Minggu, 14 November 2010

DAUD DAN BATSYEBA: LUPA DIRI


Dalam 2 Sam 11:1-27 dikisahkan tentang Daud dan Batsyeba. Daud sedang tidak berperang. Ketika bangun tidur pada sore hari dia berjalan-jalan di atas atap rumahnya. Dia melihat Batsyeba sedang mandi dan tertarik dengan kecantikan Batsyeba. Mungkin hal ini terjadi tanpa disengaja. Daud tidak merencanakan untuk melihat Batsyeba yang sedang mandi. Mungkin juga hal ini telah direncanakan, sebab harusnya dia berperang tapi dia tetap tinggal di istananya dan menyuruh Yoab untuk berperang melawan Bani Amon. “Pada pergantian tahun, pada waktu raja-raja biasanya maju berperang, maka Daud menyuruh Yoab maju beserta orang-orangnya dan seluruh orang Israel. Mereka memusnahkan bani Amon dan mengepung kota Raba, sedang Daud sendiri tinggal di Yerusalem.” (2 Sam 11:1).

Daud tampaknya sudah menikmati kemewahan dan kemapaman sebagai raja sehingga dia tidak maju berperang lagi meski biasanya pada saat itu raja-raja sedang berperang. Daud menikmati istirahat sore ketika pasukannya sedang berjuang melawan Bani Amon. Seorang pemimpin yang baik dia selalu terikat dengan rakyatnya. Daud bukan hanya raja tapi dia juga panglima perang, sebab dari muda dia sudah menjadi pemimpin pasukan. Kehadiran seorang raja sangat penting dalam sebuah pertempuran. Kehadiranya sangat menguatkan moral pasukan dalam berperang. Mereka akan lebih berani dan bersemangat sebab melihat rajanya ada di tengah mereka. Kemapaman tampaknya telah membuat Daud lupa akan tugasnya sebagai panglima perang.

Baru-baru ini berbagai media banyak mengungkapkan keprihatinnya atas sikap Irwan Prayitno, gubernur Sumatera Barat yang pergi ke Jerman pada saat Mentawai terkena tsunami. Memang sumber disana mengatakan bahwa kepergian gubernur untuk masa depan Sumatera Barat agar lebih maju dan berkembang. Niat itu sangat baik dan patut dipuji, sebab gubernur sangat memikirkan perkembangan daerah yang dipimpinnya. Tapi hal yang sangat memprihatinkan adalah dia pergi saat daerahnya terkena tsunami yang menelan ratusan korban meninggal, hilang dan terpaksa mengungsi. Seharusnya dia berada ditengah para korban untuk menguatkan mereka dan mengatur bagaimana agar mereka dapat terpenuhi kebutuhan pokoknya. Kalau toh dia menjadi pembicara maka semua pendengarnya pun akan sangat memaklumi ketidakhadirannya. Kalau toh pertemuan itu sangat penting, orang yang diajak bertemu pun akan memahami dan bersedia untuk membuat agenda ulang. Ketidakhadirannya pada saat daerahnya terkena tsunami menunjukkan bahwa dia seorang pemimpin yang tidak punya rasa empati pada rakyatnya meski dia berasal dari partai yang berbasis agama.

Kenyamanan dan kemapaman dapat mengubah seseorang. Orang yang semula berjuang demi sesamanya tapi setelah menikmati jabatan dan kenyamanan hidup dia melupakan teman-teman seperjuangan dan perjuangannya sendiri. Sikap ini dapat merasuk dalam diri setiap orang. Seorang bapa yang semula ketika usahanya masih kecil dan sederhana merupakan bapa yang baik bagi anak dan istrinya, tapi setelah usahanya berkembang pesat dia menjadi bapa yang dibenci oleh anak dan istrinya. Sikapnya berubah. Semula dia suka di tinggal di rumah bersama keluarga tapi kini dia lebih suka menghabiskan waktunya untuk mencari kesenangan di luar rumah. Lambat laun keluarganya mulai berantakan dan akhirnya semua bubar.

Harta, jabatan dan kesuksesan dapat membuat orang lupa diri sehingga meninggalkan keluarga, visi dan komitmen hidupnya. Yesus suatu kali akan diangkat menjadi raja tapi Dia segera meninggalkan orang-orang itu. Dia tahu bahwa harta, kesuksesan dan kekuasaan merupakan godaan besar yang dapat membuatNya meninggalkan tujuan hidupNya yaitu menyelamatkan manusia. Memang kita boleh dan sah saja untuk menikmati apa yang sudah kita peroleh tapi jangan sampai semua itu membuat kita melupakan tujuan hidup kita. Jangan sampai semua yang ada pada kita memisahkan kita dari orang yang telah turut membesarkan kita. Semua yang kita peroleh hendaknya menjadi dorongan untuk lebih maju lagi dan memperteguh komitmen serta visi hidup.

1 komentar:

Powered By Blogger