Suatu hari Saul disuruh oleh ayahnya untuk mencari keledai-keledai mereka yang hilang. Ditemani seorang bujang, maka pergilah Saul mencari keledai-keledai itu. Namun mereka tidak mampu menemukannya. Dalam keputusaasaan Saul memutuskan untuk kembali, tapi bujangnya mengajak untuk menemui penglihat. Mereka berangkat kesana dan itulah awal perubahan hidup Saul. Dia bertemu dengan Samuel yang kelak akan menahbiskannya sebagai raja Yahudi (1Sam 9:3-..).
Perjalanan hidup seseorang tidak bisa diduga sebelumnya. Sebuah kejadian yang tidak terduga bisa mengubah jalan hidup seseorang. Menurut buku The Celentin's Phropecy, bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu yang kebetulan. Semua sudah masuk dalam suatu kerangka besar hidup. Saul tidak pernah menduga sebelumnya bahwa perutusan ayahnya untuk mencari keledai dan kegagalan usaha dalam pencarian itu ternyata suatu berkah yang mampu mengubah hidupnya bahkan lebih besar lagi perubahan sejarah bangsa Israel. Saul tidak pernah menduga bahwa dia akan menjadi raja, sebab dia hanyalah seorang pemuda yang berasal dari suku Benyamin, suku yang terkecil. Saul bahkan berasal dari kaum yang paling hina dari suku Benyamin (1Sam 9:21).
Dalam Perjanjian Baru kisah perubahan hidup yang senada ada dalam diri Paulus. Dia tidak pernah mengira bahwa dia akan menjadi seorang pewarta agama Kristen. Dia yang semula pergi ke Damsyik dengan penuh kebencian untuk menghancurkan umat Kristen, ternyata dalam perjalanan dia berubah total. Perjalanan ke Damsyik tidak hanya mengubah cara pandang Saulus terhadap kekristenan, namun lebih dari itu dia mengubah sejarah Kekristenan. Banyak orang mengakui bahwa Paulus merupakan tokoh kunci perkembangan agama Kristen. Jika tidak ada Paulus, mungkin agama Kristen masih merupakan agama kecil di Yahudi.
Sidharta Budha Gautama semula hanyalah seorang pangeran di sebuah kerajaan kecil. Suatu hari dia memutuskan untuk keluar dari istana dan mengadakan suatu perjalanan yang mampu mengubah hidupnya. Pertemuannya dengan orang miskin dan orang mati mampu mengubah pandangan hidupnya, bahkan keseluruhan pribadinya. Perjalanannya itu merupakan satu titik tolak atau titik balik yang mengubahnya.
Perjalanan dapat menjadi suatu perubahan dalam diri manusia. Suatu peristiwa entah suka atau duka, yang ditemukan dalam perjalanan dapat menjadi cahaya dalam hidup dan mengubah pola pikir manusia. Perubahan bisa frontal seperti Paulus atau Sidharta maupun seperti Saul. Perjalanan Saul mengubahnya dari seorang gembala menjadi seorang pemimpin Israel. Saulus yang semula orang musuh agama Kristen berubah menjadi tokoh kekristenan. Sidharta yang semula pangeran yang sangat terjamin hidupnya, berubah total menjadi pertapa yang hidup dalam kemiskinan. Perubahan bukan hanya soal yang menyangkut hal-hal lahiriah, melainkan keseluruhan cara hidup, pandangan, visi dan seluruh kepribadiannya.
Contoh di atas menunjukan bahwa perubahan hidup dimulai dengan sebuah perjalanan. Perubahan hidupku juga dimulai oleh suatu perjalanan. Semula keluargaku tinggal di Bogor yang merupakan daerah muslim yang taat. Suatu saat orang tuaku mendapat tugas di Surabaya, maka mulailah aku memasuki kota Surabaya. Disinilah aku berubah menjadi seorang Katolik dan lebih lanjut menjadi imam. Jika direnungkan, pilihan hidupku ini tidak masuk akal. Aneh. Aku yang dibesarkan dalam agama Islam yang bercampur kejawen memutuskan untuk menjadi Katolik. Aku yang tidak pernah memiliki cita-cita menjadi imam kemudian memutuskan menjadi imam. Kekatolikanku yang hanya terbatas pada misa di hari Natal saja, ternyata berani memutuskan diri untuk menjadi imam.
Aktifitasku terlibat dalam pertemanan dengan anak-anak jalanan dan kaum miskin lainnya juga dimulai dari suatu perjalanan. Aku bersama seorang teman berjalan ke terminal Joyoboyo untuk mencari seseorang. Di terminal aku mulai ngobrol dengan beberapa orang miskin dan perhatianku tertuju pada anak-anak miskin. Mulailah aku sedikit demi sedikit melakukan pertemanan dengan mereka hingga mengumpulkan mereka dan memiliki rumah singgah.
Memang keputusanku untuk menjadi Katolik dan menjadi imam dan terlibat dalam pertemanan dengan kaum miskin, tidak mutlak akibat perpindahan atau kepergianku itu. Saul bisa menjadi raja Israel dan Paulus bisa menjadi rasul juga bukan disebabkan hanya kepergian saja. Banyak hal-hal yang mengubah hidup dalam perjalanan itu. Seandainya Saul menemukan keledainya secepat mungkin, dia pasti akan kembali ke rumah orang tuanya dan mungkin dia akan tetap sebagai warga biasa. Demikian pula dengan Paulus, jika dia tidak mendapatkan penampakan di jalan, kemungkinan dia masih dikenang sebagai salah satu tokoh pembunuh umat Kristen. Maka perjalanan tidak bisa dijadikan tolok ukur suatu perubahan manusia. Pertemuan dengan orang lain dan aneka peristiwa yang direfleksi inilah yang menentukan sebuah perubahan. Seandainya Saul tidak bertemu dengan Samuel, mungkin dia hanya tetap akan menjadi penggembala. Seandainya Saulus tidak bertemu dengan Yesus mungkin dia akan melanjutkan perjuangannya membunuh orang Kristen. Pertemuan tidak langsung mengubah, melainkan perlu waktu untuk merenung. Saulus membutuhkan beberapa tahun untuk merenung sebelum keluar sebagai pewarta. Aneka peritiswa akan berlalu begitu saja jika tanpa sebuah permenungan yang sungguh-sungguh. Dalam buku Sang Alkemis karangan Paulo Coelho, dikatakan bahwa semua peristiwa itu biasa saja. Peristiwa akan menjadi baru dan mengubah jika direfleksikan.
Yesus mengajak orang untuk mengikuti Dia melakukan suatu perjalanan dari Galilea menuju ke Yerusalem. Untuk mengikuti Yesus hanya ada satu syarat yaitu keberanian untuk meninggalkan segala sesuatu, menyangkal diri sendiri dan memikul salib. Suatu syarat yang tidak mudah. Hal ini memang sengaja dilakukan Yesus sebab perjalanan yang dilakukanNya bukan suatu wisata melainkan pewartaan Kerajaan Allah. Perjalanan pertobatan dan pengampunan. Perjalanan belas kasih dan keberpihakan pada kaum miskin dan tertindas. Perjalanan menuju bukit Golgota. Maka sebagai langkah awal untuk menguji keberanian para murid adalah membunuh keegoisan dan keindividualisan untuk mampu dibunuh demi orang-orang yang dilayani.
Kekatolikan adalah suatu perjalanan. Kita telah memutuskan untuk bersama Yesus berjalan menuju bukit Golgota. Suatu perjalanan yang penuh tantangan dan penderitaan. Perjalanan yang telah dimulai dengan pembunuhan diri sendiri dan kesiapan untuk memikul salib. Perjalanan ini sering sangat membosankan, memasuki kegelapan, kesepian, pergulatan dengan diri sendiri, membuat putusa asa dan sebagainya. Beranikah kita terus untuk melakukan perjalanan bersama Yesus? Kita tidak perlu membayangkan untuk menjadi seperti Saul ataupun Saulus, melainkan cukuplah menjadi diri kita, namun ada perubahan pandangan hidup, visi dan sikap hidup yang merupakan hasil sebuah refleksi.
Perjalanan hidup seseorang tidak bisa diduga sebelumnya. Sebuah kejadian yang tidak terduga bisa mengubah jalan hidup seseorang. Menurut buku The Celentin's Phropecy, bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu yang kebetulan. Semua sudah masuk dalam suatu kerangka besar hidup. Saul tidak pernah menduga sebelumnya bahwa perutusan ayahnya untuk mencari keledai dan kegagalan usaha dalam pencarian itu ternyata suatu berkah yang mampu mengubah hidupnya bahkan lebih besar lagi perubahan sejarah bangsa Israel. Saul tidak pernah menduga bahwa dia akan menjadi raja, sebab dia hanyalah seorang pemuda yang berasal dari suku Benyamin, suku yang terkecil. Saul bahkan berasal dari kaum yang paling hina dari suku Benyamin (1Sam 9:21).
Dalam Perjanjian Baru kisah perubahan hidup yang senada ada dalam diri Paulus. Dia tidak pernah mengira bahwa dia akan menjadi seorang pewarta agama Kristen. Dia yang semula pergi ke Damsyik dengan penuh kebencian untuk menghancurkan umat Kristen, ternyata dalam perjalanan dia berubah total. Perjalanan ke Damsyik tidak hanya mengubah cara pandang Saulus terhadap kekristenan, namun lebih dari itu dia mengubah sejarah Kekristenan. Banyak orang mengakui bahwa Paulus merupakan tokoh kunci perkembangan agama Kristen. Jika tidak ada Paulus, mungkin agama Kristen masih merupakan agama kecil di Yahudi.
Sidharta Budha Gautama semula hanyalah seorang pangeran di sebuah kerajaan kecil. Suatu hari dia memutuskan untuk keluar dari istana dan mengadakan suatu perjalanan yang mampu mengubah hidupnya. Pertemuannya dengan orang miskin dan orang mati mampu mengubah pandangan hidupnya, bahkan keseluruhan pribadinya. Perjalanannya itu merupakan satu titik tolak atau titik balik yang mengubahnya.
Perjalanan dapat menjadi suatu perubahan dalam diri manusia. Suatu peristiwa entah suka atau duka, yang ditemukan dalam perjalanan dapat menjadi cahaya dalam hidup dan mengubah pola pikir manusia. Perubahan bisa frontal seperti Paulus atau Sidharta maupun seperti Saul. Perjalanan Saul mengubahnya dari seorang gembala menjadi seorang pemimpin Israel. Saulus yang semula orang musuh agama Kristen berubah menjadi tokoh kekristenan. Sidharta yang semula pangeran yang sangat terjamin hidupnya, berubah total menjadi pertapa yang hidup dalam kemiskinan. Perubahan bukan hanya soal yang menyangkut hal-hal lahiriah, melainkan keseluruhan cara hidup, pandangan, visi dan seluruh kepribadiannya.
Contoh di atas menunjukan bahwa perubahan hidup dimulai dengan sebuah perjalanan. Perubahan hidupku juga dimulai oleh suatu perjalanan. Semula keluargaku tinggal di Bogor yang merupakan daerah muslim yang taat. Suatu saat orang tuaku mendapat tugas di Surabaya, maka mulailah aku memasuki kota Surabaya. Disinilah aku berubah menjadi seorang Katolik dan lebih lanjut menjadi imam. Jika direnungkan, pilihan hidupku ini tidak masuk akal. Aneh. Aku yang dibesarkan dalam agama Islam yang bercampur kejawen memutuskan untuk menjadi Katolik. Aku yang tidak pernah memiliki cita-cita menjadi imam kemudian memutuskan menjadi imam. Kekatolikanku yang hanya terbatas pada misa di hari Natal saja, ternyata berani memutuskan diri untuk menjadi imam.
Aktifitasku terlibat dalam pertemanan dengan anak-anak jalanan dan kaum miskin lainnya juga dimulai dari suatu perjalanan. Aku bersama seorang teman berjalan ke terminal Joyoboyo untuk mencari seseorang. Di terminal aku mulai ngobrol dengan beberapa orang miskin dan perhatianku tertuju pada anak-anak miskin. Mulailah aku sedikit demi sedikit melakukan pertemanan dengan mereka hingga mengumpulkan mereka dan memiliki rumah singgah.
Memang keputusanku untuk menjadi Katolik dan menjadi imam dan terlibat dalam pertemanan dengan kaum miskin, tidak mutlak akibat perpindahan atau kepergianku itu. Saul bisa menjadi raja Israel dan Paulus bisa menjadi rasul juga bukan disebabkan hanya kepergian saja. Banyak hal-hal yang mengubah hidup dalam perjalanan itu. Seandainya Saul menemukan keledainya secepat mungkin, dia pasti akan kembali ke rumah orang tuanya dan mungkin dia akan tetap sebagai warga biasa. Demikian pula dengan Paulus, jika dia tidak mendapatkan penampakan di jalan, kemungkinan dia masih dikenang sebagai salah satu tokoh pembunuh umat Kristen. Maka perjalanan tidak bisa dijadikan tolok ukur suatu perubahan manusia. Pertemuan dengan orang lain dan aneka peristiwa yang direfleksi inilah yang menentukan sebuah perubahan. Seandainya Saul tidak bertemu dengan Samuel, mungkin dia hanya tetap akan menjadi penggembala. Seandainya Saulus tidak bertemu dengan Yesus mungkin dia akan melanjutkan perjuangannya membunuh orang Kristen. Pertemuan tidak langsung mengubah, melainkan perlu waktu untuk merenung. Saulus membutuhkan beberapa tahun untuk merenung sebelum keluar sebagai pewarta. Aneka peritiswa akan berlalu begitu saja jika tanpa sebuah permenungan yang sungguh-sungguh. Dalam buku Sang Alkemis karangan Paulo Coelho, dikatakan bahwa semua peristiwa itu biasa saja. Peristiwa akan menjadi baru dan mengubah jika direfleksikan.
Yesus mengajak orang untuk mengikuti Dia melakukan suatu perjalanan dari Galilea menuju ke Yerusalem. Untuk mengikuti Yesus hanya ada satu syarat yaitu keberanian untuk meninggalkan segala sesuatu, menyangkal diri sendiri dan memikul salib. Suatu syarat yang tidak mudah. Hal ini memang sengaja dilakukan Yesus sebab perjalanan yang dilakukanNya bukan suatu wisata melainkan pewartaan Kerajaan Allah. Perjalanan pertobatan dan pengampunan. Perjalanan belas kasih dan keberpihakan pada kaum miskin dan tertindas. Perjalanan menuju bukit Golgota. Maka sebagai langkah awal untuk menguji keberanian para murid adalah membunuh keegoisan dan keindividualisan untuk mampu dibunuh demi orang-orang yang dilayani.
Kekatolikan adalah suatu perjalanan. Kita telah memutuskan untuk bersama Yesus berjalan menuju bukit Golgota. Suatu perjalanan yang penuh tantangan dan penderitaan. Perjalanan yang telah dimulai dengan pembunuhan diri sendiri dan kesiapan untuk memikul salib. Perjalanan ini sering sangat membosankan, memasuki kegelapan, kesepian, pergulatan dengan diri sendiri, membuat putusa asa dan sebagainya. Beranikah kita terus untuk melakukan perjalanan bersama Yesus? Kita tidak perlu membayangkan untuk menjadi seperti Saul ataupun Saulus, melainkan cukuplah menjadi diri kita, namun ada perubahan pandangan hidup, visi dan sikap hidup yang merupakan hasil sebuah refleksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar