Seorang datang dan protes padaku. Dia protes mengenai sulitnya untuk menjadi Katolik. Mengapa untuk menjadi Katolik harus melalui masa katekumen selama setahun? Mengapa tidak bisa diperpendek menjadi 3 atau 6 bulan saja? Menurutnya di gereja yang lain masa katekumen tidak terlalu lama. Beberapa kali pertemuan saja bisa langsung dibaptis. Aku katakan bahwa di Gereja Katolik ada aturan yang sama bahwa masa katekumen selama setahun. Orang ini membantah lagi bahwa di beberapa Gereja Katolik ada yang hanya 3 bulan saja. Dia lalu menyebut nama sebuah paroki dimana pegawai memberi penawaran mau memakai jalur lambat atau jalur cepat.
Aku memang sudah mendengar dari beberapa orang bahwa di sebuah paroki, yang seharusnya menjadi panutan, pegawainy memberi penawaran pada orang yang ingin dibaptis apakah dia mau menempuh jalur lambat artinya masa katekumen selama setahun atau jalur cepat yang artinya masa katekumen hanya 3 bulan saja. Bagiku mengapa gereja tidak berbeda dengan kantor pemerintahan bila orang ingin mengurus KTP atau SIM? Bila ingin mengurus KTP atau SIM atau mungkin juga urusan lain ada petugas yang menawari apakah mau melalui jalur lambat atau cepat. Bila di kantor pemerintahan untuk bisa jalur cepat maka harus memberi uang lebih kepada petugas, aku tidak tahu apakah di paroki itu juga terjadi hal yang sama. Bila sungguh terjadi maka sangat memprihatinkan sebab Gereja sudah kembali ke jaman sebelum Luther dimana terjadi jual beli sakramen. Tapi kali ini jual beli waktu katekumenat.
Salah satu ciri jaman ini adalah menguatnya budaya atau mentalitas instant. Orang ingin melakukan segala sesuatu dengan cepat dan tanpa proses yang panjang. Ternyata hal ini juga sudah masuk dalam soal iman. Orang tidak ingin berproses lama untuk menjadi seorang Katolik. Masa katekumen bukanlah masa pembelajaran tentang iman saja, melainkan juga proses untuk mengubah diri menjadi seorang Katolik. Maka dalam masa ketekumenat seharusnya orang harus mulai berproses untuk hidup secara Katolik. Dia mengikuti doa lingkungan, perayaan sakramen, dan sebagainya. Dia mulai mengenal dan bersekutu dengan sesama orang Katolik. Masa katekumenat adalah masa pengenalan iman dan memproses diri untuk hidup sesuai dengan iman.
Ajaran Yesus berbeda dengan ajaran dunia. Dalam Kotbah di Bukit jelas sekali bahwa ajaran Yesus berbeda dengan ajaran dunia. Yesus membuka ajaranNya dengan bersabda “Kamu telah mendengar yang difirmankan…” lalu disusul dengan “Tetapi Aku berkata kepadamu…” bahkan kadang dipertegas dengan kata “sesungguhnya”. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang ada di dunia berbeda dengan yang dikehendaki Yesus. Maka mengikuti Yesus berarti berani mengubah diri. Perubahan ini tidak mudah, sebab menyangkut perubahan cara pandangan, cara hidup, cara berpikir dan keseluruhan diri kita. “Demikian juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian, anggur yang baru itu akan mengoyakkan kantong itu dan anggur itu akan terbuang dan kantong itu pun hancur. Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula.” (Luk 5:37-38). Ajaran Yesus adalah ajaran baru yang tidak dapat disimpan dalam ajaran yang lama, sebab akan saling merusak. Menjadi Katolik harus menjadi manusia baru.
Baptisan Katolik tidaklah sulit. Orang hanya perlu dituangi air di kepalanya oleh petugas Gereja maka dia sudah dibaptis. Tapi apakah setelah dibaptis maka dia akan berubah menjadi orang Katolik atau hanya orang yang dibaptis secara Katolik? Baptis adalah tanda nyata bahwa kita sungguh menjadi anggota Gereja yang sah, sedangkan benih iman sudah sejak awal ketika kita ingin dibaptis. Seperti benih yang tumbuh menjadi pohon demikian pula iman kita bertumbuh secara perlahan. Membutuhkan proses agar mengakar dalam diri, sehingga kita semakin yakin bahwa Yesuslah yang ingin kita ikuti. Kita secara perlahan berproses mengubah sikap, pandang hidup, dan sebagainya sesuai dengan Kristus. Tapi hal ini kurang dipahami. Orang hanya ingin dibaptis, maka setelah baptis tidak ada perubahan dari cara hidup lama menjadi cara hidup baru.
Aku memang sudah mendengar dari beberapa orang bahwa di sebuah paroki, yang seharusnya menjadi panutan, pegawainy memberi penawaran pada orang yang ingin dibaptis apakah dia mau menempuh jalur lambat artinya masa katekumen selama setahun atau jalur cepat yang artinya masa katekumen hanya 3 bulan saja. Bagiku mengapa gereja tidak berbeda dengan kantor pemerintahan bila orang ingin mengurus KTP atau SIM? Bila ingin mengurus KTP atau SIM atau mungkin juga urusan lain ada petugas yang menawari apakah mau melalui jalur lambat atau cepat. Bila di kantor pemerintahan untuk bisa jalur cepat maka harus memberi uang lebih kepada petugas, aku tidak tahu apakah di paroki itu juga terjadi hal yang sama. Bila sungguh terjadi maka sangat memprihatinkan sebab Gereja sudah kembali ke jaman sebelum Luther dimana terjadi jual beli sakramen. Tapi kali ini jual beli waktu katekumenat.
Salah satu ciri jaman ini adalah menguatnya budaya atau mentalitas instant. Orang ingin melakukan segala sesuatu dengan cepat dan tanpa proses yang panjang. Ternyata hal ini juga sudah masuk dalam soal iman. Orang tidak ingin berproses lama untuk menjadi seorang Katolik. Masa katekumen bukanlah masa pembelajaran tentang iman saja, melainkan juga proses untuk mengubah diri menjadi seorang Katolik. Maka dalam masa ketekumenat seharusnya orang harus mulai berproses untuk hidup secara Katolik. Dia mengikuti doa lingkungan, perayaan sakramen, dan sebagainya. Dia mulai mengenal dan bersekutu dengan sesama orang Katolik. Masa katekumenat adalah masa pengenalan iman dan memproses diri untuk hidup sesuai dengan iman.
Ajaran Yesus berbeda dengan ajaran dunia. Dalam Kotbah di Bukit jelas sekali bahwa ajaran Yesus berbeda dengan ajaran dunia. Yesus membuka ajaranNya dengan bersabda “Kamu telah mendengar yang difirmankan…” lalu disusul dengan “Tetapi Aku berkata kepadamu…” bahkan kadang dipertegas dengan kata “sesungguhnya”. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang ada di dunia berbeda dengan yang dikehendaki Yesus. Maka mengikuti Yesus berarti berani mengubah diri. Perubahan ini tidak mudah, sebab menyangkut perubahan cara pandangan, cara hidup, cara berpikir dan keseluruhan diri kita. “Demikian juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian, anggur yang baru itu akan mengoyakkan kantong itu dan anggur itu akan terbuang dan kantong itu pun hancur. Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula.” (Luk 5:37-38). Ajaran Yesus adalah ajaran baru yang tidak dapat disimpan dalam ajaran yang lama, sebab akan saling merusak. Menjadi Katolik harus menjadi manusia baru.
Baptisan Katolik tidaklah sulit. Orang hanya perlu dituangi air di kepalanya oleh petugas Gereja maka dia sudah dibaptis. Tapi apakah setelah dibaptis maka dia akan berubah menjadi orang Katolik atau hanya orang yang dibaptis secara Katolik? Baptis adalah tanda nyata bahwa kita sungguh menjadi anggota Gereja yang sah, sedangkan benih iman sudah sejak awal ketika kita ingin dibaptis. Seperti benih yang tumbuh menjadi pohon demikian pula iman kita bertumbuh secara perlahan. Membutuhkan proses agar mengakar dalam diri, sehingga kita semakin yakin bahwa Yesuslah yang ingin kita ikuti. Kita secara perlahan berproses mengubah sikap, pandang hidup, dan sebagainya sesuai dengan Kristus. Tapi hal ini kurang dipahami. Orang hanya ingin dibaptis, maka setelah baptis tidak ada perubahan dari cara hidup lama menjadi cara hidup baru.
saya rasa sebaiknya di open aja agar kita juga bisa saling mengingatkan jika memang terjadi penyimpangan katekumen demi masa depan gereja kedepan Tuhan menberkati
BalasHapusTanpa dibuka pun sebetulnya sudah banyak orang yang tahu. Jadi itu sudah menjadi kebijakan paroki tertentu, padahal paroki itu otonom sehingga paroki lain tidak bisa ikut campur kebijakan paroki tertentu.
BalasHapuslebih baik hasil panen tdk terlalu bnyk, tetapi menghasilkan panenan yg baik ya, Romo..
BalasHapusV