Seorang pernah tanya padaku mengapa aku bergaul dengan anak jalanan dan orang yang dianggap mempunyai kehidupan kurang baik dalam masyarakat. Mereka merasa bahwa anak jalanan dan kaum marginal lainnya adalah komunitas yang perlu disingkiri. Mereka adalah pribadi yang tidak dapat diubah untuk menjadi lebih baik, sebab mereka sudah terbentuk untuk hidup seperti itu. Pengemis adalah orang malas yang tidak mau berusaha. PSK adalah pribadi yang tidak bermoral dan ingin mendapat uang dengan cara yang sangat mudah meski harus mengorbankan martabatnya. Masih ada banyak lagi pandangan buruk terhadap teman-teman yang disampaikan padaku.
Aku membenarkan semua pendapat itu. Tapi apakah gunanya kita mengeluh tentang perilaku seseorang bila hanya berhenti mengeluh? Anak jalanan dan kaum miskin kota lain adalah sebuah fenomena kota-kota besar. Semakin hari jumlah mereka semakin banyak. Berulang kali pemerintah kota mengadakan operasi penertiban yaitu usaha membersihkan mereka dari jalanan. Mereka ditangkap, diberi ceramah lalu dilepaskan kembali. Ada pula yang ditahan dan diberi pelatihan ketrampilan lalu dipulangkan ke desa asal. Tapi tindakan itu tidak mengurangi jumlah mereka, sebab setiap tahun terus bertambah. Keluhan dan penangan ala pemerintah tampaknya tidak menyelesaikan masalah. Maka perlu cara lain untuk mengembalikan mereka ke dalam masyarakat.
Selama berteman dengan anak jalanan aku melihat bahwa akar masalah mereka bukan kemiskinan tapi krisis kasih dan pandangan yang salah tentang hidup dan diri sendiri. Bila penanggulangan masalah hanya memusatkan perhatian pada usaha memperbaiki ekonomi maka anak jalanan akan terus bertambah. Penanganan harus dimulai dengan mengasihi. Memperlakukan mereka sebagai manusia terhormat yang memiliki martabat sama. Bila mereka hanya ditangkap yang tidak memungkinkan terjadi pelecehan, hanya akan menimbulkan dendam dan kebencian belaka. Mereka bukan obyek yang seolah dapat diubah sesuai dengan keinginan kita. Mereka adalah subyek yang dapat memutuskan apa yang dianggap benar meski orang lain menganggap tidak benar.
Menganggap mereka subyek adalah bila kita berani berteman dengannya. Berusaha memahami masalah dan pergulatan hidupnya. Dengan memahami pergulatan hidupnya, maka kita akan mempunyai cara untuk sedikit demi sedikit mengubahnya. Allah ingin mengubah sikap manusia untuk menjadi lebih baik. Pertama Dia mengutus para nabi yang menyerukan pertobatan. Tapi usaha ini tampaknya gagal, maka Dia mengutus PuteraNya sendiri. Yesus hadir untuk terlibat atau solider dengan manusia, tapi juga memberikan teladan sikap dan perilaku yang sesuai dengan kehendak Allah.
Karya keselamat dari Allah tidak lagi menggunakan ancaman hukuman bagi yang menentang dan mengabaikan perintahNya melainkan dengan mengasihi manusia sampai mengurbankan diri. Ancaman hukuman akan membuat manusia hanya taat karena takut dihukum. Seperti anak kecil terpaksa belajar sebab takut dihukum tidak diberi uang saku bila tidak belajar. Ancaman hukuman membuat kita tidak menjadi dewasa. Kita menjadi budak, sebab melakukan segala sesuatu hanya karena takut dihukum. Yesus mengajar dan memberikan teladan kepada kita tentang kasih kepada Allah dan sesama. Segala tindakan dan sikap kita berdasarkan kasih kepada Allah dan sesama. Rasul Paulus melihat Taurat yang berisi aneka hukum merupakan kuk yang menjadi beban. Sedangkan kasih Allahlah yang memerdekakan kita.
Bersahabat berarti hadir secara fisik sehingga bisa disentuh dan menyentuh. Kehadiran kita di tengah kaum miskin dan terbuang bertujuan memulihkan martabat mereka. Membuat mereka menyadari bahwa mereka adalah orang yang berharga sehingga mereka dapat menghargai diri sendiri. Hadir di tengah mereka bukanlah hal yang mudah. Mereka pun dapat menolak dan memperlakukan kita secara tidak pantas. Perlu ketabahan hati dan kesetiaan pada tujuan bahwa kita hadir untuk menawarkan kasih Allah agar merekapun dapat belajar mengasihi diri, sesama dan Allah.
Aku membenarkan semua pendapat itu. Tapi apakah gunanya kita mengeluh tentang perilaku seseorang bila hanya berhenti mengeluh? Anak jalanan dan kaum miskin kota lain adalah sebuah fenomena kota-kota besar. Semakin hari jumlah mereka semakin banyak. Berulang kali pemerintah kota mengadakan operasi penertiban yaitu usaha membersihkan mereka dari jalanan. Mereka ditangkap, diberi ceramah lalu dilepaskan kembali. Ada pula yang ditahan dan diberi pelatihan ketrampilan lalu dipulangkan ke desa asal. Tapi tindakan itu tidak mengurangi jumlah mereka, sebab setiap tahun terus bertambah. Keluhan dan penangan ala pemerintah tampaknya tidak menyelesaikan masalah. Maka perlu cara lain untuk mengembalikan mereka ke dalam masyarakat.
Selama berteman dengan anak jalanan aku melihat bahwa akar masalah mereka bukan kemiskinan tapi krisis kasih dan pandangan yang salah tentang hidup dan diri sendiri. Bila penanggulangan masalah hanya memusatkan perhatian pada usaha memperbaiki ekonomi maka anak jalanan akan terus bertambah. Penanganan harus dimulai dengan mengasihi. Memperlakukan mereka sebagai manusia terhormat yang memiliki martabat sama. Bila mereka hanya ditangkap yang tidak memungkinkan terjadi pelecehan, hanya akan menimbulkan dendam dan kebencian belaka. Mereka bukan obyek yang seolah dapat diubah sesuai dengan keinginan kita. Mereka adalah subyek yang dapat memutuskan apa yang dianggap benar meski orang lain menganggap tidak benar.
Menganggap mereka subyek adalah bila kita berani berteman dengannya. Berusaha memahami masalah dan pergulatan hidupnya. Dengan memahami pergulatan hidupnya, maka kita akan mempunyai cara untuk sedikit demi sedikit mengubahnya. Allah ingin mengubah sikap manusia untuk menjadi lebih baik. Pertama Dia mengutus para nabi yang menyerukan pertobatan. Tapi usaha ini tampaknya gagal, maka Dia mengutus PuteraNya sendiri. Yesus hadir untuk terlibat atau solider dengan manusia, tapi juga memberikan teladan sikap dan perilaku yang sesuai dengan kehendak Allah.
Karya keselamat dari Allah tidak lagi menggunakan ancaman hukuman bagi yang menentang dan mengabaikan perintahNya melainkan dengan mengasihi manusia sampai mengurbankan diri. Ancaman hukuman akan membuat manusia hanya taat karena takut dihukum. Seperti anak kecil terpaksa belajar sebab takut dihukum tidak diberi uang saku bila tidak belajar. Ancaman hukuman membuat kita tidak menjadi dewasa. Kita menjadi budak, sebab melakukan segala sesuatu hanya karena takut dihukum. Yesus mengajar dan memberikan teladan kepada kita tentang kasih kepada Allah dan sesama. Segala tindakan dan sikap kita berdasarkan kasih kepada Allah dan sesama. Rasul Paulus melihat Taurat yang berisi aneka hukum merupakan kuk yang menjadi beban. Sedangkan kasih Allahlah yang memerdekakan kita.
Bersahabat berarti hadir secara fisik sehingga bisa disentuh dan menyentuh. Kehadiran kita di tengah kaum miskin dan terbuang bertujuan memulihkan martabat mereka. Membuat mereka menyadari bahwa mereka adalah orang yang berharga sehingga mereka dapat menghargai diri sendiri. Hadir di tengah mereka bukanlah hal yang mudah. Mereka pun dapat menolak dan memperlakukan kita secara tidak pantas. Perlu ketabahan hati dan kesetiaan pada tujuan bahwa kita hadir untuk menawarkan kasih Allah agar merekapun dapat belajar mengasihi diri, sesama dan Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar