Ruang sempit ini menjadi terasa sangat pengap. Aku duduk diantara teman-teman pendamping buruh, para buruh dan beberapa relawan yang bersedia membantu para buruh. Kami sedang mendiskusikan nasib beberapa teman buruh yang baru saja di PHK oleh pemilik perusahaan tempat mereka bekerja. Menurut cerita mereka kasus ini bermula dari seorang buruh yang terlambat masuk kerja lalu di PHK. Beberapa teman buruh berusaha mengadakan pembicaraan dengan pemimpin perusahaan agar PHK itu dibatalkan sebab keterlambatan teman mereka disebabkan masalah yang penting. Salah satu keluarga buruh itu sedang sakit. Tapi perusahaan tetap melakukan PHK sebab buruh itu telah melanggar aturan. Beberapa teman buruh melihat hal itu sebagai sebuah kesewang-wenangan. Lalu mereka mengadakan aksi demo. Akibatnya semua buruh yang terlibat aksi demo turut di PHK. Kini mereka menuntut uang pesangon.
Ketika para buruh tahu bahwa aku adalah seorang Katolik, maka mereka menceritakan bahwa pemilik perusahaan juga orang Katolik. Apakah aku tidak bisa mengingatkan orang itu agar tidak bertindak sewenang-wenang terhadap buruhnya. Mereka memberiku sebuah nama dari pemilik perusahaan. Aku memang belum pernah mendengar nama itu, sebab dia bukan berasal dari paroki tempatku tinggal. Setelah pertemuan aku datang ke paroki yang menjadi tempat tinggal pemilik perusahaan itu. Aku bertanya pada seorang teman aktifis dari paroki tersebut nama orang itu. Dia menjelaskan bahwa orang itu adalah orang yang sangat aktif menggalang umat dan teman-temannya untuk melakukan karya sosial. Dia juga banyak menyumbang gereja dan terlibat dalam kepengurusan Gereja.
Mendengar penjelasan dari temanku aku menjadi heran. Bagaimana seseorang bisa menjadi hitam putih seperti itu. Memang orang tidak bisa dilihat putih dari semua sudut hidupnya. Yesus disatu sisi dipuja oleh rakyat miskin yang merasa diperhatikan dan menikmati belas kasihNya, namun disisi lain Dia dihujat oleh para imam kepala, kaum Farisi dan ahli Taurat sebab Dia dianggap akan merusak tatanan kemapanan yang sudah dibangun oleh mereka. Namun Yesus berpihak pada kaum miskin dan bertindak adil dalam sepanjang hidupNya. Dia berbuat bukan untuk mencari penghargaan atau pujian melainkan karena belas kasih.
Banyak orang berbuat baik bukan karena dia mempunyai belas kasih melainkan karena dia mendapatkan pengakuan dan pujian. Perbuatan baiknya muncul bukan dari belas kasih kepada orang miskin dan menderita melainkan dari rasa ingin diperhitungkan. Akibatnya bisa menjadi hitam putih seperti aktifis Gereja itu. Ibu Teresa dari Kalkuta mengajak semua orang untuk melakukan hal kecil tapi dengan kasih yang besar. Ukuran besar kecilnya sebuah karya adalah belas kasih yang mendasarinya. Ibu Teresa juga mengatakan bahwa kasih itu dimulai dari dalam keluarga. Hal ini memang benar, sebab orang mudah sekali membagi kasih kepada orang-orang yang jauh daripada orang dekatnya. Banyak orang aktif berbagi dengan orang miskin di tepi jalan dan tampaknya sangat mengasihi mereka sedang di rumah dia sulit berbagi kasih. Pemilik perusahaan itu juga mudah sekali berbagi kasih dengan orang jauh tapi tidak dengan buruhnya yang sebetulnya adalah keluarganya juga, sebab perusahaannya dapat menjadi besar juga atas jasa para buruhnya. Inilah salah satu paradoks jaman ini.
Ketika para buruh tahu bahwa aku adalah seorang Katolik, maka mereka menceritakan bahwa pemilik perusahaan juga orang Katolik. Apakah aku tidak bisa mengingatkan orang itu agar tidak bertindak sewenang-wenang terhadap buruhnya. Mereka memberiku sebuah nama dari pemilik perusahaan. Aku memang belum pernah mendengar nama itu, sebab dia bukan berasal dari paroki tempatku tinggal. Setelah pertemuan aku datang ke paroki yang menjadi tempat tinggal pemilik perusahaan itu. Aku bertanya pada seorang teman aktifis dari paroki tersebut nama orang itu. Dia menjelaskan bahwa orang itu adalah orang yang sangat aktif menggalang umat dan teman-temannya untuk melakukan karya sosial. Dia juga banyak menyumbang gereja dan terlibat dalam kepengurusan Gereja.
Mendengar penjelasan dari temanku aku menjadi heran. Bagaimana seseorang bisa menjadi hitam putih seperti itu. Memang orang tidak bisa dilihat putih dari semua sudut hidupnya. Yesus disatu sisi dipuja oleh rakyat miskin yang merasa diperhatikan dan menikmati belas kasihNya, namun disisi lain Dia dihujat oleh para imam kepala, kaum Farisi dan ahli Taurat sebab Dia dianggap akan merusak tatanan kemapanan yang sudah dibangun oleh mereka. Namun Yesus berpihak pada kaum miskin dan bertindak adil dalam sepanjang hidupNya. Dia berbuat bukan untuk mencari penghargaan atau pujian melainkan karena belas kasih.
Banyak orang berbuat baik bukan karena dia mempunyai belas kasih melainkan karena dia mendapatkan pengakuan dan pujian. Perbuatan baiknya muncul bukan dari belas kasih kepada orang miskin dan menderita melainkan dari rasa ingin diperhitungkan. Akibatnya bisa menjadi hitam putih seperti aktifis Gereja itu. Ibu Teresa dari Kalkuta mengajak semua orang untuk melakukan hal kecil tapi dengan kasih yang besar. Ukuran besar kecilnya sebuah karya adalah belas kasih yang mendasarinya. Ibu Teresa juga mengatakan bahwa kasih itu dimulai dari dalam keluarga. Hal ini memang benar, sebab orang mudah sekali membagi kasih kepada orang-orang yang jauh daripada orang dekatnya. Banyak orang aktif berbagi dengan orang miskin di tepi jalan dan tampaknya sangat mengasihi mereka sedang di rumah dia sulit berbagi kasih. Pemilik perusahaan itu juga mudah sekali berbagi kasih dengan orang jauh tapi tidak dengan buruhnya yang sebetulnya adalah keluarganya juga, sebab perusahaannya dapat menjadi besar juga atas jasa para buruhnya. Inilah salah satu paradoks jaman ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar