Aku tidak tahu mengapa seorang teman suka sekali mengajakku untuk berdebat soal dogma. Dia mengaku pengikut Kristus yang setia dan mengatakan bahwa dia sudah membaca Kitab Suci mulai kitab Kejadian sampai kitab Wahyu. Dia pun merasa bahwa hidupnya sudah berdasarkan Sabda Allah yang ada dalam Kitab Suci. Terkadang aku mengabaikan apa yang dia tanyakan atau pernyataan-pernyataan yang memojokkan iman Katolik, tetapi kadang kala aku juga merasa tertantang untuk menjawab dan mematahkan argumen-argumennya. Semua perdebatan tidak pernah mencapai satu titik temu, sebab kami memandang Yesus dari sudut yang berbeda. Apalagi semua pernyataan atau pertanyaan muncul dari sikap pengadilan bukan sebuah keingintahuan atau untuk memperdalam pengetahuan tentang iman.
Perdebatan mengenai iman tidak pernah akan habis dan tuntas. Beberapa kali aku mengikuti dialog antar agama dalam forum semacam ini tampaknya ada titik temu. Tapi ini hanya tampak di permukaan saja, sebab setelah dialog semua itu seperti menguap. Orang mulai menyalahkan iman orang lain atau merasa bahwa ajaran agamanya yang paling benar. Maka meski di Indonesia sering diadakan dialog antar agama, tapi ketegangan baik itu yang terwujud menjadi sebuah tindakan ataupun hanya sebatas bisik-bisik penuh kebencian dan perendahan agama lain masih terus terjadi.
Dalam agama Katolik sendiri tidak jarang terjadi ketegangan diantara sesama orang yang mengaku Katolik karena pemahaman praktek iman yang berbeda atau penafsiran ajaran yang berbeda. Hal ini kadang menjadi perdebatan atau pertengkaran terbuka tapi lebih banyak terbatas dalam bisik-bisik dalam kelompok yang sepaham. Adanya ketegangan semacam ini tampaknya sudah ada sejak jaman Gereja perdana. Rasul Paulus berulang kali menegur orang yang saling bermusuhan atau membentuk kelompok-kelompok. “…bahwa ada perselisihan di antara kamu. Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus. Adakah Kristus terbagi-bagi?…” (1Kor 1:11-13). Maka Rasul Paulus mengajarkan bahwa Gereja adalah tubuh Kristus yang tidak terbagi-bagi. Semua menyatu dengan fungsi dan tugas yang berbeda-beda karena ada karunia Roh yang berbeda.
Ketegangan juga terjadi karena penafsiran akan Taurat yang berbeda. Maka Rasul Paulus mengingatkan bahwa tidak perlu kita sibuk berdebat soal Taurat. “Tetapi hindarilah persoalan yang dicari-cari dan yang bodoh, persoalan silsilah, percekcokan dan pertengkaran mengenai hukum Taurat, karena semua itu tidak berguna dan sia-sia belaka.” (Tit 3:9) Iman bukan untuk diperdebatkan melainkan dilaksanakan dalam sikap hidup dan tindakan yang nyata. Berdebat soal iman tidak akan ada habisnya, maka dikatakan sia-sia. Penulis surat Yakobus lebih praktis lagi bahwa iman itu hanya dapat dilihat dari apa yang dilakukan dan sikap seseorang. Bukan hanya sekedar percaya.
Sebetulnya ajaran Yesus sangat sederhana. Hukum utama dan pertama adalah kasih. Orang dapat masuk Kerajaan Surga bila dia mempunyai kasih yang terwujud dalam sikap dan tindakan peduli pada kaum miskin. Tapi dalam perkembangannya iman itu disistematisasikan sehingga menjadi sulit. Ada banyak dogma dan ajaran yang dapat menimbulkan pandangan yang berbeda-beda. Gereja pun terpecah-pecah menjadi berbagai aliran. Orang yang tidak sepaham dianggap bidaah dan disingkirkan. Mereka pun mengecam yang sama. Perpecahan ini menelan banyak kurban nyawa dan harta seperti ketika Gereja Kristen melawan Gereja yang dibentuk oleh Marcion pada tahun 144. Melawan Arianisme pada sekitar tahun 318 dan terus terjadi ketegangan sampai akhirnya Gereja pecah lagi karena protes Luther. Perbedaan pemahaman iman sering kali tidak murni soal iman melainkan ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan lain seperti kekuasaan dan sebagainya. Sebetulnya segala ketegangan dengan alasan apapun sangat merugikan Gereja, sebab menghabiskan energi sehingga melupakan tugas utama dan pertama yaitu kasih kepada orang yang miskin dan menderita.
Perdebatan mengenai iman tidak pernah akan habis dan tuntas. Beberapa kali aku mengikuti dialog antar agama dalam forum semacam ini tampaknya ada titik temu. Tapi ini hanya tampak di permukaan saja, sebab setelah dialog semua itu seperti menguap. Orang mulai menyalahkan iman orang lain atau merasa bahwa ajaran agamanya yang paling benar. Maka meski di Indonesia sering diadakan dialog antar agama, tapi ketegangan baik itu yang terwujud menjadi sebuah tindakan ataupun hanya sebatas bisik-bisik penuh kebencian dan perendahan agama lain masih terus terjadi.
Dalam agama Katolik sendiri tidak jarang terjadi ketegangan diantara sesama orang yang mengaku Katolik karena pemahaman praktek iman yang berbeda atau penafsiran ajaran yang berbeda. Hal ini kadang menjadi perdebatan atau pertengkaran terbuka tapi lebih banyak terbatas dalam bisik-bisik dalam kelompok yang sepaham. Adanya ketegangan semacam ini tampaknya sudah ada sejak jaman Gereja perdana. Rasul Paulus berulang kali menegur orang yang saling bermusuhan atau membentuk kelompok-kelompok. “…bahwa ada perselisihan di antara kamu. Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus. Adakah Kristus terbagi-bagi?…” (1Kor 1:11-13). Maka Rasul Paulus mengajarkan bahwa Gereja adalah tubuh Kristus yang tidak terbagi-bagi. Semua menyatu dengan fungsi dan tugas yang berbeda-beda karena ada karunia Roh yang berbeda.
Ketegangan juga terjadi karena penafsiran akan Taurat yang berbeda. Maka Rasul Paulus mengingatkan bahwa tidak perlu kita sibuk berdebat soal Taurat. “Tetapi hindarilah persoalan yang dicari-cari dan yang bodoh, persoalan silsilah, percekcokan dan pertengkaran mengenai hukum Taurat, karena semua itu tidak berguna dan sia-sia belaka.” (Tit 3:9) Iman bukan untuk diperdebatkan melainkan dilaksanakan dalam sikap hidup dan tindakan yang nyata. Berdebat soal iman tidak akan ada habisnya, maka dikatakan sia-sia. Penulis surat Yakobus lebih praktis lagi bahwa iman itu hanya dapat dilihat dari apa yang dilakukan dan sikap seseorang. Bukan hanya sekedar percaya.
Sebetulnya ajaran Yesus sangat sederhana. Hukum utama dan pertama adalah kasih. Orang dapat masuk Kerajaan Surga bila dia mempunyai kasih yang terwujud dalam sikap dan tindakan peduli pada kaum miskin. Tapi dalam perkembangannya iman itu disistematisasikan sehingga menjadi sulit. Ada banyak dogma dan ajaran yang dapat menimbulkan pandangan yang berbeda-beda. Gereja pun terpecah-pecah menjadi berbagai aliran. Orang yang tidak sepaham dianggap bidaah dan disingkirkan. Mereka pun mengecam yang sama. Perpecahan ini menelan banyak kurban nyawa dan harta seperti ketika Gereja Kristen melawan Gereja yang dibentuk oleh Marcion pada tahun 144. Melawan Arianisme pada sekitar tahun 318 dan terus terjadi ketegangan sampai akhirnya Gereja pecah lagi karena protes Luther. Perbedaan pemahaman iman sering kali tidak murni soal iman melainkan ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan lain seperti kekuasaan dan sebagainya. Sebetulnya segala ketegangan dengan alasan apapun sangat merugikan Gereja, sebab menghabiskan energi sehingga melupakan tugas utama dan pertama yaitu kasih kepada orang yang miskin dan menderita.
Pengen tahu komentar Yesus langsung, tentang ngotot2an kita manusia itu berguna engga, terhadap aspek kemanusian kita masing2. Kalau sendiri2 ajah (1 org)pasti aman2 saja. Kalau sdh cari teman atau kawan buat meng grup.. ini jadi engga ada gunanya samasekali. Menimbulkan masalah sosial baru... ini yang tabu saya rasa.
BalasHapusya memang sih. Kadang dalam debat bukan lagi mencari kebenaran tapi hanya ingin menunjukkan akan kekuatan diri atau kepandaian diri saja.
BalasHapus