Sabtu, 18 Desember 2010

KEKERASAN

Sejak jaman dahulu kala manusia suka melakukan kekerasan. Kitab Suci pun sejak awal sudah mengisahkan tindak kekerasan yang dilakukan oleh manusia yaitu antara Kain dan Habel. Menurut Sindhunata dalam bukunya berjudul “Kambing Hitam” yang mengupas teori Rene Girard, menyatakan bahwa manusia pada dasarnya ingin melakukan kekerasan. Kekerasan itu perlu disalurkan dalam tindakan terhadap sesama manusia atau subyek lain. Kain dan Habel keduanya melakukan kekerasan. Habel melakukan kekerasan terhadap hewan yang dijadikan kurban. Kain juga melakukan kekerasan terhadap Habel tapi dia dianggap kriminal. Padahal keduanya sama-sama pelaku kekerasan. Sindhunata secara panjang lebar menguraikan bahwa pengurbanan hewan adalah salah satu wujud penyaluran kekerasan. Maka hewan kurban itu diambil dari hewan yang dekat dengan manusia atau memiliki karakter menyerupai manusia.

Dalam jaman ini dimana kekerasan dengan cara membunuh dapat menimbulkan resiko yang besar bagi pelaku, maka kekerasan diwujudkan dalam bentuk lain. Seandainya tidak ada hukuman bagi orang yang membunuh maka pasti akan banyak sekali terjadi pembunuhan. Tapi hukum dan penjara tidak mampu menghilangkan kekerasan yang ada dalam diri manusia. Kekerasan fisik terus muncul dalam berbagai bentuk misalnya pemukulan dan sebagainya. Hukum hanya mampu membatasi pembunuhan. Saat ini juga ada hukuman penjara bagi orang yang melakukan kekerasan meski tidak sampai membunuh, tapi itu pun tidak mengurangi kekerasan, sebab sering kali kekerasan yang belum sampai membunuh dianggap biasa oleh masyarakat. Pemukulan anak oleh orang tua, tawuran antar pelajar, perkelahian antar anggota dewan dan sebagainya hanya dibicarakan sejenak lalu tidak ada kelanjutannya.

Kekerasan yang masih belum banyak dipersoalkan adalah kekerasan yang disalurkan dalam perkataan. Selama ini belum pernah saya mendengar ada orang memaki sesamanya lalu dipenjara. Memang ada orang ribut mempersoalkan fitnah, perkataan yang mempermalukan orang dihadapan umum dan sebagainya. Tapi itu bagai sebuah pasir di pantai. Oleh karena hukuman belum menyentuh sampai ke arena ini, maka orang sangat leluasa memaki, memfitnah, gosip dan sebagainya. Bahkan beberapa stasiun televisi dengan bangga menayangkan acara yang isinya hanya membicarakan pribadi orang. Pembicaraan itu akan semakin gencar bila ada orang yang terkena masalah. Masalah pribadi dan keluarga pun dijadikan masalah milik publik. Padahal orang yang terkena masalah tidak senang jika masalahnya diobral apalagi bila anak-anak mereka pun dilibatkan dalam masalah orang tuanya. Hal ini biasanya dikatakan pembunuhan karakter. Tapi karena hukum belum menyentuhnya maka sering terjadi.

Ketika aku berteman dengan anak jalanan hampir setiap saat aku melihat kekerasan. Sampai seorang teman pendamping sering mengatakan mengapa rumah singgah sepi artinya tidak ada kekerasan bila seminggu saja tidak terjadi kekerasan. Anak jalanan mudah sekali melakukan kekerasan sebab dalam hidup mereka sering mengalami kekerasan. Banyak anak jalanan sejak kecil sudah mengalami kekerasan dari orang tua sehingga dalam diri mereka tertanam pandangan bahwa kekerasan adalah sah dan menunjukkan kekuatan diri agar disegani dan dihormati.

Sebetulnya manusia dianugerahi Allah akal budi untuk mengotrol keseluruhan diri. Semakin matang akal budi seseorang semakin mampu dia mengontrol diri sendiri. Pengalaman tidak nyaman akibat menjadi kurban kekerasan dapat dikontrol oleh akal budi, sehingga tidak diungkapkan begitu saja seperti anak jalanan di rumah singgah. Kematangan akal budi tidak terkait dengan pendidikan, sebab banyak orang yang memiliki gelar berderet tapi dia melakukan kekerasan. Kematangan akal budi juga tidak terkait dengan iman, sebab banyak juga orang yang mengaku beriman tapi melakukan kekerasan dengan dalih ketaatan pada agama. Kematangan akal budi adalah buah dari proses pembelajaran dan pendewasaan yang terus menerus, sehingga orang mampu mengendalikan benih kekerasan yang ada dalam dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger