Kamis, 10 September 2009

MARIA DALAM PANDANGAN KAUM KIRI


Selama ini yang saya dengar dan baca tentang Maria, ibu Yesus, adalah seorang sosok perempuan yang peduli, berserah pada Tuhan, penuh kasih, kontemplatif dan lain sebagainya. Maria digambarkan sebagai perempuan desa sederhana seperti layaknya perempuan desa pada jaman dahulu kala. Maria lebih dilihat sebagai sosok ibu dalam budaya Timur yang sangat kuat keibuannya.

Ketika membaca kidung Maria yang sangat terkenal dalam Lukas 1:46-55, tiba-tiba dalam pikiran saya muncul gambaran Maria yang lain. Padahal kidung ini sering saya daraskan baik ketika masih menjadi anggota Legio Maria, sebab merupakan doa wajib seorang legioner maupun dalam ibadat sore. Kali ini saya melihat Maria sebagai sosok yang ingin mengadakan perubahan dalam masyarakat. Memang kidung itu merupakan kumpul kutipan dari berbagai kitab dalam Perjanjian Lama meski tidak sama persis. Para ahli kitab percaya bahwa kutipan itu diletakkan oleh Lukas pada mulut Maria. Hal yang sama juga pada kidung Zakaria. Bagi saya isi kedua kidung itu sangat berbeda.

Saya membagi kidung Maria dalam 3 bagian yaitu kesadaran Maria akan belas kasih Allah (46-49) tindakan Allah dalam dunia (51-53) dan dasar tindakan Allah (54-55). Maria adalah kaum anawim atau kaum miskin Israel. Mereka adalah kaum yang tidak mempunyai jaminan sosial, yang harus bekerja keras untuk mendapatkan sesuap nasi yang hanya cukup dimakan hari itu, yang buta hukum sehingga ditindas oleh penguasa, yang sering disingkirkan dan tidak diperhitungkan. Mereka adalah buruh kasar, petani, nelayan dan kaum miskin lainnya. Mereka mengharap terciptanya dunia yang adil dan sejahtera. Harapan ini diletakkan pada Allah, sebab tidak mungkin berharap pada para penguasa yang lebih mementingkan dirinya sendiri dan menikmati kedudukannya.

Pewartaan malaekat bahwa Maria akan mengandung Yesus (dari kata Yehoshua yang berarti Allah penyelamat) yang akan menjadi raja selama-lamanya bagi keturunan Yakub membuatnya suka cita sebab harapan akan dunia yang adil dan sejahtera akan segera terwujud. Dalam dunia baru kaum anawim akan memperoleh kedudukan yang selama ini hanya dapat diimpikan. Tata dunia yang ada akan dijungkirbalikkan. Kidung Maria adalah seruan revolusi, tapi bukan seperti revolusi yang terjadi di Rusia, dimana kaum proletar berontak terhadap kaum borjuis dan membangun kekuasaan rakyat. Maria tidak berbicara soal kekuasaan tapi pemuliaan (exalted) kaum miskin. Kaum anawim yang selama ini tidak dihargai martabatnya sebagai manusia akan mendapat tempat yang mulia. Pemiskinan dan penindasan manusia disebabkan adanya orang yang congkak. Orang yang merasa dirinya diatas sesamanya bahkan hukum yang dibuatnya. Mereka akan dicerai beraikan, sebab bila mereka bersatu maka penindasan semkain kuat. Mereka akan membuat hukum yang menguntungkan dirinya atau kelompoknya. Mereka mengatur hukum dan kebijakan bukan demi kebaikan bersama.

Kidung Maria tidak menyerukan agar kaum miskin merampas kekayaan orang kaya dan membagikannya seperti ide kaum sosialis tapi kaum miskin akan mendapatkan hal-hal yang baik, yaitu sesuatu yang menjadikan dirinya sebagai manusia yang bermartabat. Kelaparan dapat membuat manusia kehilangan martabatnya. Orang karena lapar maka dia rela mengkais sisa makanan di tong sampah. Karena lapar dia tega membunuh sesamanya. Dengan melakukan itu dia sudah merendahkan martabatnya sebagai manusia. Pemberantasan kelaparan harus diselesaikan dan menjadi prioritas utama.

Dalam kidungnya Maria menyatakan semua itu akan dilakukan oleh Allah. Kehadiran Yesus adalah bukti terwujudnya janji Allah. Kematian Yesus bukan akhir dari proses revolusi seperti yang diserukan Maria. Dengan bangkit Yesus terus berkarya melalui Gereja untuk mewujudkan janji Allah, sebab masyarakat adil dan sejahtera masih belum terwujud. Penindasan kaum miskin masih terjadi bahkan dalam lingkup Gereja sendiri. Sayangnya kidung Maria hanya dilihat sebagai suka cita Maria dihadapan Elisabet dan telah dihilangkan semangat revolusinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger