Media akhir-akhir ini membuat aku dan banyak teman menjadi bingung. Ketika orang kagum pada kinerja KPK tiba-tiba pimpinan KPK tersangkut kasus pembunuhan dan perempuan. Belum lagi kasus itu selesai muncul kasus Century Bank. Muncul pansus DPR yang ditayangkan stasiun TV setiap hari. Belum tuntas kasus Century muncul kasus Susno Duaji lalu Gayus yang membuat orang terbelalak. Seorang pegawai golongan IIIA mempunyai uang dalam rekening 25 M, rumah sekitar 1,3 M, apartemen dan sebagainya. Belum selesai kasus Gayus muncul lagi kasus mundurnya Sri Mulyani dari kedudukannya sebagai menteri keuangan. Lalu diikuti terbentuknya sekber dengan Bakrie sebagai ketua, yang menimbulkan pro dan kontra. Belum lagi berita tentang penembakan terhadap para teroris yang semakin sering.
Rakyat seperti diajak menonton sebuah sinetron dengan cerita yang loncat-loncat. Mungkin memang dari semua kejadian itu ada benang merahnya tapi masih banyak orang yang tidak mampu melihat benang merah kecuali benang ruwet. Hal yang pasti adalah adanya ketidakberesan di pusat kekuasaan. Akibat ketidakberesan dalam waktu yang lama maka kasus demi kasus muncul berurutan. Rakyat seperti diajak melihat aneka borok yang sudah menahun di tubuh bangsa ini. Orang jadi bingung borok mana yang parah dan perlu diobati terlebih dahulu? Semua seperti borok yang kait mengkait membuat bangsa ini terpuruk. Banyak orang menjadi sadar bahwa selama ini telah terjadi pembodohan rakyat yang terus menerus dan sistematis.
Akibat pembodohan ini banyak orang menjadi apatis terhadap pemerintahan dan slogan pembangunan pemerintah yang bersih dan jujur. Apakah mungkin akan terjadi pemerintahan yang bersih? Melihat semua itu maka aku berpikir yang dibutuhkan bangsa ini bukan reformasi melainkan revolusi. Selama ini didengungkan adanya reformasi dalam aneka bidang. Janji beberapa tokoh bahwa reformasi ini membutuhkan puluhan tahun untuk sampai pada pemerintahan yang baik. Tapi pertanyaanya apakah reformasi akan berjalan sesuai dengan tahapan demi tahapan? Ada kemungkinan ditengah jalan reformasi ini macet dan kembali ke habitus lama.
Kita membutuhkan revolusi seperti yang dijalankan oleh Yesus. Revolusi biasanya dipahami sebagai revolusi politik yaitu usaha untuk merebut kekuasaan politik dan menggantikannya dengan orang yang baru. Negara kita pernah melakukan revolusi politik. Tapi hasilnya masih tetap seperti sekarang. Yesus menawarkan revolusi yang lain yaitu revolusi sosial. Sebuah perubahan mendasar dalam hukum, budaya, dan mentalitas manusia. Perubahan ini terarah pada akar masalah dan dilakukan secara cepat. Pokok sasaran bukan hanya sistem tapi terlebih manusianya. Setiap orang harus menjadi manusia baru. Bila hanya mengubah pemerintahan dengan melakukan kudeta, maka penggantinya tidak akan beda dengan yang digantikan, misalnya beberapa negara di Afrika yang kudeta berulang kali tapi tetap miskin.
Bagi Yesus reformasi tidak menyelesaikan masalah. Reformasi berarti pembaharuan dimana mentalitas lama tetap masih dipertahankan. “Tidak seorang pun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya.” (Mat 9:16). Reformasi bagaikan menambal kain baru pada baju yang tua. Di negara kita beberapa tokoh baru yang bagus masuk dalam pemerintahan yang tua, maka mereka menjadi terpental atau mereka menjadi sama dengan orang yang lama. Bila ingin mengadakan perubahan maka perlu membuang semuanya dan membuat baru.
Revolusi dimulai dari diri sendiri. Bagaimana mungkin kita akan mengubah pemerintah bila kita sendiri tidak berubah. Kita lebih suka membayar pada polisi di jalan daripada sidang atau membayar pegawai kelurahan daripada mengurus KTP sendiri. Mulai dari kita untuk hidup jujur dan adil. Apakah mungkin? Yesus pun dulu mengawali perubahan hanya dengan 12 rasul dan satu berkhianat, namun kini gerakanNya sudah mendunia.
Rakyat seperti diajak menonton sebuah sinetron dengan cerita yang loncat-loncat. Mungkin memang dari semua kejadian itu ada benang merahnya tapi masih banyak orang yang tidak mampu melihat benang merah kecuali benang ruwet. Hal yang pasti adalah adanya ketidakberesan di pusat kekuasaan. Akibat ketidakberesan dalam waktu yang lama maka kasus demi kasus muncul berurutan. Rakyat seperti diajak melihat aneka borok yang sudah menahun di tubuh bangsa ini. Orang jadi bingung borok mana yang parah dan perlu diobati terlebih dahulu? Semua seperti borok yang kait mengkait membuat bangsa ini terpuruk. Banyak orang menjadi sadar bahwa selama ini telah terjadi pembodohan rakyat yang terus menerus dan sistematis.
Akibat pembodohan ini banyak orang menjadi apatis terhadap pemerintahan dan slogan pembangunan pemerintah yang bersih dan jujur. Apakah mungkin akan terjadi pemerintahan yang bersih? Melihat semua itu maka aku berpikir yang dibutuhkan bangsa ini bukan reformasi melainkan revolusi. Selama ini didengungkan adanya reformasi dalam aneka bidang. Janji beberapa tokoh bahwa reformasi ini membutuhkan puluhan tahun untuk sampai pada pemerintahan yang baik. Tapi pertanyaanya apakah reformasi akan berjalan sesuai dengan tahapan demi tahapan? Ada kemungkinan ditengah jalan reformasi ini macet dan kembali ke habitus lama.
Kita membutuhkan revolusi seperti yang dijalankan oleh Yesus. Revolusi biasanya dipahami sebagai revolusi politik yaitu usaha untuk merebut kekuasaan politik dan menggantikannya dengan orang yang baru. Negara kita pernah melakukan revolusi politik. Tapi hasilnya masih tetap seperti sekarang. Yesus menawarkan revolusi yang lain yaitu revolusi sosial. Sebuah perubahan mendasar dalam hukum, budaya, dan mentalitas manusia. Perubahan ini terarah pada akar masalah dan dilakukan secara cepat. Pokok sasaran bukan hanya sistem tapi terlebih manusianya. Setiap orang harus menjadi manusia baru. Bila hanya mengubah pemerintahan dengan melakukan kudeta, maka penggantinya tidak akan beda dengan yang digantikan, misalnya beberapa negara di Afrika yang kudeta berulang kali tapi tetap miskin.
Bagi Yesus reformasi tidak menyelesaikan masalah. Reformasi berarti pembaharuan dimana mentalitas lama tetap masih dipertahankan. “Tidak seorang pun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya.” (Mat 9:16). Reformasi bagaikan menambal kain baru pada baju yang tua. Di negara kita beberapa tokoh baru yang bagus masuk dalam pemerintahan yang tua, maka mereka menjadi terpental atau mereka menjadi sama dengan orang yang lama. Bila ingin mengadakan perubahan maka perlu membuang semuanya dan membuat baru.
Revolusi dimulai dari diri sendiri. Bagaimana mungkin kita akan mengubah pemerintah bila kita sendiri tidak berubah. Kita lebih suka membayar pada polisi di jalan daripada sidang atau membayar pegawai kelurahan daripada mengurus KTP sendiri. Mulai dari kita untuk hidup jujur dan adil. Apakah mungkin? Yesus pun dulu mengawali perubahan hanya dengan 12 rasul dan satu berkhianat, namun kini gerakanNya sudah mendunia.
Ahh...cape deh! mengakar dan kronis kayak kanker! selamat berkarya Romo. Salam
BalasHapuslalu mau gimana?
BalasHapus