Ketika kuliah Kitab Suci beberapa kali aku diolok oleh dosen Kitab Suci seorang romo dari ordo kontemplatif atau pendoa. Beliau mengatakan bahwa konggregasi tempatku bergabung bagaikan Marta yang sibuk. Sedangkan ordo tempat beliau bergabung bagaikan Maria yang duduk dekat kaki Yesus. Mendengar olokan itu aku hanya tersenyum sebab aku tahu bahwa beliau tidak bermaksud menghina. Olokan hanya ungkapan cinta beliau pada kami. Beliau mengolok bahwa kaum aktif seperti kami itu menghabiskan waktunya untuk hal yang tidak berguna seperti Marta. Sedangkan kaum kontemplatif telah mengambil tempat yang tepat dan menghabiskan waktu untuk duduk mendengarkan Yesus. Inilah yang dipuji Yesus.
Yesus menegur Marta bukan karena dia sibuk bekerja, tapi dia protes mengenai Maria. Dia seolah bekerja paling keras sebaliknya Maria tidak bekerja. "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,” (Luk 10:41). Sebagai tuan rumah Marta ingin memberikan yang terbaik. Dia kuatir bahwa Yesus tidak mendapatkan yang terbaik. Yesus mengingatkan bahwa kita tidak perlu kuatir untuk memberikan yang terbaik padaNya. Dia sudah memiliki segalanya. Dia adalah Putra Allah. Kekuatiran ini mendorong Marta tenggelam dalam aneka pekerjaan. “tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” (Luk 10:42). Yesus mengingatkan bahwa yang diperlukan bagi Marta adalah menjadi murid Yesus seperti Maria. Mempunyai waktu untuk mendengarkan sabdaNya.
Kita pun sering seperti Marta. Menjelang Paskah, Natal atau hari besar lainnya semua orang sibuk menghias gereja. Membuat liturgi yang indah dan megah. Koor latihan setiap malam agar dapat menampilkan lagu yang indah. Semua beranggapan bahwa bila gereja dihias dengan indah, liturgi bagus, koor bagus dan sebagainya maka akan membuat Yesus suka cita. Apakah Yesus menghendakinya? Dia lahir di kandang dan tidak ada satu pun orang yang menyambutnya penuh suka cita. Para gembala dan orang Majus datang setelah beberapa hari Yesus lahir. Tidak ada kemegahan atau keindahan. Semua serba sederhana. Apalagi Paskah ketika Yesus bangkit. Tidak ada kemegahan sama sekali. Semua murid masih dalam perkabungan, keputusasaan dan ketakutan. Tapi mereka semua mendengarkan sabda Allah. Para Majus melihat bintang para gembala melihat malaikat, para murid di rumah tertutup berdoa dan melihat Yesus.
Akibat kita sibuk seperti Marta maka seringkali Natal dan Paskah berlalu begitu saja. Kita hanya ingat akan koor yang bagus, hiasan yang indah dan keramaian umat. Tidak ada usaha mendengarkan sabda Allah dan merenungkannya. Bahkan Paskah dimana bacaan semula 9 diubah menjadi 5 sebab dianggap terlalu lama. Meski sudah dikurangi kita masih merasa bosan dan mengantuk. Mungkin kita semua sudah capek melakukan persiapan sehingga kita tidak mampu merenungkan makna Paskah atau Natal dalam hidup kita. Seharusnya kita menjadi Maria yang berani mendengarkan sabda Yesus dan merenungkannya. Sabda yang tertanam dalam hati tidak akan berkesudahan. Sabda itu bagaikan sumber mata air yang tidak berkesudahan. Maka sabda yang tertanam dalam hati tidak akan dapat diambil oleh siapapun. Tidak akan habis. Sedangkan segala kemegahan hiasan gereja, keindahan koor dan lainnya akan habis ketika semua itu berlalu.
Hal ini bukan berarti kita tidak perlu menyiapkan dan memeriahkan perayaan liturgi. Hal yang bagus itu sangat dibutuhkan. Bila koor bagus maka umat akan terlibat untuk menyanyi dan merasa senang. Hiasan yang bagus membuat umat lebih dapat menghayati doa-doa. Maka tujuan kita menghias gereja dan menata liturgi adalah agar umat semakin dekat dengan sesama dan Allah. Semua petugas dan perangkat liturgi merupakan bagian dari tanda dan sarana keselamatan dari Allah. Tapi tujuan itu sering dilupakan. Kita terjebak seperti Marta yang tenggelam dalam kesibukan dan kekuatiran, sehingga melupakan tujuan utama yaitu agar Yesus dapat berbicara pada kita melalui sakramen. Agar kita dapat membangun relasi pribadi dengan Yesus dan sesama.
Yesus menegur Marta bukan karena dia sibuk bekerja, tapi dia protes mengenai Maria. Dia seolah bekerja paling keras sebaliknya Maria tidak bekerja. "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,” (Luk 10:41). Sebagai tuan rumah Marta ingin memberikan yang terbaik. Dia kuatir bahwa Yesus tidak mendapatkan yang terbaik. Yesus mengingatkan bahwa kita tidak perlu kuatir untuk memberikan yang terbaik padaNya. Dia sudah memiliki segalanya. Dia adalah Putra Allah. Kekuatiran ini mendorong Marta tenggelam dalam aneka pekerjaan. “tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” (Luk 10:42). Yesus mengingatkan bahwa yang diperlukan bagi Marta adalah menjadi murid Yesus seperti Maria. Mempunyai waktu untuk mendengarkan sabdaNya.
Kita pun sering seperti Marta. Menjelang Paskah, Natal atau hari besar lainnya semua orang sibuk menghias gereja. Membuat liturgi yang indah dan megah. Koor latihan setiap malam agar dapat menampilkan lagu yang indah. Semua beranggapan bahwa bila gereja dihias dengan indah, liturgi bagus, koor bagus dan sebagainya maka akan membuat Yesus suka cita. Apakah Yesus menghendakinya? Dia lahir di kandang dan tidak ada satu pun orang yang menyambutnya penuh suka cita. Para gembala dan orang Majus datang setelah beberapa hari Yesus lahir. Tidak ada kemegahan atau keindahan. Semua serba sederhana. Apalagi Paskah ketika Yesus bangkit. Tidak ada kemegahan sama sekali. Semua murid masih dalam perkabungan, keputusasaan dan ketakutan. Tapi mereka semua mendengarkan sabda Allah. Para Majus melihat bintang para gembala melihat malaikat, para murid di rumah tertutup berdoa dan melihat Yesus.
Akibat kita sibuk seperti Marta maka seringkali Natal dan Paskah berlalu begitu saja. Kita hanya ingat akan koor yang bagus, hiasan yang indah dan keramaian umat. Tidak ada usaha mendengarkan sabda Allah dan merenungkannya. Bahkan Paskah dimana bacaan semula 9 diubah menjadi 5 sebab dianggap terlalu lama. Meski sudah dikurangi kita masih merasa bosan dan mengantuk. Mungkin kita semua sudah capek melakukan persiapan sehingga kita tidak mampu merenungkan makna Paskah atau Natal dalam hidup kita. Seharusnya kita menjadi Maria yang berani mendengarkan sabda Yesus dan merenungkannya. Sabda yang tertanam dalam hati tidak akan berkesudahan. Sabda itu bagaikan sumber mata air yang tidak berkesudahan. Maka sabda yang tertanam dalam hati tidak akan dapat diambil oleh siapapun. Tidak akan habis. Sedangkan segala kemegahan hiasan gereja, keindahan koor dan lainnya akan habis ketika semua itu berlalu.
Hal ini bukan berarti kita tidak perlu menyiapkan dan memeriahkan perayaan liturgi. Hal yang bagus itu sangat dibutuhkan. Bila koor bagus maka umat akan terlibat untuk menyanyi dan merasa senang. Hiasan yang bagus membuat umat lebih dapat menghayati doa-doa. Maka tujuan kita menghias gereja dan menata liturgi adalah agar umat semakin dekat dengan sesama dan Allah. Semua petugas dan perangkat liturgi merupakan bagian dari tanda dan sarana keselamatan dari Allah. Tapi tujuan itu sering dilupakan. Kita terjebak seperti Marta yang tenggelam dalam kesibukan dan kekuatiran, sehingga melupakan tujuan utama yaitu agar Yesus dapat berbicara pada kita melalui sakramen. Agar kita dapat membangun relasi pribadi dengan Yesus dan sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar