Seorang pejabat tinggi berdiri di depan banyak orang yang duduk dengan rapi dan penuh hormat. Dia berbicara panjang lebar mengenai maksud kedatangannya. Ada tiga hal yang menjadi tujuan kedatangannya. Pertama dia ingin mengetahui sejauh mana orang yang ada di bawah kekuasaannya menjalankan program-program yang telah dicanangkan. Kedua, dia ingin memberikan dukungan atas apa yang sudah dilakukan. Ketiga, dia ingin mengadakan dialog secara langsung dengan masyarakat sehingga terjalin relasi yang baik antara pimpinan dan masyarakat. Tapi pada akhir pertemuan hampir semua orang menjadi jengkel, sebab ketiga hal itu tidak terwujud. Petinggi itu terus menerus berbicara dan menyalahkan semua yang telah dilakukan oleh masyarakat. Dia pun tidak membuka forum dialog.
Sebetulnya apa yang dilakukan oleh petinggi itu untuk datang pada masyarakat adalah suatu tindakan yang sangat baik. Tapi cara dia menyampaikan gagasannya membuat orang enggan mengikutinya bahkan sebaliknya membuat orang berusaha melawannya. Masyarakat merasa bahwa selama ini mereka telah melakukan yang terbaik untuk kemajuan daerahnya. Mereka membuat aneka program yang sesuai dengan kebutuhan daerahnya dan melaksanakannya sebaik mungkin. Maka ketika disalahkan mereka menjadi marah dan menumbuhkan keinginan untuk menolak semua kebijakan yang telah dicanangkan oleh petinggi itu. Dengan menyalahkan apa yang telah dilakukan oleh masyarakat maka petinggi itu secara langsung telah merendahkan keseriusan, kebanggaan, keputusan dan rasa hormat masyarakat pada dirinya sendiri.
Orang yang dicela atau disalahkan sering kali berusaha untuk membuktikan bahwa apa yang dilakukannya adalah sebuah kebenaran. Celaan dianggapnya sebagai sebuah tantangan untuk membuktikan kebenaran apa yang sudah dilakukan. Sebetulnya bila petinggi itu ingin agar kebijakannya diikuti oleh masyarakat, maka dia harus lebih berhati-hati dalam mengungkapkan pemikirannya. Dia mendengarkan dengan tenang apa yang telah dilakukan oleh masyarakat dan memberikan penilaian yang baik. Memang tidak jarang orang berusaha memuji apa yang telah dilakukan oleh seseorang tapi pujian itu tidak dilakukan dengan tulus, sehingga tidak jarang orang berkata, “Apa yang kamu lakukan sudah baik, tapi… “ setelah kata tapi itu muncul deretan kata cela dan menyalahkan. Seorang pemimpin yang baik tidak mudah untuk mencela orang. Dia berusaha memahami apa yang sudah dilakukan orang dan secara lembut dan ramah dia memasukan ide-idenya sehingga orang yang diajak berbicara dapat menerimanya.
Sikap menyalahkan sebetulnya hendak menunjukkan bahwa dirinya benar dan tahu sedangkan orang lain salah dan tidak tahu. Socrates, seorang filsuf besar dari Yunani, 469-399 SM pernah mengatakan “Apa yang aku ketahui dengan pasti adalah aku tidak tahu apa-apa”. Sikap rendah hati semacam inilah yang membuat orang mempunyai semangat untuk mendengarkan dan melihat kebenaran diluar dirinya. Seorang petinggi memang harus mempunyai visi misi dan kebijakan untuk mengarahkan masyarakat pada sebuah cita-cita luhur. Untuk menyampaikannya perlu rendah hati sehingga tidak merasa tahu dan paling benar. Dia mampu menghargai setiap kegiatan dan gerak dari masyarakat. Apa yang dicita-citakan disempurnakan oleh apa yang sudah ada dalam masyarakat. Disini memang perlu kejelian untuk merangkum dan menggabungkan apa yang sudah ada. Bukan menyalahkan yang menimbulkan perlawanan dari masyarakat.
Seorang pemimpin perlu lemah lembut. Dia menyampaikan semua ide dan visi misinya dengan kelembutan. Tidak dengan kata-kata kasar dan menghakimi. Kelemahlembutan akan mampu mengubah pemikiran orang tanpa orang itu merasa diubah. Orang akan mengikuti dan menerima semua ide dan pemikiran tanpa merasa dirinya dianggap sebagai orang bodoh. Hal ini bisa dilakukan bila orang menghargai sesamanya sebagai orang yang bermartabat dan menempatkan diri pada orang lain. Maka untuk menjadi seorang pemimpin tidak saja dibutuhkan kepandaian tapi juga memahami diplomasi, memiliki kerendahatian dan kelemahlembutan agar masyarakat rela mengikutinya.
Sebetulnya apa yang dilakukan oleh petinggi itu untuk datang pada masyarakat adalah suatu tindakan yang sangat baik. Tapi cara dia menyampaikan gagasannya membuat orang enggan mengikutinya bahkan sebaliknya membuat orang berusaha melawannya. Masyarakat merasa bahwa selama ini mereka telah melakukan yang terbaik untuk kemajuan daerahnya. Mereka membuat aneka program yang sesuai dengan kebutuhan daerahnya dan melaksanakannya sebaik mungkin. Maka ketika disalahkan mereka menjadi marah dan menumbuhkan keinginan untuk menolak semua kebijakan yang telah dicanangkan oleh petinggi itu. Dengan menyalahkan apa yang telah dilakukan oleh masyarakat maka petinggi itu secara langsung telah merendahkan keseriusan, kebanggaan, keputusan dan rasa hormat masyarakat pada dirinya sendiri.
Orang yang dicela atau disalahkan sering kali berusaha untuk membuktikan bahwa apa yang dilakukannya adalah sebuah kebenaran. Celaan dianggapnya sebagai sebuah tantangan untuk membuktikan kebenaran apa yang sudah dilakukan. Sebetulnya bila petinggi itu ingin agar kebijakannya diikuti oleh masyarakat, maka dia harus lebih berhati-hati dalam mengungkapkan pemikirannya. Dia mendengarkan dengan tenang apa yang telah dilakukan oleh masyarakat dan memberikan penilaian yang baik. Memang tidak jarang orang berusaha memuji apa yang telah dilakukan oleh seseorang tapi pujian itu tidak dilakukan dengan tulus, sehingga tidak jarang orang berkata, “Apa yang kamu lakukan sudah baik, tapi… “ setelah kata tapi itu muncul deretan kata cela dan menyalahkan. Seorang pemimpin yang baik tidak mudah untuk mencela orang. Dia berusaha memahami apa yang sudah dilakukan orang dan secara lembut dan ramah dia memasukan ide-idenya sehingga orang yang diajak berbicara dapat menerimanya.
Sikap menyalahkan sebetulnya hendak menunjukkan bahwa dirinya benar dan tahu sedangkan orang lain salah dan tidak tahu. Socrates, seorang filsuf besar dari Yunani, 469-399 SM pernah mengatakan “Apa yang aku ketahui dengan pasti adalah aku tidak tahu apa-apa”. Sikap rendah hati semacam inilah yang membuat orang mempunyai semangat untuk mendengarkan dan melihat kebenaran diluar dirinya. Seorang petinggi memang harus mempunyai visi misi dan kebijakan untuk mengarahkan masyarakat pada sebuah cita-cita luhur. Untuk menyampaikannya perlu rendah hati sehingga tidak merasa tahu dan paling benar. Dia mampu menghargai setiap kegiatan dan gerak dari masyarakat. Apa yang dicita-citakan disempurnakan oleh apa yang sudah ada dalam masyarakat. Disini memang perlu kejelian untuk merangkum dan menggabungkan apa yang sudah ada. Bukan menyalahkan yang menimbulkan perlawanan dari masyarakat.
Seorang pemimpin perlu lemah lembut. Dia menyampaikan semua ide dan visi misinya dengan kelembutan. Tidak dengan kata-kata kasar dan menghakimi. Kelemahlembutan akan mampu mengubah pemikiran orang tanpa orang itu merasa diubah. Orang akan mengikuti dan menerima semua ide dan pemikiran tanpa merasa dirinya dianggap sebagai orang bodoh. Hal ini bisa dilakukan bila orang menghargai sesamanya sebagai orang yang bermartabat dan menempatkan diri pada orang lain. Maka untuk menjadi seorang pemimpin tidak saja dibutuhkan kepandaian tapi juga memahami diplomasi, memiliki kerendahatian dan kelemahlembutan agar masyarakat rela mengikutinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar