Secara kebetulan aku bertemu dengan teman lama. Sejak lulus dari SMA sekitar 27 tahun lalu kami tidak pernah kontak lagi. Semula aku ragu untuk menyapanya, sebab kami sudah banyak berubah. Setelah kami saling menatap beberapa saat barulah kami menyadari bahwa kami saling mengenal. Pertemuan dengan teman lama sangat menyenangkan. Kami membongkar kembali semua peristiwa yang pernah kami alami bersama diselingi tawa bahagia. Akhirnya kami saling bercerita tentang diri kami. Dia banyak bercerita soal keluarga dan pekerjaannya. Aku salut ketika tahu bahwa dia sudah menjadi seorang pengusaha furniture. Istrinya seorang dosen di perguruan tinggi swasta. Anaknya dua yang satu sudah kuliah sedangkan yang bungsu masih SMA kelas 2. Dalam pembicaraan dia beberapa kali mengeluh tentang ekonomi keluarganya yang tidak seperti diharapkannya. Dia merasa bahwa apa yang dihasilkan selama ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Banyak orang merasa tidak cukup dengan apa yang dimilikinya. Ketika dia mempunyai penghasilan 1 juta per bulan, dia berharap mempunyai penghasilan 2 juta per bulan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Tapi setelah dia mendapatkan penghasilan 2 juta per bulan, dia tetap masih merasa tidak cukup. Baginya yang ideal dia mempunyai penghasilan 4 juta per bulan. Jika nanti bila dia mempunyai penghasilan 4 juta aku yakin dia tetap akan mengatakan tidak cukup. Seorang teman mengatakan kenaikan penghasilan membuat kenaikan pengeluaran. Dia ingin hidup hemat tapi istri dan anaknya tidak bisa. Dia tidak tega melihat anaknya hanya naik angkot sedangkan temannya naik motor, maka dia beli motor. Dulu istrinya cukup belanja di pasar dekat rumah kini hal itu sudah tidak dilakukan lagi, sebab dia belanja di supermarket. Maka dia mengatakan berapapun penghasilan seseorang dia tidak akan merasa cukup sebab kenaikan penghasilan diikuti oleh perubahan gaya hidup. Oleh karena merasa bahwa penghasilannya tidak cukup, maka dia mulai melakukan usaha yang penuh resiko atau menyerempet bahaya demi mengejar penghasilan yang lebih tinggi.
Beberapa waktu lalu aku diundang makan oleh sekelompok orang yang tinggal di tepi sungai. Dalam sebuah rumah berukuran 2X3 m kami duduk dilantai, sebab tidak mungkin dia mengisi perabot dalam rumahnya. Kami sungguh menikmati makanan yang tersedia. Dalam waktu sekejap nasi di bakul sudah tanpa sisa. Semua orang setelah makan mengatakan alhamdulilah bahwa mereka dapat makan hari ini dengan lauk yang luar biasa yaitu biawak. Sambil makan mereka mengatakan sudah bersyukur hari ini bisa makan. Mereka tidak bermimpi untuk mendapatkan makanan yang lebih enak lagi. Cukuplah bahwa mereka tidak kelaparan. Rasa syukur inilah yang sering kali kurang dimiliki oleh banyak orang. Mereka hidup dalam keinginan untuk mendapat sesuatu yang lebih, sehingga tidak mampu merasakan kenikmatan yang ada.
Orang yang membutuhkan adalah orang yang miskin. Aku melihat teman SMAku adalah seorang miskin yang merasa bahwa apa yang dimilikinya saat ini belum cukup bagi keluarganya. Dia masih membutuhkan penghasilan yang lebih besar lagi agar dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Sebaliknya teman-teman di tepi sungai adalah orang yang kaya, sebab meski rumah mereka dari tripleks dan sempit tapi mereka merasa sudah cukup dan mampu menghidupi keluarganya. Mereka bersyukur meski hanya dapat menikmati segelas kopi seharga Rp 2000. Mereka tidak bermimpi dapat menikmati kopi seharga Rp 40.000 seperti di cafe. Bagi mereka harga itu tidak masuk akal dan hanya pemborosan belaka. Mengapa membeli kopi seharga Rp 40.000 bila kopi seharga Rp 2000 sudah enak? Kekayaan mereka bukan karena materi tapi cara mereka memandang materi. Bagi mereka materi bukan segalanya meski mereka membutuhkan untuk hidupnya. Kenikmatan bukan karena mahalnya makanan tapi karena mereka dapat memakan makanan setelah seharian kelaparan. Seandainya mungkin aku mempunyai penghasilan seperti yang dimiliki temanku yang mempunyai penghasilan besar tapi juga mempunyai sikap penuh syukur seperti teman-teman di tepi sungai tentu hidupku akan lebih bahagia.
Banyak orang merasa tidak cukup dengan apa yang dimilikinya. Ketika dia mempunyai penghasilan 1 juta per bulan, dia berharap mempunyai penghasilan 2 juta per bulan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Tapi setelah dia mendapatkan penghasilan 2 juta per bulan, dia tetap masih merasa tidak cukup. Baginya yang ideal dia mempunyai penghasilan 4 juta per bulan. Jika nanti bila dia mempunyai penghasilan 4 juta aku yakin dia tetap akan mengatakan tidak cukup. Seorang teman mengatakan kenaikan penghasilan membuat kenaikan pengeluaran. Dia ingin hidup hemat tapi istri dan anaknya tidak bisa. Dia tidak tega melihat anaknya hanya naik angkot sedangkan temannya naik motor, maka dia beli motor. Dulu istrinya cukup belanja di pasar dekat rumah kini hal itu sudah tidak dilakukan lagi, sebab dia belanja di supermarket. Maka dia mengatakan berapapun penghasilan seseorang dia tidak akan merasa cukup sebab kenaikan penghasilan diikuti oleh perubahan gaya hidup. Oleh karena merasa bahwa penghasilannya tidak cukup, maka dia mulai melakukan usaha yang penuh resiko atau menyerempet bahaya demi mengejar penghasilan yang lebih tinggi.
Beberapa waktu lalu aku diundang makan oleh sekelompok orang yang tinggal di tepi sungai. Dalam sebuah rumah berukuran 2X3 m kami duduk dilantai, sebab tidak mungkin dia mengisi perabot dalam rumahnya. Kami sungguh menikmati makanan yang tersedia. Dalam waktu sekejap nasi di bakul sudah tanpa sisa. Semua orang setelah makan mengatakan alhamdulilah bahwa mereka dapat makan hari ini dengan lauk yang luar biasa yaitu biawak. Sambil makan mereka mengatakan sudah bersyukur hari ini bisa makan. Mereka tidak bermimpi untuk mendapatkan makanan yang lebih enak lagi. Cukuplah bahwa mereka tidak kelaparan. Rasa syukur inilah yang sering kali kurang dimiliki oleh banyak orang. Mereka hidup dalam keinginan untuk mendapat sesuatu yang lebih, sehingga tidak mampu merasakan kenikmatan yang ada.
Orang yang membutuhkan adalah orang yang miskin. Aku melihat teman SMAku adalah seorang miskin yang merasa bahwa apa yang dimilikinya saat ini belum cukup bagi keluarganya. Dia masih membutuhkan penghasilan yang lebih besar lagi agar dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Sebaliknya teman-teman di tepi sungai adalah orang yang kaya, sebab meski rumah mereka dari tripleks dan sempit tapi mereka merasa sudah cukup dan mampu menghidupi keluarganya. Mereka bersyukur meski hanya dapat menikmati segelas kopi seharga Rp 2000. Mereka tidak bermimpi dapat menikmati kopi seharga Rp 40.000 seperti di cafe. Bagi mereka harga itu tidak masuk akal dan hanya pemborosan belaka. Mengapa membeli kopi seharga Rp 40.000 bila kopi seharga Rp 2000 sudah enak? Kekayaan mereka bukan karena materi tapi cara mereka memandang materi. Bagi mereka materi bukan segalanya meski mereka membutuhkan untuk hidupnya. Kenikmatan bukan karena mahalnya makanan tapi karena mereka dapat memakan makanan setelah seharian kelaparan. Seandainya mungkin aku mempunyai penghasilan seperti yang dimiliki temanku yang mempunyai penghasilan besar tapi juga mempunyai sikap penuh syukur seperti teman-teman di tepi sungai tentu hidupku akan lebih bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar