Aku memang suka mendengarkan musik. Setiap hari di kamarku selalu terdengar musik entah dari radio atau dari komputer. Tapi aku tidak bisa menyanyi. Suaraku fals dan tidak mampu membidik nada dengan tepat. Maka acara di seminari yang paling tidak aku sukai adalah latihan koor. Apalagi bila menjelang hari besar dalam liturgi Gereja, kami para frater harus latihan koor. Dalam hatiku timbul pemberontakan. Mengapa aku harus latihan koor? Memang tidak ada pilihan lagi, sebab semua frater harus ikut koor. Tapi latihan koor membuatku tersiksa. Beberapa kali aku berusaha menghindar bila diadakan latihan koor, tapi romo pemimpin memaksaku untuk ikut latihan. Aku terpaksa ikut latihan demi ketaatan. Akibatnya terjadi konflik dalam hati.
Menjalankan segala sesuatu dengan dasar ketaatan memang hal yang sangat berat. Pada dasarnya manusia ingin bebas. Dia ingin menentukan hidupnya sendiri. Tapi kebebasan itu ada batasnya. Dimana kebebasanku berbatasan dengan kebebasan orang lain. Atau kebebasanku terbatasi dengan kesepakatan umum yang menjadi peraturan. Kesepakatan umum dapat terjadi meski aku tidak setuju. Kebebasanku juga dapat dibatasi oleh tuntutan masyarakat. Aku tidak membuat kesepakatan dengan masyarakat, tapi ada peraturan yang dibuat oleh masyarakat diluar pengetahuanku. Latihan koor adalah salah satu tuntutan dari umat paroki bahwa para frater harus mengisi koor di paroki pada saat hari besar Gereja. Hal ini tidak pernah dibicarakan oleh umat dengan para frater termasuk aku. Kami hanya menerima aturan itu.
Dalam hidup sering kali kita harus taat meski kita tidak suka. Tidak jarang untuk membuat orang menjadi taat maka ditakuti dengan hukuman. Demikian pula hubungan antara manusia dengan Tuhan. Dalam Perjanjian Lama banyak sekali aturan yang harus ditaati oleh bangsa Israel dan contoh hukuman yang akan mereka terima bila tidak mentaatinya. Air bah pada jaman Nuh adalah salah satu hukuman akibat ketidak taatan manusia pada Tuhan. Demikian pula dalam hidup kita. Banyak orang berdoa, misa dan berbuat baik karena berusaha taat pada aturan Tuhan. Mereka merasa takut dihukum oleh Tuhan bila tidak melakukan hal itu.
Orang dapat menjalankan ketaatan tanpa pemberontakan meski tidak tulus. Ketaatan yang demikian dapat menimbulkan tuntutan dan kesombongan. Waktu kecil aku taat membersihkan rumah. Setelah rumah bersih aku menuntut orang tua agar diijinkan untuk main di luar rumah. Orang yang merasa dirinya sudah mentaati aturan Tuhan tapi tiba-tiba tertimpa bencana, maka dia akan protes. Dia menuntut agar Tuhan memberi yang baik padanya. Padahal bukankah Tuhan bebas untuk melakukan semua hal seturut keinginanNya? Mengapa kita ingin menguasai dan mengatur Tuhan? Ketaatan juga dapat menjadi sebuah kesombongan. Dalam Mat 19:16-22 dikisahkan seorang anak muda sudah merasa mentaati semua aturan Tuhan. Dia bertanya pada Yesus apa yang harus dilakukannya lagi agar dapat hidup kekal? Yesus ingin mematahkan kesombongannya, maka Yesus menjawab agar anak muda itu menjual semua hartanya dan membagikannya pada kaum miskin lalu mengikuti Dia. Anak muda itu menjadi terkejut. Dia tidak menyangka bahwa Yesus tidak memuji apa yang telah dilakukannya.
Contoh seperti anak muda ini masih banyak terjadi. Orang menjadi sombong dan menuntut akan apa yang telah dilakukannya. Maka kita hendaknya melakukan segala sesuatu dengan iklas dan suka rela. Apa yang kita lakukan dengan suka rela tidak membuat kita merasa telah banyak berjasa, sehingga tidak menyombongkan diri. Kerelaan berdasarkan atas kebebasan untuk berbuat. Kalau aku melihat orang miskin lalu aku dengan kehendak bebas menolongnya, maka aku tidak pernah akan merasa telah berbuat banyak. Aku tidak peduli apakah Tuhan akan memperhitungkan apa yang telah aku lakukan atau tidak. Aku pun tidak pernah berusaha mengingat-ingat hal itu. Aku menolong karena ingin menolong dan merasa bebas menolongnya. Ini bukan ketaatan melainkan kerelaan. Setiap perbuatan hendaknya dilakukan dengan rela bukan karena ketaatan. Demikian pula dalam melakukan semua aturan yang ada.
Menjalankan segala sesuatu dengan dasar ketaatan memang hal yang sangat berat. Pada dasarnya manusia ingin bebas. Dia ingin menentukan hidupnya sendiri. Tapi kebebasan itu ada batasnya. Dimana kebebasanku berbatasan dengan kebebasan orang lain. Atau kebebasanku terbatasi dengan kesepakatan umum yang menjadi peraturan. Kesepakatan umum dapat terjadi meski aku tidak setuju. Kebebasanku juga dapat dibatasi oleh tuntutan masyarakat. Aku tidak membuat kesepakatan dengan masyarakat, tapi ada peraturan yang dibuat oleh masyarakat diluar pengetahuanku. Latihan koor adalah salah satu tuntutan dari umat paroki bahwa para frater harus mengisi koor di paroki pada saat hari besar Gereja. Hal ini tidak pernah dibicarakan oleh umat dengan para frater termasuk aku. Kami hanya menerima aturan itu.
Dalam hidup sering kali kita harus taat meski kita tidak suka. Tidak jarang untuk membuat orang menjadi taat maka ditakuti dengan hukuman. Demikian pula hubungan antara manusia dengan Tuhan. Dalam Perjanjian Lama banyak sekali aturan yang harus ditaati oleh bangsa Israel dan contoh hukuman yang akan mereka terima bila tidak mentaatinya. Air bah pada jaman Nuh adalah salah satu hukuman akibat ketidak taatan manusia pada Tuhan. Demikian pula dalam hidup kita. Banyak orang berdoa, misa dan berbuat baik karena berusaha taat pada aturan Tuhan. Mereka merasa takut dihukum oleh Tuhan bila tidak melakukan hal itu.
Orang dapat menjalankan ketaatan tanpa pemberontakan meski tidak tulus. Ketaatan yang demikian dapat menimbulkan tuntutan dan kesombongan. Waktu kecil aku taat membersihkan rumah. Setelah rumah bersih aku menuntut orang tua agar diijinkan untuk main di luar rumah. Orang yang merasa dirinya sudah mentaati aturan Tuhan tapi tiba-tiba tertimpa bencana, maka dia akan protes. Dia menuntut agar Tuhan memberi yang baik padanya. Padahal bukankah Tuhan bebas untuk melakukan semua hal seturut keinginanNya? Mengapa kita ingin menguasai dan mengatur Tuhan? Ketaatan juga dapat menjadi sebuah kesombongan. Dalam Mat 19:16-22 dikisahkan seorang anak muda sudah merasa mentaati semua aturan Tuhan. Dia bertanya pada Yesus apa yang harus dilakukannya lagi agar dapat hidup kekal? Yesus ingin mematahkan kesombongannya, maka Yesus menjawab agar anak muda itu menjual semua hartanya dan membagikannya pada kaum miskin lalu mengikuti Dia. Anak muda itu menjadi terkejut. Dia tidak menyangka bahwa Yesus tidak memuji apa yang telah dilakukannya.
Contoh seperti anak muda ini masih banyak terjadi. Orang menjadi sombong dan menuntut akan apa yang telah dilakukannya. Maka kita hendaknya melakukan segala sesuatu dengan iklas dan suka rela. Apa yang kita lakukan dengan suka rela tidak membuat kita merasa telah banyak berjasa, sehingga tidak menyombongkan diri. Kerelaan berdasarkan atas kebebasan untuk berbuat. Kalau aku melihat orang miskin lalu aku dengan kehendak bebas menolongnya, maka aku tidak pernah akan merasa telah berbuat banyak. Aku tidak peduli apakah Tuhan akan memperhitungkan apa yang telah aku lakukan atau tidak. Aku pun tidak pernah berusaha mengingat-ingat hal itu. Aku menolong karena ingin menolong dan merasa bebas menolongnya. Ini bukan ketaatan melainkan kerelaan. Setiap perbuatan hendaknya dilakukan dengan rela bukan karena ketaatan. Demikian pula dalam melakukan semua aturan yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar