Injil hari ini tentang perumpamaan orang kaya dan Lazarus. Yesus membuat cerita yang mempertentangkan situasi yang ekstrim. Disatu sisi ada orang kaya yang memiliki segalanya. Penampilannya hebat dengan pakaian bagus dan mahal. Dia senantiasa dapat makan kenyang dan enak. Disisi lain ada Lazarus, seorang pengemis. Dia tidak mempunyai apa-apa. Penampilannya buruk dan menjijikan, sebab tubuhnya penuh borok. Dia kelaparan sampai mencari remah-remah yang jatuh. Diantara keduanya tidak ada komunikasi. Semuanya tenggelam dalam dunianya masing-masing. Ketika mati orang kaya masuk neraka sedangkan orang miskin masuk surga.
Apakah orang miskin akan masuk surga dan sebaliknya orang kaya masuk neraka? Pendapat semacam ini pernah berkembang dalam Gereja. Karl Marx dapat dikatakan jengkel melihat pendapat ini, maka dia mengatakan bahwa agama adalah candu. Marx merasa agama hanya menina bobokkan orang miskin untuk menerima situasi hidupnya dengan janji akan dapat hidup di surga bila mati nanti. Agama tidak mendorong kaum miskin untuk berjuang membebaskan diri dari kemiskinan. Sampai saat ini sisa-sisa pendapat meninabobokkan untuk melanggengkan kemapaman terus ada.
Apakah Yesus sengaja ingin mengajak orang miskin agar pasrah akan situasi hidupnya dengan janji akan menikmati kehidupan di surga kelak? Bukankah Yesus datang ke dunia untuk membebaskan kaum miskin dan tertindas? Seperti layaknya nabi-nabi yang pernah ada, Yesus menyerukan suara kenabian. Suara yang mengkritik ketidakadilan dan kesewenang-wenangan para pemimpin, baik agama maupun masyarakat. Yesus adalah seorang revolusioner sejati. Dia lebih dari Marx, sebab pembebasan Yesus bukan hanya soal materi, tapi mencakup keseluruhan diri. Bukan perang antar kelas tapi penyadaran bahwa semua manusia adalah sesama. Pembebasan yang dilakukan Yesus untuk menciptakan masyarakat adil dan sejahtera bukan karena kemenangan kelas kaum tertindas, tapi karena adanya kasih yang berani mengorbankan diri.
Perumpamaan orang kaya dan Lazarus bukan soal kaya miskin atau antar kelas sosial melainkan soal sikap manusia yang tidak mengacuhkan sesamanya. Diantara mereka ada jurang yang dalam dan tidak terjembatani. Mereka hidup dalam dunianya masing-masing. Meski mereka berdekatan sebab Lazarus ada di muka pintu tapi orang kaya itu tidak melihat atau pura-pura tidak melihat, sehingga dia tetap melanjutkan kenikmatan yang sedang dinikmatinya. Sikap acuh atau tidak peduli pada sesama inilah yang menciptakan neraka dalam dunia.
Dalam dunia saat ini situasi seperti orang kaya dan Lazarus masih ada dan semakin menguat dengan menguatnya individualisme. Orang semakin memusatkan diri pada diri sendiri dan tidak peduli pada situasi hidup sesamanya. Di tengah banyaknya petani mengalami gagal panen akibat cuaca yang tidak menentu seperti saat ini, LSM Fitra melaporkan bahwa uang untuk furnitur rumah dinas presiden seharga 42 M dan untuk rumah dinas presiden dialokasikan dana sebesar 203,8 M. Anggaran baju presiden sebesar 839 juta, pengamanan fisik dan non fisik sebesar 52 M. Pembangunan gedung DPR sebesar 1,8 T. Studi banding dianggarkan 100 M lebih. Biaya perjalanan presiden, anggota dewan dan menteri pada tahun 2010 sebesar 19,5 T. Sebuah angka yang sangat fantastis. Bila sebagian besar rakyat hidup sejahtera maka biaya seperti itu tidak menjadi masalah, tapi bila banyak rakyat hidup di bawah garis kemiskinan, maka penggeluaran biaya sebesar itu menunjukkan tidak adanya rasa peduli.
Kita pun dapat menjadi seperti orang kaya dalam perumpamaan itu yang tidak mengacuhkan sesama yang sedang menderita. Kita tenggelam dalam kesibukan dan tidak ingin direpotkan oleh urusan orang lain. Kita hanya berpikir tentang diri sendirim sehingga mata kita dibutakan akan penderitaan sesama. Atau kita telah menumpulkan hati akan situasi dihadapan kita sehingga kita tidak mampu melihat penderitaan sesama yang sangat dekat di depan mata kita.
Apakah orang miskin akan masuk surga dan sebaliknya orang kaya masuk neraka? Pendapat semacam ini pernah berkembang dalam Gereja. Karl Marx dapat dikatakan jengkel melihat pendapat ini, maka dia mengatakan bahwa agama adalah candu. Marx merasa agama hanya menina bobokkan orang miskin untuk menerima situasi hidupnya dengan janji akan dapat hidup di surga bila mati nanti. Agama tidak mendorong kaum miskin untuk berjuang membebaskan diri dari kemiskinan. Sampai saat ini sisa-sisa pendapat meninabobokkan untuk melanggengkan kemapaman terus ada.
Apakah Yesus sengaja ingin mengajak orang miskin agar pasrah akan situasi hidupnya dengan janji akan menikmati kehidupan di surga kelak? Bukankah Yesus datang ke dunia untuk membebaskan kaum miskin dan tertindas? Seperti layaknya nabi-nabi yang pernah ada, Yesus menyerukan suara kenabian. Suara yang mengkritik ketidakadilan dan kesewenang-wenangan para pemimpin, baik agama maupun masyarakat. Yesus adalah seorang revolusioner sejati. Dia lebih dari Marx, sebab pembebasan Yesus bukan hanya soal materi, tapi mencakup keseluruhan diri. Bukan perang antar kelas tapi penyadaran bahwa semua manusia adalah sesama. Pembebasan yang dilakukan Yesus untuk menciptakan masyarakat adil dan sejahtera bukan karena kemenangan kelas kaum tertindas, tapi karena adanya kasih yang berani mengorbankan diri.
Perumpamaan orang kaya dan Lazarus bukan soal kaya miskin atau antar kelas sosial melainkan soal sikap manusia yang tidak mengacuhkan sesamanya. Diantara mereka ada jurang yang dalam dan tidak terjembatani. Mereka hidup dalam dunianya masing-masing. Meski mereka berdekatan sebab Lazarus ada di muka pintu tapi orang kaya itu tidak melihat atau pura-pura tidak melihat, sehingga dia tetap melanjutkan kenikmatan yang sedang dinikmatinya. Sikap acuh atau tidak peduli pada sesama inilah yang menciptakan neraka dalam dunia.
Dalam dunia saat ini situasi seperti orang kaya dan Lazarus masih ada dan semakin menguat dengan menguatnya individualisme. Orang semakin memusatkan diri pada diri sendiri dan tidak peduli pada situasi hidup sesamanya. Di tengah banyaknya petani mengalami gagal panen akibat cuaca yang tidak menentu seperti saat ini, LSM Fitra melaporkan bahwa uang untuk furnitur rumah dinas presiden seharga 42 M dan untuk rumah dinas presiden dialokasikan dana sebesar 203,8 M. Anggaran baju presiden sebesar 839 juta, pengamanan fisik dan non fisik sebesar 52 M. Pembangunan gedung DPR sebesar 1,8 T. Studi banding dianggarkan 100 M lebih. Biaya perjalanan presiden, anggota dewan dan menteri pada tahun 2010 sebesar 19,5 T. Sebuah angka yang sangat fantastis. Bila sebagian besar rakyat hidup sejahtera maka biaya seperti itu tidak menjadi masalah, tapi bila banyak rakyat hidup di bawah garis kemiskinan, maka penggeluaran biaya sebesar itu menunjukkan tidak adanya rasa peduli.
Kita pun dapat menjadi seperti orang kaya dalam perumpamaan itu yang tidak mengacuhkan sesama yang sedang menderita. Kita tenggelam dalam kesibukan dan tidak ingin direpotkan oleh urusan orang lain. Kita hanya berpikir tentang diri sendirim sehingga mata kita dibutakan akan penderitaan sesama. Atau kita telah menumpulkan hati akan situasi dihadapan kita sehingga kita tidak mampu melihat penderitaan sesama yang sangat dekat di depan mata kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar