Kulihat beberapa orang menenteng HP. Wah ternyata masyarakat di pedalaman ini mengikuti perkembangan tehnologi telekomunikasi pikirku penuh kekaguman. Aku lalu mengaktifkan HP yang kubawa. Ternyata tidak ada signal. Aku bertanya pada mereka apa kartu yang mereka pakai sehingga mendapat signal? Ternyata di kampung ini memang tidak terjangkau signal provider apapun. Bila mau mencari signal maka harus naik perahu motor sekitar 30 menit lalu jalan kaki mendaki bukit sekitar 15 menit lagi baru ada signal meski kadang ada dan tidak ada. Seorang penduduk menyarankan aku agar manjat pohon di belakang rumahnya agar mendapat signal. Aku lihat di belakang rumahnya ada pohon karet yang cukup besar dan menjulang tinggi. Ya ampun lebih baik menelpon dari pada jatuh dari pohon karet yang tegak lurus. Kampung-kampung di sepanjang sungai Serawai ini memang tidak terjangkau signal. Seorang teman mudika yang mengatarku mengatakan sebaiknya aku membeli signal di kota kecamatan.
Ternyata banyak orang menggunakan HP bukan untuk sarana komunikasi. Mereka menggunakan HP untuk memotret, mendengarkan lagu dan penerangan pada saat berjalan di malam hari. Ternyata HP telah beralih fungsi. HP menjadi sarana hiburan untuk mendengarkan lagu pada siang hari, sebab pada umumnya mereka hanya menyalakan diesel untuk penerangan setelah hari gelap sekitar pk 18.00 sampai pk 22.00 saja. Setelah itu tidak ada listrik. Padahal semua sarana hiburan membutuhkan listrik. Maka wajar saja bila HP berubah fungsi menjadi sarana hiburan yang murah untuk mendengarkan lagu.
Di malam hari mereka dapat menonton TV menggunakan antena parabola. Antara pk 19 sampai pk 21 hampir semua TV swasta yang signalnya dapat tertangkap oleh antena parabola menayangkan sinetron. Akibatnya mereka setiap hari hanya menonton sinetron dengan gaya hidup mewah. Mereka juga dijejali iklan aneka tehnologi canggih. Terjadilah loncatan antara realita yang sangat terbatas dengan tawaran yang sangat menganggumkan dan tidak terbatas. Mereka menonton berbagai macam mobil dan kepadatan kendaraan, padahal disini tidak ada mobil satu pun. Mobil hanya ada di kota kabupaten yang jaraknya 7 sampai 8 jam bila mereka menaiki body terbang, istilah untuk speed boat. Mereka melihat HP yang digunakan untuk komunikasi dan aneka tawaran kartu dari berbagai provider padahal disini tidak ada signal. Mereka ditawari aneka makanan yang menggugah selera makan padahal disini sayuran sangat mahal sekali. Mereka terus diajak bermimpi tentang kehidupan mewah di kota.
Dunia modern yang ditawarkan oleh TV masih jauh mereka rasakan dan masih membutuhkan beberapa tahun mungkin puluhan tahun lagi untuk sampai menjadi kenyataan di daerah sini. Listrik yang sudah bukan sesuatu yang asing di kota masih menjadi sesuatu yang sangat mahal. Seorang menceritakan bahwa bila dia menyalakan mesin pembangkit listrik maka dia membutuhkan bensin sebanyak 4 liter/ jam. Bila harga bensin disini Rp 15.000/ liter maka membutuhkan dana Rp 60.000/ jam. Maka mereka harus mengeluarkan dana sekitar Rp 240.000/ hari untuk listrik selama 4 jam saja. Betapa besar pengeluaran yang harus mereka keluarkan untuk satu hari saja.
Jurang perbedaan antara gaya hidup kota yang mereka tonton dari aneka sinetron dan realita desa yang dijumpai sehari-hari sangat dalam. Orang kota dapat menikmati semua fasilitas yang disebut modern sedang di sini semua itu hanya mereka lihat dalam TV. Mereka hanya diajak bermimpi menikmati. Iklan HP yang begitu gencar dan sering kali diiklankan jauh dari fungsinya sebagai alat komunikasi misalnya ada iklan HP dengan speaker yang menggelegar dan sebagainya, meresap dalam pikiran mereka, sehingga mereka ingin memilikinya. Penduduk kampung yang kurang terdidik sehingga kurang mampu berpikir kritis terseret oleh pembodohan yang ditayangkan oleh TV melalui sinetron dan iklan. Pagi ini aku dibangunkan oleh lagu-lagu yang keluar dari HP. Lumayan juga ada suara lain selain suara berderak-derak lantai kayu yang diinjak orang yang sedang berjalan hilir mudik di dalam rumah.
Ternyata banyak orang menggunakan HP bukan untuk sarana komunikasi. Mereka menggunakan HP untuk memotret, mendengarkan lagu dan penerangan pada saat berjalan di malam hari. Ternyata HP telah beralih fungsi. HP menjadi sarana hiburan untuk mendengarkan lagu pada siang hari, sebab pada umumnya mereka hanya menyalakan diesel untuk penerangan setelah hari gelap sekitar pk 18.00 sampai pk 22.00 saja. Setelah itu tidak ada listrik. Padahal semua sarana hiburan membutuhkan listrik. Maka wajar saja bila HP berubah fungsi menjadi sarana hiburan yang murah untuk mendengarkan lagu.
Di malam hari mereka dapat menonton TV menggunakan antena parabola. Antara pk 19 sampai pk 21 hampir semua TV swasta yang signalnya dapat tertangkap oleh antena parabola menayangkan sinetron. Akibatnya mereka setiap hari hanya menonton sinetron dengan gaya hidup mewah. Mereka juga dijejali iklan aneka tehnologi canggih. Terjadilah loncatan antara realita yang sangat terbatas dengan tawaran yang sangat menganggumkan dan tidak terbatas. Mereka menonton berbagai macam mobil dan kepadatan kendaraan, padahal disini tidak ada mobil satu pun. Mobil hanya ada di kota kabupaten yang jaraknya 7 sampai 8 jam bila mereka menaiki body terbang, istilah untuk speed boat. Mereka melihat HP yang digunakan untuk komunikasi dan aneka tawaran kartu dari berbagai provider padahal disini tidak ada signal. Mereka ditawari aneka makanan yang menggugah selera makan padahal disini sayuran sangat mahal sekali. Mereka terus diajak bermimpi tentang kehidupan mewah di kota.
Dunia modern yang ditawarkan oleh TV masih jauh mereka rasakan dan masih membutuhkan beberapa tahun mungkin puluhan tahun lagi untuk sampai menjadi kenyataan di daerah sini. Listrik yang sudah bukan sesuatu yang asing di kota masih menjadi sesuatu yang sangat mahal. Seorang menceritakan bahwa bila dia menyalakan mesin pembangkit listrik maka dia membutuhkan bensin sebanyak 4 liter/ jam. Bila harga bensin disini Rp 15.000/ liter maka membutuhkan dana Rp 60.000/ jam. Maka mereka harus mengeluarkan dana sekitar Rp 240.000/ hari untuk listrik selama 4 jam saja. Betapa besar pengeluaran yang harus mereka keluarkan untuk satu hari saja.
Jurang perbedaan antara gaya hidup kota yang mereka tonton dari aneka sinetron dan realita desa yang dijumpai sehari-hari sangat dalam. Orang kota dapat menikmati semua fasilitas yang disebut modern sedang di sini semua itu hanya mereka lihat dalam TV. Mereka hanya diajak bermimpi menikmati. Iklan HP yang begitu gencar dan sering kali diiklankan jauh dari fungsinya sebagai alat komunikasi misalnya ada iklan HP dengan speaker yang menggelegar dan sebagainya, meresap dalam pikiran mereka, sehingga mereka ingin memilikinya. Penduduk kampung yang kurang terdidik sehingga kurang mampu berpikir kritis terseret oleh pembodohan yang ditayangkan oleh TV melalui sinetron dan iklan. Pagi ini aku dibangunkan oleh lagu-lagu yang keluar dari HP. Lumayan juga ada suara lain selain suara berderak-derak lantai kayu yang diinjak orang yang sedang berjalan hilir mudik di dalam rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar