pada saat Dia mengadakan perjamuan terakhir. Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari Yesus bagaimana menjadi pemimpin sejati. Pemimpin adalah orang yang sadar akan dirinya. Dia boleh melakukan tindakan yang dianggap rendah tapi tetap sadar akan statusnya. Yesus mencuci kaki para murid, suatu hal yang seharusnya dikerjakan oleh para murid bagi gurunya atau oleh seorang budak bagi tuannya. Tapi Dia tetap sadar siapa diriNya. “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan.” (Yoh 13:13). Kesadaran akan status diri membuat seorang pemimpin berusaha terus memposisikan dirinya sesuai dengan statusnya. Bila seorang pemimpin korupsi dia tidak menyadari diri sebagai pemimpin sebab tindakannya menunjukkan dirinya adalah pencuri. Seorang ayah yang kejam tidak menyadari status dirinya sebagai ayah sebab menampilkan sosok dirinya sebagai algojo yang kejam.
Pemimpin seorang yang mau melakukan lebih dulu apa yang dihindari oleh orang lain. Mencuci kaki adalah pekerjaan seorang budak. Pekerjaan yang hina. Banyak orang menghindar untuk melakukan pekerjaan yang dianggap rendah. Orang ingin melakukan pekerjaan yang dianggap hebat dan dikagumi banyak orang. Orang senang bila menjadi ketua atau pejabat di sekitar kekuasaan. Tapi banyak orang menghindar bila diminta untuk melakukan hal sederhana yang tidak diperhitungkan banyak orang. Orang mengeluh akan tempat yang kotor, tapi dia enggan untuk mengambil sapu dan membersihkannya. Dia beralasan bahwa itu bukan tugasnya. Yesus melakukan apa yang bukan menjadi tugasNya.
Pemimpin adalah seorang yang memberi teladan. Moh Hatta dalam sebuah catatannya ingin sekali membeli sebuah sepatu tapi sepatu itu sangat mahal, maka dia hanya menulis saja keinginannya. Dia ingin memberi teladan hidup sederhana, maka meski dia adalah seorang wakil presiden tidak hidup bermewah dari hasil tidak jelas. Gandhi mengajak orang India untuk swadaya maka dia pun memintal bajunya sendiri. Keteladanan sangat dibutuhkan oleh rakyat. Yesus mengajarkan pengampunan maka Dia mengampuni semua orang yang telah menyalibkan Dia.
Seorang pemimpin memberikan dirinya untuk orang yang dipimpin. Seperti seorang gembala yang memberikan dirinya untuk domba yang digembalakan (Yoh 10:11-13). Memberikan diri artinya ingin agar orang yang dipimpinnya selamat lebih dulu. Seperti seorang kapten kapal yang harus menjadi orang terakhir menyelamatkan diri bila kapalnya tenggelam. Memberikan diri mengandaikan dia tidak egois. Hanya memikirkan dirinya melainkan memikirkan kepentingan orang banyak. Segala kepentingan diri dikalahkan demi kepentingan dan kebahagiaan orang banyak. Bahkan dia rela mengurbankan diri demi kepentingan orang banyak. Seperti Yesus yang rela mati demi keselamatan umat manusia.
Bagaimana dengan kita? Kita semua adalah pemimpin entah dalam lingkup kecil atau besar. Apakah sebagai orang tua kita sudah berani memberikan teladan bagi anak-anak dan berani meninggalkan kepentingan diri demi anak-anak? Apakah kita berani melakukan hal yang sederhana yang dihindari oleh orang lain? Atau kita bangga dengan status sebagai pemimpin seperti yang ditawarkan oleh para pemimpin saat ini?
Yesus adalah seorang pemimpin sejati. Dia tidak pernah membuat slogan palsu atau menawarkan sebuah panggilan untuk sekedar keakraban palsu. Dia membuat slogan pada awal misiNya (Luk 4:18-19) dan itu dilaksankan secara konsekwen sepanjang hidupnya. Segala panggilan diberikan oleh rakyat maupun iblis sebab mereka tahu apa yang sudah dikerjakan olehNya atau tahu darimana asalNya. Dia tidak membuat sesuatu demi mengajak orang bermimpi tapi demi orang menjadi lebih baik.
Puncak keteladanan kepemimpinan adalah pada saat Dia mengadakan perjamuan terakhir. Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari Yesus bagaimana menjadi pemimpin sejati. Pemimpin adalah orang yang sadar akan dirinya. Dia boleh melakukan tindakan yang dianggap rendah tapi tetap sadar akan statusnya. Yesus mencuci kaki para murid, suatu hal yang seharusnya dikerjakan oleh para murid bagi gurunya atau oleh seorang budak bagi tuannya. Tapi Dia tetap sadar siapa diriNya. “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan.” (Yoh 13:13). Kesadaran akan status diri membuat seorang pemimpin berusaha terus memposisikan dirinya sesuai dengan statusnya. Bila seorang pemimpin korupsi dia tidak menyadari diri sebagai pemimpin sebab tindakannya menunjukkan dirinya adalah pencuri. Seorang ayah yang kejam tidak menyadari status dirinya sebagai ayah sebab menampilkan sosok dirinya sebagai algojo yang kejam.
Pemimpin seorang yang mau melakukan lebih dulu apa yang dihindari oleh orang lain. Mencuci kaki adalah pekerjaan seorang budak. Pekerjaan yang hina. Banyak orang menghindar untuk melakukan pekerjaan yang dianggap rendah. Orang ingin melakukan pekerjaan yang dianggap hebat dan dikagumi banyak orang. Orang senang bila menjadi ketua atau pejabat di sekitar kekuasaan. Tapi banyak orang menghindar bila diminta untuk melakukan hal sederhana yang tidak diperhitungkan banyak orang. Orang mengeluh akan tempat yang kotor, tapi dia enggan untuk mengambil sapu dan membersihkannya. Dia beralasan bahwa itu bukan tugasnya. Yesus melakukan apa yang bukan menjadi tugasNya.
Pemimpin adalah seorang yang memberi teladan. Moh Hatta dalam sebuah catatannya ingin sekali membeli sebuah sepatu tapi sepatu itu sangat mahal, maka dia hanya menulis saja keinginannya. Dia ingin memberi teladan hidup sederhana, maka meski dia adalah seorang wakil presiden tidak hidup bermewah dari hasil tidak jelas. Gandhi mengajak orang India untuk swadaya maka dia pun memintal bajunya sendiri. Keteladanan sangat dibutuhkan oleh rakyat. Yesus mengajarkan pengampunan maka Dia mengampuni semua orang yang telah menyalibkan Dia.
Seorang pemimpin memberikan dirinya untuk orang yang dipimpin. Seperti seorang gembala yang memberikan dirinya untuk domba yang digembalakan (Yoh 10:11-13). Memberikan diri artinya ingin agar orang yang dipimpinnya selamat lebih dulu. Seperti seorang kapten kapal yang harus menjadi orang terakhir menyelamatkan diri bila kapalnya tenggelam. Memberikan diri mengandaikan dia tidak egois. Hanya memikirkan dirinya melainkan memikirkan kepentingan orang banyak. Segala kepentingan diri dikalahkan demi kepentingan dan kebahagiaan orang banyak. Bahkan dia rela mengurbankan diri demi kepentingan orang banyak. Seperti Yesus yang rela mati demi keselamatan umat manusia.
Bagaimana dengan kita? Kita semua adalah pemimpin entah dalam lingkup kecil atau besar. Apakah sebagai orang tua kita sudah berani memberikan teladan bagi anak-anak dan berani meninggalkan kepentingan diri demi anak-anak? Apakah kita berani melakukan hal yang sederhana yang dihindari oleh orang lain? Atau kita bangga dengan status sebagai pemimpin seperti yang ditawarkan oleh para pemimpin saat ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar