Di radio terdengar lagu lama berjudul “Mama’s Coat” yang dinyanyikan oleh George Baker, seorang penyanyi kelahiran Belanda yang bernama asli Johannes Bouwens. Lagu itu menceritakan tentang seorang ibu yang merelakan mantel satu-satunya untuk anaknya yang bila ke sekolah kedinginan. Mendengarkan lagu itu aku jadi teringat akan ibu yang pernah melakukan hal yang sama. Saat itu menjelang Lebaran. Biasanya bapak membelikan kami baju baru untuk semua anak-anaknya. Entah mengapa saat itu bapak tidak mampu membelikan baju baru. Padahal Lebaran sudah kurang beberapa hari lagi. Suatu malam ibu memotong sebuah jariknya yang masih tergolong bagus dan menjahit menjadi 3 potong baju bagi kami, sehingga saat Lebaran kami dapat memakai baju baru meski dari kain jarik yang tidak baru.
Kisah pengorbanan seorang ibu tidak pernah akan ada habisnya. Banyak orang pernah mengalami kasih ibu yang sangat menyentuh hati. Ibu yang rela menderita demi anak-anaknya. Ibu yang mengorbankan seluruh waktu hidupnya demi anaknya. Iwan Fals, seorang penyanyi balada, juga menuliskan syair indah dalam lagunya yang berjudul “Ibu”. Seperti udara kasih yang kau berikan, tak mampu kumembalas, ibu. Iwan Fals menggambarkan kasih ibu seperti udara, yaitu suatu unsur penting bagi kehidupan. Tanpa udara manusia tidak mampu untuk hidup. Mungkin dia hendak menyatakan bahwa tanpa kasih ibu manusia tidak bisa hidup. Udara juga menggambarkan sesuatu yang tidak tampak, tapi dapat kita rasakan. Kasih ibu pun sering tidak nampak, tapi dapat kita rasakan. Ibu yang bangun pagi lalu mempersiapkan segalanya. Mengandung kita selama beberapa bulan lalu mempertaruhkan nyawanya ketika melahirkan kita dan sebagainya sering kali tidak tampak, tapi semua dapat kita rasakan bila kita mau berhenti sejenak dan mencoba merasakannya.
Di satu sisi kita bisa membaca atau mendengar ribuan kisah kasih seorang ibu, tapi disisi lain kita juga membaca atau mendengar kisah tangisan seorang ibu akibat sikap anaknya yang sewenang-wenang. Kisah seorang ibu yang terlunta-lunta, disingkirkan, dibenci dan mendapat perlakuan yang tidak selayaknya dia terima dari anaknya. Kisah Malin Kundang, sebuah legenda dari Air Manis, Padang, tentang anak durhaka yang menjadi batu akibat menghina ibunya, terus berulang sampai saat ini dalam berbagai versi. Memang ada berbagai macam alasan yang dapat dikemukakan oleh seorang anak sehingga dia tega tidak peduli dan menyingkirkan ibunya. Ada seorang anak yang bercerita bahwa sejak kecil ibunya telah bersikap kasar dan kejam padanya, sehingga dia tidak mengalami kasih seorang ibu seperti yang digambarkan dalam cerita-cerita yang didengarnya. Akhirnya sampai tua pun dia tidak pernah mampu mencintai ibunya.
Aku bersyukur mempunyai pengalaman indah tentang kasih ibu, meski tidak jarang ibu juga menjengkelkan dan membuatku marah. Tapi semua kejengkelan dan kemarahan dapat tertutup bila mengingat kasihnya yang begitu besar dan tulus. Seandainya aku tidak mempunyai pengalaman kasih ibu dalam ingatanku pun mungkin aku akan tetap mencintainya. Dialah yang telah rela mengandung dan melahirkanku. Dia membawaku dalam kandungannya kemana saja dan saat dia melakukan apa saja. Dari dalam tubuhnyalah aku ada. Inilah yang tidak mungkin aku ingkari. Seandainya setelah itu ibu menjadi kasar dan kejam, tapi kasihnya selama aku masih janin sampai anak tidak dapat kuingkari. Seandainya ibu tidak mencintaiku dan tidak mau berkurban demi aku maka mungkin aku sudah dibunuhnya sejak aku masih dalam kandungan.
Ada pepatah surga ada dibawah telapak kaki ibu. Pepatah ini menunjukkan betapa besar peran ibu dalam kehidupan manusia, sehingga surga pun ada dibawah kakinya. Dalam agama Katolik peran ibu tampak dalam diri Maria. Dia ada ketika Yesus tergantung di salib. Dia pun ada ketika para rasul sedang putus asa. Maria pun sering menampakkan diri sampai saat ini bila dunia sedang mengalami penderitaan. Dia hadir memberikan harapan dan menyerukan pertobatan. Maka bagaimana pun sikap ibu yang kita terima, tidak layak bila kita tidak mencintainya. Dari dialah lahir kehidupan.
Kisah pengorbanan seorang ibu tidak pernah akan ada habisnya. Banyak orang pernah mengalami kasih ibu yang sangat menyentuh hati. Ibu yang rela menderita demi anak-anaknya. Ibu yang mengorbankan seluruh waktu hidupnya demi anaknya. Iwan Fals, seorang penyanyi balada, juga menuliskan syair indah dalam lagunya yang berjudul “Ibu”. Seperti udara kasih yang kau berikan, tak mampu kumembalas, ibu. Iwan Fals menggambarkan kasih ibu seperti udara, yaitu suatu unsur penting bagi kehidupan. Tanpa udara manusia tidak mampu untuk hidup. Mungkin dia hendak menyatakan bahwa tanpa kasih ibu manusia tidak bisa hidup. Udara juga menggambarkan sesuatu yang tidak tampak, tapi dapat kita rasakan. Kasih ibu pun sering tidak nampak, tapi dapat kita rasakan. Ibu yang bangun pagi lalu mempersiapkan segalanya. Mengandung kita selama beberapa bulan lalu mempertaruhkan nyawanya ketika melahirkan kita dan sebagainya sering kali tidak tampak, tapi semua dapat kita rasakan bila kita mau berhenti sejenak dan mencoba merasakannya.
Di satu sisi kita bisa membaca atau mendengar ribuan kisah kasih seorang ibu, tapi disisi lain kita juga membaca atau mendengar kisah tangisan seorang ibu akibat sikap anaknya yang sewenang-wenang. Kisah seorang ibu yang terlunta-lunta, disingkirkan, dibenci dan mendapat perlakuan yang tidak selayaknya dia terima dari anaknya. Kisah Malin Kundang, sebuah legenda dari Air Manis, Padang, tentang anak durhaka yang menjadi batu akibat menghina ibunya, terus berulang sampai saat ini dalam berbagai versi. Memang ada berbagai macam alasan yang dapat dikemukakan oleh seorang anak sehingga dia tega tidak peduli dan menyingkirkan ibunya. Ada seorang anak yang bercerita bahwa sejak kecil ibunya telah bersikap kasar dan kejam padanya, sehingga dia tidak mengalami kasih seorang ibu seperti yang digambarkan dalam cerita-cerita yang didengarnya. Akhirnya sampai tua pun dia tidak pernah mampu mencintai ibunya.
Aku bersyukur mempunyai pengalaman indah tentang kasih ibu, meski tidak jarang ibu juga menjengkelkan dan membuatku marah. Tapi semua kejengkelan dan kemarahan dapat tertutup bila mengingat kasihnya yang begitu besar dan tulus. Seandainya aku tidak mempunyai pengalaman kasih ibu dalam ingatanku pun mungkin aku akan tetap mencintainya. Dialah yang telah rela mengandung dan melahirkanku. Dia membawaku dalam kandungannya kemana saja dan saat dia melakukan apa saja. Dari dalam tubuhnyalah aku ada. Inilah yang tidak mungkin aku ingkari. Seandainya setelah itu ibu menjadi kasar dan kejam, tapi kasihnya selama aku masih janin sampai anak tidak dapat kuingkari. Seandainya ibu tidak mencintaiku dan tidak mau berkurban demi aku maka mungkin aku sudah dibunuhnya sejak aku masih dalam kandungan.
Ada pepatah surga ada dibawah telapak kaki ibu. Pepatah ini menunjukkan betapa besar peran ibu dalam kehidupan manusia, sehingga surga pun ada dibawah kakinya. Dalam agama Katolik peran ibu tampak dalam diri Maria. Dia ada ketika Yesus tergantung di salib. Dia pun ada ketika para rasul sedang putus asa. Maria pun sering menampakkan diri sampai saat ini bila dunia sedang mengalami penderitaan. Dia hadir memberikan harapan dan menyerukan pertobatan. Maka bagaimana pun sikap ibu yang kita terima, tidak layak bila kita tidak mencintainya. Dari dialah lahir kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar